7 7. Tangisan Nara

Satu minggu sudah Tasya saya tidak bertemu dengan Nara, selama itu juga Tasya selalu disibukkan dengan pekerjaannya, Tias yang menyadari kegelisahan Tasya berusaha untuk memberikan pengertian padanya.

"Jika hatimu terus ke sana, sebaiknya kamu pergi dan temui anak itu, aku tahu beberapa hari ini kamu terlihat gelisah, jangan abaikan perasaanmu jika hatimu ke sana pergilah dan temui anak itu jika perlu kamu bekerja di sana, aku yakin kamu sangat menyayangi anak itu," Tias duduk di samping Tasya, makan siang yang di pesannya sejak tadi tidak tersentuh oleh Tasya.

"Tias, aku tidak mungkin bekerja di sana, kamu tahu jika aku akan tetap bekerja di sini, lagi pula aku tidak ingin ada kesalahpahaman di keluarga itu, apa jadinya jika istrinya tahu jika putrinya memanggilku dengan sebutan tante ibu, apa yang dirasakan oleh wanita itu nanti?" sahut Tasya.

"Kamu takut memikirkan hal itu? jika bertentangan dengan perasaanmu pergilah dan temui anak itu, dia sangat menyayangi mu Tasya, mengenai istrinya bukankah nyonya Sukma sendiri yang mengatakan jika menantunya telah meninggal dan kamu sendiri pernah mengatakan kepadaku juga istrinya telah meninggal itu yang dikatakan oleh laki-laki itu?" Tasya berusaha mengingatnya, apa yang di katakan oleh sahabatnya.

"Tidak, aku akan tetap di sini lagi pula akan sangat berbahaya dan tidak baik untuk anak itu, dia akan terbiasa denganku dan itu artinya akan mempersulit keluarganya dan aku, aku tidak bisa berbuat apa-apa jika dia selalu bersama denganku. kamu tahu bagaimana kehidupanku bukan?"

"Kalau begitu menikahlah dengannya jadilah kamu sebagai ibu anak itu."

"CK! apa yang kamu pikirkan Tias? apakah kamu pikir menikah itu bisa menyelesaikan semua masalah? tidak biasa, semua tidak akan bisa diatasi dengan kita menikah, karena aku belum siap dan aku belum bisa menerima orang asing dalam hidupku karena mereka belum tentu bisa mengerti dalam kehidupanku dan bisa menerima bagaimana kondisiku saat ini."

"Kamu cantik aku yakin banyak laki-laki yang menyukaimu."

"Hahaha, apakah hanya bermodalkan kecantikan wanita bisa menikah dengan laki-laki? tidak semua laki-laki berpikir dan memandang kecantikan seseorang untuk dijadikan istri tapi begitu banyak laki-laki yang memikirkan tidak dalam kriteria itu."

Tias mengusap punggung Tasya, sahabatnya yang hanya seorang anak yatim-piatu dan di besarkan di keluarga pamannya yang membuatnya enggan untuk menikah.

"Tasya jangan pernah menyamakan laki-laki sama seperti pamanmu karena mereka semua tidaklah sama, lihatlah ke dunia luar tanpa lihat bagaimana perlakuan seorang suami terhadap istrinya, seorang kekasih kepada wanitanya semua tidak sama seperti yang dilakukan oleh pamanmu pada bibimu tapi aku menjamin jika kehidupanmu lebih bahagia setelah kamu menemukan laki-laki yang mencintaimu dengan tulus dan aku sangat yakin kebahagiaanmu bersama dengan mereka, maafkan aku, aku tidak bermaksud

untuk menghakimi atau memintamu untuk pergi dariku tapi aku melihat semua ini bagaimana perasaanmu dan juga nara anak kecil itu telah mengambil hati dan jiwamu tanpa kamu sadari dan kamu sudah tergantung dengannya begitu juga dengan gadis kecil itu yang sudah tergantung terhadapmu hanya saja kamu masih tidak mengakuinya." ujar Tias panjang lebar, untuk membuat sahabatnya menyadari jika ia menyayangi Nara.

"Tias, Aku tidak memikirkan hal itu sekarang."

