60 Keluarga Besar

"KIA BURUAN TURUN APA GUE TINGGAL NIH?!" teriakan itu memekakkan telinga.

Ayah tidak bisa membaca koran dengan tenang, sedangkan Bunda menjadi tidak khusyuk memasak.

"Sabar." Ada sahutan yang terdengar di lantai atas.

Suara langkah cepat menuruni tangga. Hampir saja jaket yang dibawa oleh gadis itu membuatnya jatuh. Setelah meletakkan semua perlengkapan sekolahnya, Kia langsung duduk dan menikmati sarapan bersama yang lain.

"Jangan marah, nanti make up-nya retak." Goda Kia, sekaligus berusaha membuat suasana hati Farani lebih tenang.

"Gue bahkan belum dandan." Farani menjulurkan lidahnya.

"Udah, buruan sarapan biar nggak telat." Bunda masih berusaha menahan amarahnya.

Kapan terakhir kali rumah ini tenang? Itu terjadi bertahun-tahun yang lalu setelah Farani lulus SMA. Dan sekarang huru-hara kembali terjadi di Beethoven 15 karena kedatangan makhluk kecil yang sekarang menjadi murid SMA. Hazkia yang merupakan adik Sita. Entah bagaimana dia bisa berakhir di Beethoven 15 sekarang.

"Kia mau Ayah anter aja?" Karena mulutnya masih penuh dengan sarapan, Kia hanya bisa menganggukkan kepalanya.

Melihat kepala yang mengangguk bagai mainan, Farani seketika langsung kesal. Kalau pada akhirnya Kia diantar ayah, kenapa dia harus menunggu anak kecil itu turun? Tanpa berkata, Farani langung mengambil tas dan keluar untuk berangkat kerja.

Entah sihir apa yang digunakan untuk membius Farani sehingga mau menerima Kia untuk tinggal bersama keluarganya. Padahal Mikha sang kakak juga ada di Jogja, dan dia hanya tinggal di rumah sendiri, rumah yang dulu ditinggali oleh Sita. Memang, pada akhirnya penyesalan terlambat datang.

Sambil mengendarai mobilnya ke tempat kerja, Farani tak henti-hentinya mendumel, meluapkan kekesalannya kepada Kia.

Tapi kalau dipikir lagi, banyak hal yang berubah sejak Kia tinggal bersama keluarganya selama dua tahun terakhir ini. Selain keluarganya lebih ramai, dia juga ada teman ngobrol saat di rumah sendiri. Bahkan kadang ada 'tukang ojek' yang bisa dimanfaatkan saat dia ingin bepergian. Semuanya memang ada sisi baik dan sisi buruknya.

Walaupun dulu Farani dan Sita hanya berpacaran, tidak bisa dipungkiri hubungan keduanya sangat baik. Bahkan kedua keluarga sekarang makin dekat. Itu sebabnya Farani ditawari untuk bekerja di perusahaan Papa Sita. Awalnya Farani ingin menolak, tapi pada akhirnya dia menyetujui dengan syarat tidak ada perlakuan khusus.

Farani tidak pernah membayangkan apa yang akan terjadi tanpa dukungan dan semangat dari orang-orang terdekatnya. Bahkan dia tidak bisa membayangkan bagaimana dia akan melanjutkan hidup saat mendengar kabar bahwa kekasihnya meninggalkan dia untuk selamanya. Lima tahun yang lalu pemikiran itu terus menggelayuti pikiran.

Dan sekarang, inilah hidup yang dijalani Farani sekarang. Menjadi wanita karir yang baru merintis karir dan menikmati hidup dikelilingi oleh orang-orang yang disayanginya.

*

Pagi itu semua aktifitas penghuni rumah Beethoven nomor 15 pindah ke hotel.

Semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Hanya Farani yang masih bersembunyi dibalik selimut dan masih bermimpi indah. Lalu tiba-tiba dia membuka matanya, segera memeriksa HP dan membuka korden kamar. Masih pagi, bahkan matahari belum menampakkan sinarnya.

"Huft, untung aja belum kesiangan."

