webnovel

Aku Suka Melukis

"Annyeong haseyo[1], anak-anak," Pak Jung masuk kelas, memberi salam dengan wajah cerahnya.

"Annyeong haseyo!" jawab para murid serentak.

"Hari ini, seperti pada selebaran yang saya tempel di papan buletin, kita akan belajar mengekspresikan pikiran kita ke dalam media lukis. Pada dasarnya semua aktivitas yang dilakukan manusia memang merupakan hasil dari apa yang dipikirkannya. Namun dalam hal melukis, itu tentu memiliki arti yang berbeda. Hal itulah yang akan kalian pelajari dan praktekkan hari ini."

Semua murid langsung mempersiapkan alat lukis yang mereka bawa. Hye Seon agak kesulitan menaruh tas ranselnya yang berjejalan dengan perkakas praktek science.

"Lukislah apapun yang ada dipikiran kalian. Lupakan semua teori lukis yang pernah saya ajarkan. Bebaskanlah imaginasi kalian," Pak Jung memberikan arahan singkat sambil berjalan mengelilingi kelas.

Hye Seon menoleh kearah Choi Mi Na yang mulai menggambar. Jelas sekali kalau gadis berkepang dua itu menggambar sosok Yim Hyun Sik. Rumor yang beredar mengatakan bahwa Mi Na mengutarakan perasaannya dulu pada Hyun Sik sebelum mereka jadian.Walaupun terdengar agak nekat dan sedikit memalukan, Hye Seon sebenarnya kagum juga dengan keberanian gadis itu mengutarakan perasaannya pada orang yang disukainya.

"Hye Seon? Susah cari inspirasi? Tidak biasanya kau seperti ini. Kau bisa menggambar apapun yang kau inginkan.Tidak harus seperti teman-temanmu yang memakai objek hidup, kau bisa menggambar objek mati juga," tegur Pak Jung yang tak melihat ada garis apa pun di atas kanvas Hye Seon.

Objek mati? Kenapa kata itu sama sekali tak terpikir olehnya. Sedari tadi yang ia tuju adalah gambar sosok hidup bernama Yoon Woo Bin. Meski, ingin sekali ia melukis gambar Woo Bin sama seperti Mi Na yang melukis gambar Yim Hyun Sik, niat itu cepat-cepat ia batalkan. Akhirnya, ia pun melukis cangkir kopi ayahnya. Cangkir kopi antik yang selalu menemani ayahnya, Tuan Lee, bangun pagi.

v

"Kita berpisah disini ya, sampai jumpa."

"Sampai jumpa." Hye Seon meninggalkan Choi Mi Na di depan kelas lukis kemudian belok ke arah kiri melewati koridor kelas yang sudah sepi. Sepertinya semua murid sudah pulang karena hampir tak ada suara manusia yang ia dengar. Hanya sesekali terdengar suara derap langkah kaki penjaga sekolah yang berpatroli mengelilingi komplek sekolah dari kejauhan.

"Kau berbohong padaku!"

"Apa kau bilang? aku berbohong padamu? Sejak kapan kau lebih mempercayai omongan teman-temanmu dari pada aku."

Langkah cepat Hye Seon seketika terhenti.Ia hampir saja terlihat oleh Woo Bin dan Yong Hee kalau ia tidak dengan sigap berhenti dan bersembunyi di balik tembok.

"Mereka melihatnya sendiri. Kau bersama dengan seorang gadis di Hokkaido sewaktu menghabiskan liburan musim panas yang lalu."

"Yong Hee, apakah kau sungguh..?" Woo Bin menahan amarahnya. Ia hanya melihat Yong Hee tanpa bisa meneruskan kalimatnya.

"Baiklah kalau kau tidak mau berterus terang. Aku tidak akan memaksamu. Apakah benar kau bersama gadis itu atau tidak hanya kau sendiri yang tahu Woo Bin oppa[2]."

