26 Sikap Dewasa

Sudah tiga bulan Farani menjalani kehidupannya sebagai mahasiswa. Aktifitasnya hanya kuliah dan di rumah, terkadang dia keluar hanya saat diajak oleh Sita. Sisanya akan dia habiskan di rumah. Beberapa temannya terkadang mengajak Farani untuk sekedar hangout atau menonton film. Terdengar seru, tapi kadang Farani menolak. Ia lebih memilih menghabiskan waktu di rumah bersama Bunda ketimbang bersama teman-temannya.

"Kenapa Adek sering nolak ajakan temen buat main?" begitulah pertanyaan Bunda saat melihat Farani menghabiskan waktu di rumah.

"Nanti Adek keluyuran terus, Ayah sama Bunda bingung trus nanya kenapa jarang di rumah."

"Ya kan kalo sesekali nggak masalah Dek."

"Ya udah, nanti keluar sama Sita."

Ayah dan Bunda sudah mengetahui status Sita beberapa bulan lalu. Setelah beberapa kali Farani pergi dengan Sita, Ayah dan Bunda menginterogasi Farani bagai tersangka kasus pembunuhan. Dan setelah memperoleh keterangan tambahan dari Fareza, Ayah akhirnya memutuskan untuk menerima Sita sebagai pacar putri tersayangnya.

Meski sudah mendapat restu, tapi terkadang sikap Ayah terhadap Sita bikin jengkel juga. Terkadang Ayah akan menunjukkan sikap manis, tapi terkadang juga Ayah akan menjadi ayah yang sangat menjengkelkan. Beruntungnya, Sita bisa memahami sikap Ayah yang labil itu.

Malam Sabtu ini Sita mengajak Farani ke rumahnya. Disana mereka akan memasak pasta dan melakukan video call dengan keluarga Sita di Jakarta. Itu karena Kia sudah ribut ingin bertemu dengan kakak perempuannya.

Pukul 4 sore, dengan mengendarai mobil Fareza, Farani sampai di rumah Sita. Sang pemilik rumah tidak ada di tempat karena sedang ada meeting, meski begitu, Farani tetap bisa masuk ke rumah karena mempunyai kunci cadangan sendiri.

Kling. HP Farani berbunyi karena ada pesan masuk. Dari Sita.

'OTW pulang, mau titip apa?'

'Mampir ke supermarket A, nanti kita ketemu disana.' balas Farani, segera mengemasi tasnya dan kembali mengunci rumah.

Memesan taksi, Farani segera meluncur ke supermarket A untuk bertemu dengan Sita. Keduanya bertemu di bagian sayuran.

"Mau beli apa lagi?" tanya Sita begitu melihat kekasihnya.

"Kita belum punya keju, trus juga saus. Oh iya, daging giling juga belum ada." panjang lebar Farani menjelaskan.

"Bukannya daging kita udah punya ya?"

"Itu daging beku, susah kalo mau masak pake itu. Lagian kemarin kan udah dibilangin belinya daging giling." omelan Farani tak putus bagai kereta.

Menghela napas, Sita hanya bisa pasrah. Jika dia tetap menyanggah omongan pacarnya, omelan Farani malah akan semakin panjang. Tidak hanya itu, dia juga akan mendapat nasihat yang tidak ada hubungannya dengan menu yang akan mereka masak.

"Iya Nyonya."

Setelah berkeliling supermarket duda kali, akhirnya Farani merasa mantap untuk ke kasir. Antrain yang tidak terlalu panjang membuat mereka segera tiba di kasih lebih cepat. Dengan cekatan Sita membawa barang belanjaan, membuat Farani bisa menikmati es krim yang disisipkan disela belanjaan. Kebiasaan ini mulai diketahui oleh Sita, bahkan terkadang pacarnya itu belanja plastik, karena isinya sudah dimakan sebelum dibayar.

"Nyonya, boleh ngicip es krimnya?"

Farani melirik kearah Sita, dengan berat hati dia membagikan es krimnya. "Kali ini aja ya."

Sita berjanji akan melakukan panggilan video call pukul 7 malam. Setelah memperhitungkan jam kerja dan juga makan malam bersama dengan Farani. Sepertinya Kia sudah tidak sabar, pukul 5 sore sudah melakukan pangilan ke HP milik Sita.

"Fa, tolong angkat telepon Kia." masih fokus ke jalanan, Sita menyodorkan HPnya.

"Halo Kia kiu." bersemangat, Farani menyapa Kia.

"Kakak? Kalian dimana?"

"Kita masih di mobil." Farani mengedarkan pandangan lewat HP. "Nanti kita telepon balik ya."

Dengan berat hati Kia menutup sambungan teleponnya.

Agenda memasak memang bukan kegiatan rutin yang dilakukan oleh pasangan ini, tapi setiap bulan pasti ada acara memasak bersama. Selain belajar memasak, kegiatan ini menghemat biaya untuk makan di resto pada umumnya. Menu yang dimasak pun menu yang mudah, mengingat keduanya tidak ada skil memasak yang mumpuni. Terlebih Farani.