Tasya kembali melayani pembeli hingga tanpa mereka sadari waktu telah menunjukkan pukul lima sore dan Tasya memilih untuk kembali ke rumah, tanpa berniat untuk pergi kemanapun.

menghabiskan waktu untuk membersikan rumah kontrakannya adalah cara terbaik untuknya agar tidak memikirkan gadis kecil yang entah sejak kapan menguasai hati dan jiwanya, benar yang di katakan oleh Tias, jika Nara telah mengisi hatinya yang kosong suara tangisan Nara membuatnya menghentikan kegiatannya yang tengah mengepel lantai.

"Hahaha, Nara kamu berhasil membuatku seperti orang gila, suaramu seakan-akan ada di depan rumahku." gumam Tasya, dan menyelesaikan pekerjaan dan menguyur tubuhnya setelah semuanya selesai.

"Benar jika aku sudah gila, lihat saat kepalaku di guyur air suara itu hilang," kata Tasya terkekeh ia merasa benar-benar gila karena Nara yang telah membuatnya kehilangan akal sehat.

Tasya mencari bahan yang bisa di olah secara cepat perutnya sejak tadi tidak hentinya berbunyi mengharuskan Tasya membuka lemari pendingin.

"Kenapa cuma ada telor? kemana ayam yang aku simpan disini?" Tasya yang tidak bisa lagi menahan lapar memasak mie instan dengan dua telor, baginya saat ini makan kenyang dan tidur dengan nyenyak. lima belas menit mie telah tersaji di atas meja kecil matanya berbinar.

"Waktunya makan." gumam Tasya, meraih sendok dan garpu siap menyantap satu mangkuk mie instan yang menggoda seleranya.

saat mie akan meluncur ke arahnya tiba-tiba suara tangisan Nara kembali terdengar namun kali ini di barengi dengan suara panggilannya.

"Tante ibu... "

"Uhuk Uhuk." Tasya tersedak saat mendengar suara Nara memanggilnya, sesaat Tasya terdiam untuk memastikan jika yang memanggilnya adalah benar-benar Nara.

"Tante ibu, tolong buka pintunya," suara Nara kembali terdengar membuat Tasya berlari kearah pintu namun ia tidak membukanya, melainkan mengintip melalui jendela berlahan membuka gorden sedikit, hatinya terenyuh melihat Nara yang tengah duduk menatap pintu rumahnya.

"Nara sayang, apa yang kamu lakukan nak?" Tasya mengangkat tubuh Nara dan memeluknya dengan erat.

"Tante ibu, kenapa tidak di buka pintunya, Nara kangen Tante ibu,"

"Sayang, Maafkan Tante sedang berada di dalam kamar mandi sehingga tante tidak mendengar suara Nara sekali lagi maafkan tante," Tasya menghujani wajah Nara dengan ciuman yang sangat lembut mendudukkan di atas pangkuannya dan pelukan yang hangat membuat Nara tenang dan tidak lama Nara tertidur dalam pelukannya.

"Biar Nara saya bawa pulang." suara bariton membuat Tasya mengangkat wajahnya dan menatap pria yang ada di depannya, Tasya yang menyadari tengah memakai pakaian santai dengan setelan kaos oblong dan celana di atas lutut.

"Maaf saya tidak melihat anda sejak tadi, silakan duduk tuan."

"Terima kasih, Sepertinya saya tetap di sini, saya tidak ingin orang berpikir yang tidak-tidak tentang kamu,

lebih baik Nara saya bawa pulang lagi pula dia sudah tidur bukan?"

"Jika anda izinkan biarkan Nara tidur sini, saya yakin saat bangun nanti dia akan menangis mendapati tidak lagi dalam pelukan saya."

"Aku tidak biasa jauh dari anakku, jika kamu berkenan sebaiknya kamu yang ikut dengan saya dan tinggal di rumah kami, saya ingin putri saya bahagia dan saya tidak ingin dia menangis histeris seperti akhir-akhir ini."

"Saya tidak suka menunggu, sekarang pergilah saya minta tolong dan mohon padamu untuk ikut dengan saya ke rumah, saya ingin putri saya Nara tersenyum saat terbangun melihat kamu ada di sampingnya, saya sangat yakin jika Nara akan bahagia melihat wanita yang di panggilnya Tante ibu berada di dalam kamarnya, tolong kali ini saja saya minta untuk menginap di rumah."

avataravatar
Next chapter