41 Tunggu Aku

Farani tidak ada niatan menguping pembicaraan ayahnya dan Sita, tapi karena tidak ingin menganggu obrolan keduanya, dia memutuskan menunggu pembicaraan itu selesai. Bahkan saat bunda ingin memberikan cangkir untuk Sita minum, Farani sengaja menahan agar bunda tidak menganggu pembicaraan kedua lelaki tersebut.

Jadilah Bunda dan Farani menunggui Ayah dan Sita mengobrol dengan serius. Saat mendengar pembicaraan sudah mencapai akhir, dengan gaya sebiasa mungkin Farani dan Bunda membaur.

"Kalian lagi ngobrolin apa?" Farani senatural mungkin bertanya.

"Ngobrolin anak Ayah yang paling manja sedunia." Jawab Ayah tanpa menyembunyikan apapun.

Ayah melipat korannya dan beranjak dari teras depan. "Bunda, ayo beli pecel lele. Ayah pengen pecel lele."

Masuk ke dalam rumah, Ayah mengambil jaket dan helmnya. Dengan cekatan Bunda mengikuti Ayah dan berboncengan dengan motor bebek kesayangan ayah.

"Jaga rumah ya, cuma bentar kok." Lalu menghilanglah Ayah dan Bunda dari pandangan Sita dan Farani.

Matahari sudah membenamkan dirinya dengan sempurna. Lampu-lampu gemerlap memancarkan sinarnya, menghalau kegelapan. Masih di teras, Sita menemani Farani sampai Ayah dan Bunda kembali.

"Nonton TV yuk, gue bosen liat pohon."

Mengikuti Farani, Sita berjalan di belakangnya. Segera keduanya duduk santai sambil menonton televisi. Beberapa kali Farani mengganti saluran televisi, mencari acara yang menarik perhatiannya. Tapi tak ada yang membuatnya bertahan selama 5 menit.

Saat menoleh ke arah Sita, Farani mendapati pacarnya itu tengah memejamkan matanya. Oh My, kenapa orang ini setiap kali merebahkan kepalanya langsung tidur? Apa separah itu gangguan tidurnya?

Sembari menunggu kepulangan Ayah dan Bunda, Farani menggunakan kesempatan itu untuk bersandar di bahu Sita. Rasa nyaman dan damai seketika menyelimuti hati Farani. Ingin rasanya waktu berjalan dengan lambat, agar dia bisa merasakan kenyamanan itu untuk waktu yang sedikit lebih lama.

Mendengar suara motor Ayah memasuki garasi, Farani segera bangun. Senatural mungkin dia berjalan ke dapur, berpura-pura membuat minum agar tidak membuat orangtuanya curiga.

'Emang gue abis ngapain coba?' Farani mengutuk dirinya dengan kebodohan yang dia lakukan.

"Sejak kapan Sita tidur disitu?" tanya Ayah yang melihat Sita memejamkan mata di sofa.

"Suruh pindah ke kamar Abang, nanti badannya sakit." Bunda berkata dengan rasa khawatir.

"Mungkin setengah jam. Belakangan dia suka tidur sembarangan. Tadi aja tidur di mobil pas perjalanan pulang dari bandara."

"Apa dia ada masalah?" tanya Bunda serius.

"Laki-laki kalo nggak punya masalah bukan laki-laki namanya." Ayah menjawab dengan cuek.

Farani masih menunggui Sita yang tertidur di sofa. Tidak tega untuk membangunkannya, tapi Farani juga khawatir kalau badan Sita menjadi sakit karena posisi tidur yang tidak baik. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Dek, masukin mobil Sita ke carport, biar nggak ganggu tetangga yang mau lewat. Biarin Sita tidur sini." Ayah memerintah. "Buruan kamu tidur, besok kuliah kan."

Dengan patuh Farani memasukkan mobil Sita ke carport, lalu setelah memberi selimut untuk Sita, Farani kembali ke kamarnya.

Banyak hal yang terlewat hari ini. Perbincangan Ayah dengan Sita yang penuh makna membuat Farani berbunga-bunga. Dengan penuh semangat dia menceritakan apa yang barusan dia alami kepada Lulu.

*

Sekujur tubuh Sita sakit semua. Bahkan dia tidak terbangun di tengah malam sekedar untuk ke kamar mandi ataupun minum saking lelapnya. Suara dapur yang riuh membangunkannya.

Melihat sekelilingnya, Sita sedikit terkejut. Setelah pening dikepalanya berkurang, dia berusaha mengingat apa yang terjadi kemarin. Dan kenapa dia bisa berakhir dengan tidur di ruang keluarga rumah pacarnya itu?

"Udah bangun? Badannya sakit kan?" Sita terkejut mendengar suara Bunda bertanya.

"Iya Bunda. Kemarin ada apa ya?" Sita berbalik bertanya kepada Bunda.

"Kata adek kamu langung tidur begitu duduk disitu. Ditungguin sampe malam nggak bangun, ya udah dibiarin aja tidur disitu. Maaf ya." Dengan lembut Bunda tersenyum.

