3 Lebih Dekat (1)

SMA Beethoven pagi ini tenang. Para siswa kelas XII sedang melaksanakan latihan ujian. Memang masih ada waktu lebih dari 6 bulan sebelum ujian, tapi mereka sudah mempersiapkan untuk ujian nasional.

"Huah, rasanya pengen main abis ini. Otak rasanya mulai keriting." keluh Lulu, dia sudah berusaha mati-matian mengerjakan soal latihan tadi.

"Lu, berapa lama lo selokah? Bentuk otak emang keriting." celutuk Farani yang mengikuti Lulu melakukan peregangan.

Sekolah yang sepi membuat para siswa kelas XII bisa menikmati kantin dengan tenang, karena adik kelas mereka masih pelajaran. Di bagian kantin yang lain, terlihat Raffi yang sedang sibuk membolak-balik buku catatan dan pelajaran. Wajah seriusnya menarik untuk diperhatikan, dan Farani tanpa sadar terus memperhatikan Raffi dengan seksama.

"Samperin aja kalo terpesona." goda Lulu sambil menyenggol Farani.

"Apaan sih. Emang kalo ngeliatin trus terpesona gitu?"

Raffi memang siswa yang berbeda. Dia punya wajah yang cukup tampan untuk ukuran anak sekolah, dia juga berasal dari keluarga yang secara status sosial berada diatas rata-rata. Itu sebabnya banyak siswa perempuan yang tertarik dan bahkan tergila-gila dengannya. 'Ya karena mereka nggak tau aja gimana Raffi yang sebenarnya, nggak se-charming itu' batin Farani sambil melanjutkan makan.

Farani bertemu pertama kali dengan Raffi saat mereka masih SMP, kala itu mereka berada di kelas yang sama. Raffi yang merupakan anak pindahan langsung menarik perhatian banyak orang dengan ketampanannya, dan segera menjadi anak-paling-populer di sekolahan mereka dulu. Meski sekelas, Farani dan Raffi bukan terbilang teman yang akrab. Keakraban mereka terjalin karena Raffi punya hobi main game yang sama dengan abangnya. Sejak saat itu mereka sering bertemu dan ngobrol karena abang sering bermain game bersama Raffi.

"Tau nggak sih Lu, gue dulu dilabrak sama pacarnya Raffi gegara sering pulang sekolah bareng? Padahal Raffi bareng pulang karena mau nge-game sama abang. Kan gue jadi gimana gitu ya." cerita Farani mengingat kenangan yang sedikit tidak mengenakkan. Yah begitulah masa sekolah.

"Wajar sih, orang pacarnya jarang diajak main ke rumah, nah lo yang bukan siapa-siapanya malah keluyuran di rumah dia seenak udel." Lulu terus melanjutkan makan, karena berpikir membuat dia sangat kelaparan.

"Bukan seenak udel, tapi gue diundang sama mama papanya Raffi. Kalo gue tolak kan nggak enak." bela Farani, dan memang itulah faktanya.

"Emang sapa yang mau percaya?"

'Iya juga, siapa yang mau percaya dengan perkataannya?' Farani menganggukkan kepala sambil mengangguk.

Di sisi lain kantin, Raffi yang menyadari kehadiran Farani langsung menperhatikan temannya itu. Rasanya menyenangkan walaupun hanya memandang dari jauh dan dalam diam. Tak ada seorangpun yang mengetahui perasaan yang diam-diam dia simpan untuk Farani, adik temannya yang ceplas ceplos dan kadang seenaknya sendiri.

"Raff ngapain sendirian? Aku temenin ya." sapaan seorang siswi membangunkan Raffi dari lamunan. Tiara yang cantik dan pintar duduk disebelah Raffi sambil membolak-balik buku yang sedari tadi hanya dipegang oleh Raffi.

"Nggak usah, ini udah selesai kok." Raffi memungut semua kertas dan buku yang berserakan dan segera meninggalkan Tiara untuk kembali ke kelas.

Kembali ke kelas.

Soal latian ujian masih harus dihadapi oleh siswa kelas XII. Paling tidak untuk 2 jam kedepan. Raut wajah serius terpasang wajah setiap siswa yang sedang mengerjakan soal. Berbagai ekspresi juga menghias setiap ruang kelas yang dipakai untuk latihan ujian. Seolah menggambarkan betapa kerasnya usaha mereka untuk memecahkan soal matematika yang memang rumit menurut mereka.

