4 4. Gengsi

"Penculik tetaplah penculik."

Kata-kata yang masih jelas didengar bahkan sampai saat ini suara itu seolah-olah alarm untuk membangunkannya, Tasya duduk menyandarkan tubuhnya di dinding yang dingin. mimpi buruk dan kata-kata yang di ucapkan oleh pria yang menjadi ayah dari gadis yang di tolongnya, berhasil mengganggunya.

"Apa aku tidak bisa sembuh? aku hanya ingin hidup normal, tanpa bermimpi buruk itu lagi." gumamnya, Tasya memilih membersihkan rumah kontrakan yang hanya tiga ruangan satu ruangan ke ruangan yang lain hanya di batasi dengan dinding penyekat.

"Selesai, sekarang waktunya kerja."

Rumah mewah yang biasa ramai dengan tawa gadis kecil yang tidak henti-hentinya berlari kesana-kemari, kini pemandangan itu tidak lagi terlihat, hanya tangis yang tidak henti-hentinya membuat penghuni rumah khawatir melihatnya.

"El, apa kamu tidak bisa mencari wanita itu? setidaknya buat dia bekerja disini, apa kamu tega melihat Nara menangis seperti ini?" kata Sukma yang geram melihat putranya yang hanya berusaha untuk mendiamkannya tanpa berusaha untuk mencari jalan keluar.

"El, kenapa kamu diam? apa kamu tidak kasihan, lihat putrimu menangis tidak berhenti sejak semalam? kamu benar-benar keterlaluan El."

"Ayah, mau Tante ibu, ayah hiks .." tangis Nara dengan semakin lirih.

"Sayang, ayah tidak tahu rumah tante ibu itu. bagaimana kalau kita main di kamar ayah? Nara mau'kan?" Varsha Elvan Prambudi, seorang CEO di perusahaan ternama di ibu kota, dia pria yang penuh karismatik tidak sedikit wanita yang ingin menjadi kekasihnya, bahkan mereka berusaha untuk mengambil perhatian putrinya, Elvan yang biasa di panggil El di keluarganya adalah seorang pria duda dengan satu anak perempuan yang cantik, setelah di tinggal istrinya Elvan memilih hidup sendiri, hidupnya tenang tanpa ada drama, hingga pada hari dimana putrinya di selamatkan oleh seorang gadis muda, putrinya mulai merengek hingga sampai menangis agar bertemu dengannya. berbagai alasan hingga kebohongan tidak mampu untuk menghentikan tangis putrinya, membuat Elvan kehilangan cara untuk menghentikan tangisan Nara.

"El! kenapa kamu bengong? lihat putrimu pingsan!" teriakkan Sukma membuat Elvan tersentak, putrinya yang berada di dalam gendongannya telah pingsan.

bergegas mereka berlari menuju rumah sakit.

"El, biar Mama yang memangku Nara." Sukma mengambil alih Nara yang ada di gendongan Elvan. beruntung jalanan sepi sehingga mobil dengan cepat sampai di rumah sakit, Sukma yang kesal dengan putranya mengerutuki karena kebodohannya, kenapa mereka harus panik membawa Nara kerumah sakit jika mereka memiliki dokter pribadi.

"Dok, tolong cucu saya!" suara Sukma yang bergetar saat berlari mengikuti langkah Elvan. tubuhnya bergetar saat sampai di depan ruang IGD.

"Kalian tunggu di luar," Sukma mengangguk mereka duduk memilih duduk di depan ruang IGD, Sukma tidak henti-hentinya menyalahkan putranya yang terlalu egois.

"Puas, kamu El? lihat putrimu sampai pingsan, karena menangis, apa kamu tidak bisa menemuinya? apa kamu tidak bisa minta maaf dan memintanya untuk bekerja di rumah menjadi pengasuh putrimu?" Sukma yang tidak membiarkan Elvan dengan tenang terus menerus menyalahkan kondisi cucu kesayangannya yang pingsan karena kelelahan menangis.

"Ma, sudah ya. jangan membuatku semakin pusing, lihat putriku di dalam masih pingsan, dan Mama disini tidak berhenti menyalahkan aku?" Elvan yang tidak terima dengan ucapan Sukma berusaha untuk membela diri.

"Ma, aku tidak tahu dia bekerja dimana. lagi pula kita tidak tahu apakah dia gadis baik-baik atau tidak, kalau Mama tahu dia itu gadis labil usianya jauh di bawahku Ma," lanjutnya, Sukma tersenyum mendengar perkataan putranya.

"Mama tidak menanyakan usianya, Mama cuma mau kamu mencarinya, jadikan dia sebagai pengasuh putrimu, beri dia gaji yang lebih besar dari tempatnya bekerja Mama yakin dia mau, terlebih dia dekat sama putrimu, kamu bisa jadikan dia sebagai ibu untuk putrimu." kata Sukma mampu membuat Elvan terdiam.

"Ma, mikirnya jangan kejauhan."

Elvan kembali fokus menatap pintu yang tidak kunjung di buka, ia berjanji jika putrinya sehat akan mencari keberadaan gadis yang telah mencuri hati putrinya.

