49 Seorang Pasien

"Rivio baik-baik aja." hanya itu kalimat yang keluar dari mulut Raffi.

Bukan kalimat yang ingin dia ucapkan, bukan kalimat yang sudah dia persiapkan saat pertanyaan itu muncul. Beberapa saat keheningan menyelimuti meja mereka. Keheningan itu terpecahkan oleh suara HP Raffi lagi. Dengan sigap Raffi mengangkat telepon dan pergi menjauh.

"Ada apa?" tanya Lulu yang kebingungan.

"Tadi rumah sakit mana?" Farani segera bertanya.

"Nggak tau, kan lo yang angkat."

Farani mengemasi barangnya, melupakan es krim kesukaannya yang baru dia makan 2 sendok. Menghampiri Raffi, dan dengan kasar Farani menarik lengan Raffi.

"Dimana dia sekarang?" tanya Farani tanpa basa-basi.

Orang yang sedang melakukan panggilan dengan Raffi mendengar perkataan Farani.

Setelah beberapa saat, Raffi mengarahkan teleponnya ke telinga Farani agar orang di seberang dapat berbicara dengan Farani.

"Jemput abang di bandara." seseorang di ujung telepon berkata.

Suara Farani tercekat. Dia tidak tahu harus berkata apa atau bereaksi bagaimana. Dan dia juga tidak bisa berpikir jernih karena panik dan takut. Hanya air mata Farani yang menggambarkan bagaimana kekalutan yang sedang dirasakannya. Perlahan Farani menganggukkan kepalanya meski orang yang berbicara dengannya tidak bisa melihat Farani menganggukkan kepala.

Tanpa suara, Raffi menggandeng tangan Farani. Menuntunnya menuju parkiran mobil untuk menjemput Fareza di bandara.

Lulu yang tidak memahami situasinya hanya bisa diam saja. Dia juga tidak berani bertanya perihal yang terjadi. Dia memang bukan gadis yang cerdas, tapi Lulu adalah gadis yang penuh pengertian. Lulu cukup memahami bahwa saat ini ada hal penting yang tidak bisa dijelaskan.

Perjalanan dari mall menuju bandara terasa sunyi. Tak ada suara yang keluar. Mungkin juga tidak ada yang berani bersuara. Ketiganya sibuk dengan pemikirannya masing-masing.

Di ruang tunggu bandara, Fareza berusaha menenangkan dirinya. Dia tidak pernah merasakan kepanikan yang menganggu seperti saat ini. Pemikiran tentang adiknya membuat dia tidak nyaman. Seketika Fareza mengharapkan kehadiran Rere disampingnya. Andai Rere ada di sampingnya, Fareza merasa yakin bahwa pacarnya itu akan mampu menenangkannya.

'I miss you. Gue balik ke Jogja. Kalo ada waktu, mampir kesini.' Fareza hanya bisa mengirimi kekasihnya itu pesan singkat. Berharap itu dapat membuatnya sedikit tenang.

'Tumben balik lagi. Ada kerjaan atau libur?'

'Libur. Sita masuk rumah sakit.'

Rere langsung menelepon Fareza begitu membaca pesan terakhirnya.

"Are you sure?"

"Gue harap gue salah denger kabar."

Seketika Rere terdiam. Di ruangan kerjanya, rekan Rere melihat bahwa wajah Rere menjadi pucat.

Dari kejauhan tampak Raffi yang datang bersama Lulu dan adiknya. Farani terlihat pucat dan syok. Berita yang baru saja dia terima tentu membuat hatinya sakit. Dan juga membuat pikirannya sedikit kacau. Itulah yang dipikirkan Fareza saat melihat adik tersayangnya.

Fareza langsung memeluk Farani begitu dia dalam jangkauan. Tangis Farani pecah dalam pelukan Fareza. Dan tak ada seorangpun yang mampu menghentikan tangisan Farani yang terasa memilukan itu.

Demi adiknya, Fareza menemani Farani ke rumah sakit meski badannya lelah setelah menempuh perjalanan untuk sampai ke Jogja secepatnya. Melihat bagaimana keadaan Sita. Dan juga mendukung Farani agar lebih kuat.

Di balik kaca itu, tampak Sita yang terbaring. Beberapa kabel mencuat dari tubuhnya, dan juga selang. Papa Sita duduk disamping Sita, berbincang dengan Sita tanpa menampakkan ekspresinya.

