34 Tuhan...

Meski terpisah jarak dan waktu, persahabatan Farani dan Lulu tetap terjalin. Dan kali ini Farani memberanikan diri untuk bercerita kepada Lulu tentang permasalahan yang sedang dihadapinya itu.

"Menurut lo gimana?" Farani mengakhiri ceritanya dengan pertanyaan.

Sejenak Lulu terdiam. Baginya, ini adalah permasalahan yang rumit. Tentu pengalaman perihal percintaan miliknya tidak serumit Farani.

"Gue nggak tau, Fa. Masalah lo terlalu rumit." Penuh penyesalan, Lulu meminta maaf.

Farani hanya bisa menghela napas panjang, tapi paling tidak dia bisa sedikit berbagi cerita dengan orang yang sebaya dengannya. Sedikit beban terangkat dari bahunya, begitulah pemikiran Farani.

"Gue galau. Mau ketemu Sita, tapi takut sama Abang."

"Fa, at least Abang lo peduli. Itu hal yang positif lho ya. Jangan lupa itu." Lulu berusaha menyemangati dan membuat Farani berpikir positif.

Benar kata Lulu. Memang akhir-akhir ini kakaknya terasa asing dan tidak bersahabat, tapi dibalik itu semua, Fareza sedang berusaha untuk melindungi dia dari sesuatu semacam sakit hati. Itu fakta yang tidak bisa diabaikan.

"Iya sih, tapi lo mikir kalo dia sedikit lebay gitu?"

Lulu mengangkat bahunya, "gue nggak punya kakak, jadi gue nggak tau gimana rasanya dilebayin sama kakak. Coba lo tanya sama Raffi."

"Raffi juga nggak punya kakak, Lulu cantik."

"Hahaha, iya juga ya. Gue lupa." Lulu menepuk jidatnya. "Ya ampun, kenapa temen lo nggak ada yang punya kakak sih. Coba tanya temen kuliah lo yang maha tau itu."

Memutar bola matanya, menyengir secantik mungkin kepada Lulu. "Tau ah, ntar juga kelar sendiri masalahnya."

Sisa waktu yang ada, mereka gunakan untuk membahas hal yang menurut mereka menyenangkan. Juga kabar bahwa Lulu akan berkunjung ke Indonesia dua bulan lagi.

"Bukannya itu belum masa liburan ya?" tanya Farani yang antusias dengan kabar baik dari Lulu.

"Iya, tapi gue dapet tiketnya tanggal segitu. Low season kan biasanya murah tiketnya."

"Emang emak lo nggak ngasih ongkos buat kesini?"

"Tau sendiri, emak gue pelit kalo urusan sama Indonesia." wajah Lulu terlihat sedih.

"Trus ntar lo mau nginep dimana?" Farani penasaran, karena rumah Lulu yang ada di Jogja sudah dijual begitu Lulu memutuskan untuk kuliah di Sydney.

"Heh, apa guna gue punya temen lo? Nginep di rumah lo lah." dengan bangga Lulu berkata.

"Boleh, tapi nggak gratis ya."

Dua jam setelahnya, Farani mengakhiri sambungan video call dengan Lulu. Memang, bergosip dan bertukar cerita dengan sahabat adalah obat yang paling mujarab untuk mengobati kegalauan.

Menggunakan waktu yang ada, Farani lalu melakukan video call yang lainnya. Kali ini yang dia hubungi adalah Sita.

Sejak kepulangan Fareza, Farani dan Sita belum bertemu. Dan ini sudah hampir seminggu mereka tidak bertemu. Jangankan bertemu, berkirim pesan saja mereka harus mencari waktu yang tepat.

Apalagi HP Farani belum dikembalikan sepenuhnya olah Fareza. Dia jadi merasa seperti anak dibawah umur yang hanya boleh memegang HP pada jam-jam tertentu. Bahkan waktu yang diberikan untuk memegang HP yang beberapa jam.