"Besok mau masak apa lagi?" tanya Sita antusias. Tak disangka, masakan kali ini terasa enak, bisa dibilang ini sukses.

"Apa ya? Gimana kalo bakso isi?" Farani mengusulkan menu untuk dimasak.

"Terlalu gampang itu mah."

"Kita bikin baksonya sendiri, jadi bisa pilih mau diisi apa aja."

*

Setiap minggu Sita melakukan video call dengan keluarganya di Jakarta. Ini adalah janji yang dibuat Sita kepada Kia saat memutuskan untuk pindah ke Jogja. Supaya mereka tetap terhubung dan saling berkomunikasi meski memiliki kesibukan masing-masing.

Setelah melakukan panggilan, Sita merebahkan tubuhnya di sofa ruang tengah. Hanya dalam hitungana menit, Sita sudah terlelap. Mungkin karena Sita merasa lelah. Bekerja, meskipun hanya duduk saja tetap merasa kelelahan. Dan ini adalah momen yang paling disukai oleh Farani, menyaksikan kekasihnya tidur terlelap.

Setiap kali tertidur di sampingnya, Farani akan mendekat dan mengamati wajahnya. Hidung yang mancung, bibir yang tebal, bulu mata yang lentik. Semua itu menggoda Farani untuk menyentuhnya.

"Kenapa juga lo terlahir ganteng, kan gue jadi pengen nyentuh." kata Farani sambil menahan diri untuk tidak membelai wajah Sita.

"Nggak perlu nunggu gue tidur kalo mau nyentuh."

Farani langsung tersentak. Ternyata, tanpa sepengetahuan Farani, Sita telah bangun dari tidurnya.

"Oh, udah bangun ya." dengan canggungnya Farani berkata.

Perlahan, Sita mendekatkan wajahnya ke wajah Farani sambil menggoda. "Amati wajah gue, apa segini kurang deket?"

Perlahan mundur, Farani menjauhkan diri dari Sita. Jangtungnya berdegup kencang mendapati perlakuan Sita yang mendekatkan wajahnya. Hampir saja hidungnya yang mancung itu menyentuh hidung Farani. Bagi Sita, menggoda pacarnya yang polos itu merupakan kebahagiaan tersendiri. Apalagi juga mendapati ekspresi Farani yang terkaget-kaget, menggemaskan.

"Kenapa lo selalu ketiduran di sofa?" tanya Farani yang penasaran.

"Nggak tau." jawab Sita sambil menegak minumannya, "kaya ada yang belai gitu, jadi bawaannya ngantuk."

"Jadi, Nyonya, jam berapa mau balik? Apa mau nginep aja?"

Pertanyaan Sita menyadarkan Farani. Melirik jam, sudah pukul 10 malam. Saatnya Farani pulang, jangan sampai terlambat kalau tidak ingin jatah kencannya dipotong.

Tujuh hari dalam seminggu, pasangan ini hanya bisa meluangkan 2 hari untuk bertemu. Itupun setelah Sita selesai bekerja. Sisanya akan dihabiskan untuk menjalani rutinitas harian mereka, seperti kulian, berkumpul dengan teman dan aktifitas lainnya.

"Iya Tuan." dengan patuh, Farani membereskan bawang bawaannya. "Gue bisa pulang sendiri kok."

"Kalo lo mau udahan sama gue sih oke." kata Sita setengah mengancam. "Ntar Fareza tau, langsung tinggal nama gue."

Setiap kali mereka bersama dan hari sudah larut, Sita akan mengantar Farani pulang. Bahkan saat Farani membawa kendaraan sendiri. Hari yang larut yang dimaksud Sita adalah setelah jam 8 malam keatas. Kalau masih jam 8, dia akan membiarkan Farani pulang sendiri. Terkadang Sita akan mengikuti mobil Farani dari belakang sampai ke rumahnya, terkadang juga Sita akan menyetir mobil Farani dan pulangnya naik taksi.

Dari dulu, dan entah sampai kapan, Farani menuruti kata-kata Sita. Dengan patuhnya, Farani memberikan kunci mobilnya kepada Sita.

"Terima kasih Tuan, sudah mau mengantar hamba pulang." ucap Farani sambil memeluk Sita.

Pelukan yang hangat dan lembut membuat keduanya semakin dekat. Meski sudah sering berinteraksi, sikap pendiam Sita tidak berubah. Dia lebih banyak menunjukkan rasa sayangnya lewat perlakuan. Entah itu pelukan, atau perhatian yang lain. Dan mendapat perlakuan yang istimewa, Farani tidak bisa lebih menyayangi Sita lebih daripada itu.

"I love you so much." dan kecupan lembut mendarat di kening Farani.

avataravatar
Next chapter