Terdengar suara langkah kaki menggaung meninggalkan ruangan. Hye Seon tidak tahu langkah kaki siapa itu. Tak berapa lama kemudian terdengar suara gebrakan keras. Seseorang dengan emosi yang meluap-luap memukul pintu loker yang ada di depannya. Dari suaranya, itu suara laki-laki yang pastinya adalah Woo Bin. Ia berteriak kesal. Hubungan Woo Bin dan Yong Hee sepertinya tidak seindah yang orang bayangkan. Hye Seon sedikit mengintip dari balik tembok. Ia melihat Woo Bin berdiri terpaku di depan loker. Nafasnya naik turun menahan amarah yang sedang membuncah di dadanya.

.................

"Kenapa kau lama sekali," teriak So Jung pada HP yang ditempelkan tepat dibibirnya.

"Maaf, Aku harus menemani ibu mengantar Hye Bin ke klinik. Sebentar lagi aku pasti sampai di sana. Kau tunggu sebentar ya," suara melas Hye Seon diujung telepon tak sampai hati membuat So Jung marah.Ia pun berbaik hati untuk menunggunya beberapa saat lagi. "Cepatlah!" Jawab So Jung singkat sambil langsung mematikan Samsung-nya.

Semakin malam ternyata semakin ramai saja pasar malam. Banyak sekali orang yang menghabiskan malam minggu mereka di tempat seperti ini. Sebelumnya, So Jung mengira hanya akan ada anak-anak dan para orang tua saja yang memenuhi pasar malam. Ia salah, hampir semua pengunjung yang lewat dihadapannya adalah remaja seusianya yang datang berpasang- pasangan.

"So Jung! Kim So Jung!" dari arah jalan Hye Seon berlari-lari kecil kearahnya. Nafasnya terengah-engah.

"Maaf membuatmu harus menunggu lama. Aku membantu ayah mengantar Hye Bin ke klinik. Kau tidak apa-apa kan?" So Jung menjawab dengan senyuman. Jika sudah menyangkut tentang adiknya, Hye Seon tak bisa disalahkan. Sejak umur sekitar 10 tahun Hye Bin sudah menderita kanker tulang. Senyuman So Jung membuat Hye Seon lega.

"Tidak apa apa. Ayo cepat kita masuk."

Ketika mereka memasuki arena pasar malam, semua wahana sudah penuh. Komedi putar yang ingin dinaiki Hye Seon begitu sesak dengan antrian panjang di depan ticket booth. Setelah menunggu selama 40 menit, Hye Seon dan So Jung akhirnya bisa menaikinya. Kedua gadis ini tidak berhenti tertawa dan berteriak di atas komedi putar. Mereka tak mempedulikan tatapan heran anak-anak kecil yang mungkin mengira keduanya agak 'gila'. Setelah menaiki komedi putar, mereka meneruskan 'petualangan kecil' di arena bermain ini dengan menaiki Bumping Car. Karena banyak anak laki-laki disitu, mobil Hye Seon dan So Jung terus saja tertabrak. Akhirnya, belum sampai 15 menit bermain, mereka memutuskan untuk berhenti.

Hye Seon mengajak So Jung melihat kios-kios sederhana yang menjajakan banyak sekali barang dagangan mulai dari makanan sampai asesoris hiasan rumah. Hye Seon memenuhi janjinya pada So Jung dengan membelikan gadis itu dua buah permen kapas besar. Tak ada nada protes dari mulut So Jung meski Hye Seon mengajaknya melihat beberapa kios lukisan.

"Kenapa kau sangat menyukai lukisan? Kau mungkin bosan mendengarnya tapi sampai sekarang aku masih belum tahu apa yang membuatmu begitu tertarik dengan seni ini?" So Jung iseng bertanya pada Hye Seon ketika mereka berhenti di salah satu kios lukisan. Hye Seon sibuk mengamati hasil karya pelukis yang di pajang di depan kios dengan seksama.