Untungnya Sita sedikit tanggap. Beberapa hari yang lalu, Sita mengiriminya paket berisi HP yang bisa dia gunakan untuk bertukar pesan. Itu sebabnya Farani tidak bisa bebas menggukanan HP yang diberikan oleh Sita.

"Maaf gue belum bisa berkunjung. Gue masih harus di Jakarta untuk beberapa hari kedepan."

Farani menganggukkan kepalanya. Ini konsekuensi yang harus dihadapinya saat berpacaran dengan orang yang sedikit gila kerja. "Jangan lupa jaga kesehatan, makan yang teratur, minum jangan lupa diperbanyak. Oke?"

"Baik Nyonya. Sudah masuk list itu semua."

"I miss you." farani berkata dengan sungguh-sungguh.

"Me too." jawab Sita juga bersungguh-sungguh. "Begitu sampe Jogja, gue langsung ke rumah lo."

"Jangan. Istirahat dulu di rumah."

Sita hanya bisa menganggukkan kepalanya. Sita menyadari bahwa orang yang paling perhatian setelah Mamanya adalah Farani. Memang sedikit cerewet menurut Sita, tapi semua kecerewetannya itu untuk kebaikannya.

*

Cuti dua minggu yang diambilnya sudah separuh jalanan. Rencananya Fareza akan menghabiskan waktunya beberapa hari lagi, lalu ke Bandung untuk bertemu Rere, baru kembali ke Samarinda.

Sayangnya rencana itu gagal, membuat dia kehilangan kesempatan untuk memberi kejutan kepada kekasihnya, Rere. Sebagai gantinya, malah Rere yang pada akhirnya datang ke Jogja.

Meluangkan waktu bersama setelah perpisahan yang lama, sejoli itu memutuskan untuk berkencan.

"Za, lo lagi mikir apa?" tiba-tiba Rere bertanya, sedikit serius.

Menurut pandangan Rere, pacarnya sedang terganggu dengan pemikiran lain. Itu yang membuat dia tidak fokus.

"Nggak tau. Menurut lo, gue galak nggak sih?"

Rere terkadang bisa mengetahui kalau kekasihnya itu sedang banyak pikiran.

"Yah, kadang galak, kadang nggak. Something happen?"

"Soal Farani sama Sita." akhirnya Fareza menyebutkan pokok permasalahan yang menggganggunya.

Rere diam sejenak. Semua masalah yang menyangkut Farani tidak bisa dia anggap enteng. Apalagi kalau Fareza sudah bersikap seperti itu.

"Menurut lo gimana?" Fareza bertanya dengan nada serius setelah tidak mendapat jawaban dari Rere.

"Maksudnya?"

"Sita nginep disini selama Ayah sama Bunda pergi honeymoon kemarin."

Oke, ini bisa dianggap sebagai akar permasalahannya. "Lo percaya Farani?"

Keraguan terlihat dimata Fareza. Sebagian dirinya ingin percaya kepada adiknya, tapi sebagian lagi berkata untuk tidak percaya.

"I don't know." sambil mengangak bahunya.

"Za, coba percaya sama Adek. Dia juga bukan anak kecil lagi kan."

"Masalahnya adalah, dia sama Sita." Fareza sedikit menaikkan nada bicaranya.

"Then, kenapa lo ijinin mereka deket dulu?"

Tepat sasaran. Tidak pernah ada orang yang bertanya padanya, apa alasan dia mengijinkan adiknya pacaran dengan Sita. Sesaat Fareza merasa ragu untuk menjawab pertanyaan Rere.

Itu adalah pembicaraan antar lelaki. Saat dengan serius Sita berkata bahwa dia berpacaran dengan adiknya. Itu semacam perjanjian diantara dia dan Sita. Dan sampai sejauh ini dia tidak pernah membicarakan dengan orang lain.

"Ijin gue nggak termasuk tidur sama adek gue, nggak termasuk juga tidur di rumah gue tanpa seijin gue."

"Apa mereka melakukannya?"

avataravatar
Next chapter