'Mati deh gue, bisa-bisanya gue ketiduran disini' batin Sita dengan penuh penyesalan. Dengan cepat otaknya berpikir, mencari alasan yang tepat untuk kelakuannya yang sedikit memalukan itu.

"Udah bangun? Kirain pingsan." Dari lantai atas, Farani turun. Dia sudah nampak rapih untuk berangkat ke kampus.

Melirik jam di dinding, sudah jam setengah 7 pagi. Dan dia baru bangun tidur. Di rumah pacarnya pula.

"Kenapa nggak dibangunin kemarin?" Sita bertanya kepada Farani, antara malu dan memelas.

Dan Farani hanya bisa mengangkat bahunya sebagai jawaban.

"Sana cuci muka, trus kita sarapan bareng." Suara Ayah terdengar. Ucapan beliau adalah perintah yang harus segera dilaksanakan.

Dengan patuh Sita berjalan menuju kamar mandi. Setelah menerima handuk bersih dan sabun muka milih Farani, Sita berpikir sejenak. Kenapa selama beberapa hari ini dia sering tertidur? Bahkan saat bekerja pun dia bisa dengan mudahnya tertidur.

"Rasanya gue pengen ngilang aja sekarang."

Suasana pagi itu terasa sangat canggung bagi Sita. Bagaimana tidak, dia terbangun di rumah pacarnya, semalaman tertidur seperti orang yang pingsan. Dan sekarang dia duduk dimeja makan, menikmati sarapan bersama dengan orangtua pacarnya. Berharap ini adalah prank atau semacam april mop untuknya.

Sarapan begitu tenang dan khidmad. Tidak ada yang sibuk dengan HP ataupun koran, atau aktifitas lainnya yang tidak ada hubungannya dengan sarapan. Selesai sarapan, ayah segera berangkat kerja. Perjalanan yang harus ditempuh adalah setengah jam bagi ayah untuk sampai di kantor. Itupun dengan kecepatan tak lebih dari 50km/jam.

Karena kampus dan tempat kerja Sita searah, mereka memutuskan untuk berangkat bersama. Dengan kebaikan hatinya, Farani mengendarai mobil untuk mengantar Sita kerja. Farani khawatir kalau kekasihnya itu akan dengan sengaja menciumkan mobilnya ke tembok rumah orang karena badannya yang sakit.

"Gimana baju gantinya?" tanya Farani sambil fokus mengemudikan mobilnya.

"Masih ada stok baju di kantor. Tenang aja." Sita memijit tengkuk lehernya, berharap rasa sakitnya sedikit berkurang. "Kenapa lo nggak bangunin gue kemarin?"

"Ayah bilang jangan dibangunin, ya udah nurut aja." Jawab Farani polos.

"Kan gue jadi malu. Ntar kalo image gue jadi rusak gimana coba?"

Farani memandang kekasihnya dengan tatapan are-you-sure yang tajam. "Sejak kapan lo peduli sama image?"

"Sejak kemarin. Sejak gue bilang sama Ayah bakal nungguin lo 5 tahun lagi." Dengan gamblang Sita berkata.

Tersipu malu, Farani mengalihkan pandangannya ke jalan. Memandang lampu merah yang masih lama akan berganti warna menjadi hijau. Sisa perjalanan menuju kantor Sita terlewati dengan tenang. Hanya permainan piano milik Yiruma yang memenuhi mobil.

"Nanti gue pulang jam 4. Langsung ke rumah aja kalo lebih dari jam itu. Biar gue naik taksi."

Melihat Farani menganggukkan kepalanya tanda mengerti, Sita segera masuk ke gedung berlantai 2 itu. Dan Farani segera melajukan mobil menuju kampus.

Tika, Sasha dan Amel dengan setia menunggui kedatangan sahabatnya itu. Melihat Honda CRV masuk ke parkiran membuat ketiganya spontan mengikuti arah mobil itu. Dalam hati mereka bertanya, siapa anak yang berganti mobil kali ini?

Farani dengan terburu-buru keluar dai mobil. Melihat itu, ketiga sahabat Farani sedikit kaget. Akhirnya Farani mempunyai mobil sendiri, mobil yang sama persis dengan milik kekasihnya.

"Orang kaya mah beda ya couple-annya." Goda Tika saat Farani mendekat.

"Iya, apalah daya gue yang pas-pasan gini. Bisa couple-an kaos aja udah seneng." Sasha menambahi.

"Emang yang couple-an sapa?" Farani mencoba memahami maksud teman-temannya.

"Lo lah, sapa lagi?"

"Gue? Couple-an apa?"

"Mobil lah. Samaan kek laki lo yang jemput dulu itu kan? Be honest ya."

Sejenak Farani melihat mobil Honda CRV yang terparkir itu. Dengan senyum misterius, Farani meninggalkan teman-temannya yang tidak mendapat penjelasan lebih lanjut dari Farani.

avataravatar
Next chapter