Farani yang berdiri di luar kamar, memandangi Sita lewat kaca. Kali ini bahkan tak ada setetespun air mata yang keluar. Dia terdiam bagai patung.

Beberapa saat kemudian Papa Sita keluar dengan wajah sedih.

"Om." Fareza menyapa Papa Sita. Mencium tangan beliau dan memeluknya.

Biar bagaimanapun, keluarga Sita selalu memperlakukan teman-teman Sita dengan baik. Meski bukan sedarah, tapi hubungan kekeluargaan mereka kuat.

Farani juga mencium tangan Papa Sita dan memeluknya.

"Dia baik-baik aja." ucap Papa Sita sambil tersenyum. "Kamu mau masuk?"

Di dalam kamar itu, Sita seorang diri. Beberapa alat rumah sakit mengelilinginya. Dan suara alat yang ada disamping Sita membuat tubuh Farani gemetar. Lalu Farani duduk di kursi yang ada di samping ranjang Sita. Keduanya saling memandang.

"How are you?"

Sita menggenggam tangan Farani. Ingin menjawab pertanyaan kekasihnya, tapi tidak ada suara yang keluar. Sita lalu menganggukkan kepalanya.

Melihat itu, rasanya Farani ingin menangis. Tapi dia menahan dan berusaha agar tangisannya tidak pecah di hadapan Sita. Dia ingin memberitahukan Sita bahwa dia baik-baik saja dan kuat.

"I'm fine, you don't need to worry." sekali lagi Sita menganggukkan kepalanya.

Anggukan Sita sangat berharga. Dengan anggukan itu, Sita percaya bahawa dia baik-baik saja dan juga dia berusaha menunjukkan dukungannya untuk Farani.

Sepasang kekasih itu pada akhirnya hanya saling bertatapan dan saling menggenggam tangan. Meluapkan rasa rindu dalam diam.

*

Ayah dan Bunda kaget saat mendapati Fareza masuk ke dalam rumah. Seingat mereka, Fareza baru saja kembali bekerja sebulan yang lalu, dan sekarang dia sudah ada di rumah lagi.

"Kenapa abang pulang?" begitulah sambutan Ayah.

"Nggak papa, ada urusan mendadak." jawab Fareza diplomatis.

Sebisa mungkin Fareza membuat orangtuanya sibuk dengan dirinya. Itu dimaksudkan agar kedua orangtuanya tidak curiga atau menanyai Farani tentang perubahan sikapnya. Iya, sejak kembali dari rumah sakit, Farani lebih banyak berdiam diri. Bahkan dia sudah tidak tertarik lagi dengan beberapa baju dan aksesories yang tadi dia borong bersama dengan Lulu.

Di kamarnya, Farani membaringkan tubuhnya. Membuat Lulu semakin bingung harus berbuat apa.

Lulu pun merasa syok dengan apa yang baru saja dia saksikan. Sita yang beberapa hari ini tidak ada kabar ternyata berbaring lemah di ICU rumah sakit. Selain teka-teki keberadaan Sita yang terpecahkan, teka-teki Raffi yang murung juga terpecahkan. Selama ini ternyata Raffi berusaha menyembunyikan keberadaan Sita agar Farani tidak sedih.

Ya Tuhan, semoga semuanya baik-baik aja. Dan semoga ini menjadi proses pendewasaan buat kami. Itulah doa dan harapan Lulu untuk bulan ini. Karena dia sadar bulan ini adalah bulannya Farani. Dia akan berulangtahun bulan ini. Dan karena alasan itu pula dia berkunjung ke Indonesia, merayakan ulangtahun sahabatnya.

"Lu, gue tidur dulu ya. Jangan lupa matiin lampunya." pinta Farani sambil menarik selimutnya.

"Oke. Abis cuci muka gue juga mau tidur."

Lulu lalu meninggalkan Farani sendirian. Dalam kesendiriannya itu Farani berusaha memberikan afirmasi positif untuk dirinya sendiri.

'At least, Sita udah sadar. Dan sekarang dia lagi berjuang untuk sembuh.'

Air mata yang sedari tadi dia tahan akhirnya tak terbendung lagi. Dalam diamnya Farani meluapkan segala emosi yang ada dalam dadanya. Kesedihan, kekecewaan, ketakutan dan harapan. Hingga akhirnya dia tertidur karena kelelahan.

avataravatar
Next chapter