"Entahlah,aku hanya suka melukis, tak ada motivasi lain." Akhirnya kalimat itu yang muncul sebagai jawaban.

"Hanya itu?! Ah, kau pasti berbohong padaku," tebak So Jung sambil memukul pundah Hye Seon.

Sebenarnya Hye Seon memiliki jawaban yang cukup jelas untuk dijadikan alasan kenapa dan kapan pertama kali ia tertarik dengan seni lukis. Otak Hye Seon seperti berputar melewati gambar-gambar anak anak kecil yang sedang bermain di halaman sebuah bangunan sekolah. Hye Seon kecil bersama teman-temannya sedang mengamati beberapa kupu-kupu yang berterbangan di atas kuntum bunga di taman sekolah di bawah terik matahari musim panas. Seorang anak laki-laki datang mendekat dan menyerahkan sebuah gambar. Hye Seon kecil heran dengan apa yang dilakukan anak itu.

"Untukku?" tanyanya sambil menerima gambar yang ternyata adalah sebuah gambar bunga mawar merah. Anak laki-laki itu mengangguk.

"Kenapa kau memberikannya padaku,Woo Bin?"

"Tadi Joo Hee seonsaengnim menyuruh kami untuk menggambar tumbuhan.Kemudian setelah gambarnya jadi dia meminta kami untuk memberikan gambar itu kepada orang yang kami sayangi. Awalnya aku ingin memberikannya pada ibuku tapi aku ingat ibuku sudah tidak ada. Ayahku tidak suka aku menggambar. Katanya itu adalah pekerjaan yang sia-sia. Hye Seon kau suka mawar kan? Gambar ini untukmu." Woo Bin kecil meneteskan air mata sambil menyerahkan gambar sederhana itu ke tangan Hye Seon. Hye Seon yang waktu itu tidak begitu paham dengan apa yang dialami Woo Bin hanya berdiri mematung tidak tahu harus berbuat apa.

"Ayah bilang dia akan memberikanku ibu baru. Aku tidak suka ibu baru." Tangis Woo Bin semakin menjadi. Dia benar-benar sedang bersedih.

"Woo Bin. Kau tidak usah sedih. Kau bisa bermain bersamaku. Kau bisa menjadi temanku. Jangan menangis lagi."

"Be..benarkah? Aku janji akan jadi temanmu yang baik."

Hye Seon kecil mengangguk.Wajah Woo Bin kecil seketika berseri.

Sehari setelah ajakan pertemanan itu Hye Seon tidak pernah bertemu dengan Woo Bin lagi. Pertemanan yang ia janjikan tidak pernah menjadi kenyataan. Tahun berlalu, Hye Seon masih menyimpan gambar mawar itu. Ia memasangnya di dinding kamar tidurnya. Diam-diam ia belajar menggambar menirukan bentuk mawar itu dan sepertinya itulah awal ia berkenalan dengan dunia seni rupa. Hye Seon merasa Woo Bin lah orang pertama yang mengenalkannya pada seni lukis. Setiap kali ia memandang gambar itu, setiap kali itu pula ia ingat "teman" nya Woo Bin. Apakah ia masih ingat dengan dirinya dan akankah ia berjumpa lagi dengannya? Harapan Hye Seon menjadi kenyataan ketika dua tahun yang lalu Woo Bin kembali ke Gangneung. Tidak seperti yang Hye Seon harapkan,Woo Bin sama sekali tak mengenal dirinya.Ia tak pernah sekalipun menyapanya atau sekedar bertatap muka dengannya. Dia berubah menjadi pangeran tampan yang dikagumi anak-anak perempuan di sekolah. Dalam waktu sebulan tak ada gadis yang tidak mengenal Yoon Woo Bin, cowok populer yang memiliki segala kualitas yang diinginkan setiap anak gadis.

[1] Sapaan khas dalam bahasa korea.Bentu formal dari annyeong.

[2] Panggilan kakak dari perempuan yang lebih muda kepada laki laki

Next chapter