'Siapa kamu, kenapa putriku begitu menyukaimu, kalian baru bertemu, bagaimana putriku bisa memilihmu.' Elvan mengusap wajahnya dengan kasar, saat hatinya semakin gundah tiba-tiba pintu terbuka dari dalam, Elvan mendekati wanita yang memakai jas putih yang tersenyum padanya.

"Dok, bagaimana dengan putriku?"

"Tuan, putri anda hanya kelelahan menangis sehingga menyebabkan ia pingsan, putri anda baik-baik saja biarkan ia istirahat. saran saya lebih baik turuti keinginannya jika tidak, dia akan menangis lagi dan lebih berbahaya jika menangis dengan jangka waktu yang lama." Elvan mengangguk mendengar ucapan sang dokter.

"Dok, apa cucu saya bisa di pindahkan ke ruang perawatan?" Sukma yang sejak tadi hanya diam kini bersuara melihat putranya hanya diam, setelah mendengar penjelasan dari dokter.

"Ya, Nyonya, akan kami pindahkan ke ruang perawatan sekarang, kita tunggu suster yang akan membantu untuk mendorong brankar."

tidak lama seorang suster keluar mendorong brankar, Sukma yang meminta cucunya di rawat di ruang VVIP.

"Ma, bisa aku titip Nara sama Mama sebentar? aku ada meeting di restoran, aku tidak lama."

"Pergilah, serahkan Nara pada Mama, semua pasti akan aman."

"Aku pergi dulu Ma, kalau ada apa-apa segera hubungi aku,"

"Tentu El, Mama pasti hubungi kamu, segera kembali jika meeting sudah selesai."

"Ya, Ma." El mencium kening Nara sebelum meninggalkannya, setelah berpamitan pada wanita yang telah melahirkannya, Elvan keluar dengan langkah lebar.

Elvan yang tidak henti-hentinya kesal saat jalanan yang macet, sedangkan waktu acara meeting tinggal sepuluh menit lagi.

"Huh, kenapa harus memilih di mall sih!" Elvan yang terus saja kesal, terlebih saat ini ia membawa mobilnya sendiri.

"Kenapa semua bersamaan seperti ini? sopir cuti asisten pergi luar kota, anakku di rawat dan sekarang aku harus meeting di tempat yang penuh dengan kemacetan, benar-benar sial, sial, sial!!" mobil memasuki parkiran salah satu pusat perbelanjaan di ibu kota, setelah melewati drama yang panjang, Elvan berhasil sampai di depan restoran yang ada di pusat perbelanjaan. dengan berlari kecil Elvan memasuki restoran.

"Maaf saya terlambat," ucapnya saat berjabat tangan Klein nya.

"Tidak apa-apa, pak Varsha, saya tahu jika anda sedang sibuk."

usai berbasa-basi mereka kembali dengan meeting mereka, kurang dari dua jam meeting selesai.

"Terima kasih pak Varsha, saya benar-benar beruntung bisa bekerja sama dengan anda lagi."

"Sama-sama pak Helmi,"

"Kalau begitu, saya permisi pak Varsha."

"Silahkan pak Helmi,"

Elvan meninggalkan restoran setelah Helmi rekan kerjanya meninggalkan restoran lebih dulu, Elvan yang merasa bersalah pada putrinya memilih untuk membeli berapa mainan untuk putrinya.

pandangannya tanpa sengaja mengarah pada seseorang yang tengah bercanda dengan sahabatnya.

"Bukankah itu, gadis yang menolong putriku? apa dia ... ya Tuhan kenapa aku bisa sebodoh ini, bukankah dia bekerja di toko ponsel?" Elvan mengejar wanita yang telah menolong putrinya.

"Hei. nona! tunggu!" Elvan berlari mengejarnya tidak peduli jika menjadi pusat perhatian para pengunjung mall, baginya saat ini bicara dengan wanita yang ia sendiri tidak tahu siapa namanya.

"Hei, aku memanggilmu sejak tadi, kenapa kamu tidak menoleh?" Elvan menarik pergelangan tangan wanita yang tidak lain adalah Tasya.

"Maaf apa anda memanggilku?"

"Ya, kalau bukan kamu siapa lagi? apa disini ada orang lain, selain kamu?"

"Kalau tidak ada, mereka di sebut apa?"

Elvan mengikuti arah pandang Tasya, Elvan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. tidak ingin terlihat salah Elvan, berusaha untuk mengalihkan perhatiannya.

"Ada apa, anda memanggil saya?"

"Anu ... itu, aku .. aku ..."

"Anu apa? mau minta maaf saja pake gengsi." gumam Tasya, namun masih bisa di dengar oleh Elvan.

"Apa kamu bilang? tadi kamu bilang, aku gengsi?" Elvan geram dengan kata-kata yang keluar dari wanita yang ada di depannya.

"Saya tidak bilang anda gengsi, apa anda mendengar saya menyebut nama anda?"

"Sekarang katakan, saya tidak ada waktu , saya sedang bekerja, jika tidak ada lagi, saya akan pergi sekarang." Tasya berbalik, langkahnya terhenti saat suara bariton kembali terdengar.

"Aku ingin bicara denganmu."

avataravatar
Next chapter