*

Universitas Swasta C.

Fareza dan teman-temannya berkumpul di selasar untuk melepas penat setelah kelas mereka berakhir. Siang yang terik ini membuat mereka enggan untuk keluar bermain basket seperti biasanya. Dan dikarenakan sudah jam makan siang, satu per satu membubarkan diri untuk bersantap siang atau sekedar beristirahat di kos masing-masing.

"Adek lo galak juga ya ternyata." Sita memulai pembicaraan setelah hanya tinggal mereka berdua.

"Adeknya sapa dulu dong." ucap Fareza berbangga diri.

"Udah punya pacar dia?" tanya Sita lagi.

"Kayanya sih belum. Tapi jangan harap gue bakal ngijinin lo pacaran sama dia." Fareza langsung menunjukkan kepalannya kepada Sita saat mengucapkan kata-katanya itu.

Meskipun Fareza sering bertengkar sedangan adiknya, bisa dibilang dia adalah kakak yang sangat menyayangi adiknya. Dan Fareza juga akan melakukan apapun untuk adiknya, termasuk berselisih paham dengan temannya saat mereka mengganggu Farani.

Di kejauhan Fareza melihat Rere yang berjalan kearahnya dan Sita. Perempuan itu menenteng makanan dan minuman yang tadi dipesan oleh Fareza.

"Ini pesenannya, buruan gih dimakan mumpung masih anget" katanya sembari membagikan makanan untuk kedua lelaki tersebut.

Melihat keduanya makan dengan lahap, membuat Rere merasa senang. Berarti usahanya untuk antri memesankan makanan tidak sia-sia. Terlebih melihat pacarnya makan, itu menjadi pemandangan yang selalu menarik perhatiannya. Entah mengapa, hal yang membuat Rere jatuh cinta terhadap Farezi selain sikap dan perhatiannya adalah cara makannya. Siapapun yang melihatnya, pasti akan langsung ikut merasakan kenikmatan dalam makanan tersebut dan membuat kita menjadi lapar.

"Abis ini gue mau jemput adek, trus ke toko buku lagi buat nyari referensi" Fareza membuyarkan lamunan Rere, yang segera dibalas dengan anggukan.

"Gue tunggu di rumah lo aja ya?" Sita menanggapi. Mereka bertiga masih ada kerja kelompok untuk tugas yang kemarin belum selesai.

"Oke, nanti aku bilang Bunda biar dibukain pintunya." ledek Fareza sambil bangkit membuang sampah sisa makan siangnya.

Sita juga bangkit untuk berjalan ke parkiran, mengambil motor sport-nya dan menuju rumah Fareza.

Rere yang mengikuti Fareza ke parkiran mobil langsung masuk dan memeriksa hp. "Nggak ngabarin adek dulu? Nanti takutnya adek udah pulang, kan cuma latian ujian kan hari ini."

Mengangguk, Fareza segera menelpon adiknya. Jangan sampai kejadian kemarin terulang. Fareza tidak mau membuat adik semata wayangnya itu jengkel lagi.

Setelah menutup teleponnya, Fareza menyalakan mobil dan melaju membelah jalanan menuju toko buku. "Adek udah pulang bareng sama Raffi, katanya mau belajar bareng."

"Kan, untung telepon dulu, kalo nggak kan sia-sia kita jemput adek." Rere berkata sambil sesekali membaca laporan.

Ujian tengah semester yang sebentar lagi mereka jalani membuat mereka sibuk. Entah sibuk belajar maupun sibuk mengerjakan tugas akhir yang menjadi syarat untuk ikut ujian tengah semester itu. Masih ada 2 tugas kelompok lagi yang harus mereka selesaikan. Dan tugas individu lainnya yang juga menanti untuk di selesaikan. Ini membuat mereka mengurangi quality time mereka sebagai sepasang kekasih.

'Tapi kalo dipikir lagi, emang kita ngapain kalo berduaan? Paling juga nemenin main game, kalo nggak malah aku sama Farani mainnya.' pikir Rere yang merasa kadang terabaikan oleh kekasihnya itu.

avataravatar
Next chapter