Hari ini kakak tercintanya, Fareza, akan menikah. Momen yang sudah lama dinantikan oleh kedua orangtuanya. Tapi momen ini adalah yang paling ribet dalam hidup Farani selama 24 tahun dia bernapas. Resepsi pernikaan akan diadakan di ballroom hotel pukul 11 siang nanti.

Setelah mandi dan berganti baju, Farani segera mengendarai Pinky yang masih setia bersamanya. Dia akan ke bandara untuk menjemput sang pemilik Pinky. Tuan muda tampan itu akan tiba menginjakkan kaki tepat pukul 9 pagi dari Singapura.

Betapa waktu berlalu dengan cepat. Ini kedua kalinya Raffi ke Indonesia setelah dia lulus kuliah dua tahun yang lalu. Sekarang dia sudah bekerja di sebuah perusahaan besar di Singapura. Memang lebih dekat daripada Paris, tapi kenyataannya dia tetap jarang pulang ke Indonesia. Dan dengan mudahnya dia bilang kepada Farani untuk datang ke Singapura kalau kangen.

Masih ada waktu satu jam sebelum pesawat Raffi mendarat. Karena belum sarapan, cacing diperut Farani protes dengan gemuruh. Bakpao hangat akhirnya dipilih Farani untuk menemaninya menunggu Raffi juga segelas kopi hangat.

"Gitu ya, makan sendiri nggak bagi-bagi." Suara dibelakang mengagetkan Farani.

Uhuk uhuk uhuk uhuk.

Kopi yang baru diseruputnya tumpah, menggenangi meja dan membasahi baju Farani.

"Lo gila ya? Kaget tau!" kata Farani setelah berhasil menghentikan batuknya.

Raffi langsung memasang wajah penuh rasa bersalah. "Sorry, gue kan nggak ada niatan jahat."

Dilihatnya kemeja Farani basah karena kopi. Segera, Raffi melepas jaketnya. Dasarnya Farani memang usil, dia tidak menggunakan jaket Raffi untuk menutupi kemejanya yang basah, melainkan untuk mengelap kemeja.

"Kok lo udah disini? Bukannya harusnya masih di jalan?" tanya Farani keheranan.

"Iya, pesawatnya gue suruh ngebut biar cepet sampe." Jawab Raffi jahil.

Merasa dipermainkan, Farani langsung cemberut lalu meninggalkan Raffi. Karena kaki Raffi lebih panjang, dia dengan mudah menyusul Farani yang berjalan menuju parkiran.

"Jangan ngambek ah. Nanti itu berkerut lho jidatnya." Rayuan mulai diluncurkan.

Farani memang awalnya marah, tapi begitu melihat Raffi, dia langsung merasakan kemarahannya pergi. Bagaimana tidak, orang yang datang terakhir dari list 'orang dekat' adalah Raffi. Cengiran yang terpaksa terlihat di wajah Farani. Hanya beberapa detik, lalu wajah gadis itu kembali datar. Dia fokus mengemudikan mobilnya menuju hotel.

Satu jam sebelum acara dimulai dan Raffi baru sampai di hotel. Farani langsung berlari menuju kamarnya dan bersiap-siap. Dia harus bisa memanfaatkan waktu satu jam untuk mandi dan dandan. Apa itu cukup? Tentu, jangan panggil dia Farani kalau tidak bisa memanfaatkan waktu yang mepet.

Seharusnya Farani mendapat riasan full dan sanggul, tapi karena harus menjemput Raffi, dia menolaknya. Lebih baik menggunakan sanggul minimalis yang ringan daripada sanggul konvensional yang terlihat berat, begitulah pemikiran Farani.

Di dalam ruangan, Kia dan Lulu sedang mengobrol seru. Keduanya tampak cantik dengan gaun masing-masing. Dan riasan minimalis yang diaplikasikan keduanya membuat mereka tampak segar dan muda. Tepat pukul 11 siang, tamu mulai berdatangan. Suara gemuruh percakapan menggema di ruangan itu tanpa bisa diinterupsi.

Di pojok ruangan, Raffi menikmati makanannya dengan tenang.

"Enjoy your party?" Farani menyapa Raffi yang sudah berganti dengan jas lengkap.

"Sure. How about you?" Raffi bersikap sangat sopan.

"I'm happy for my brother." Senyum menghias bibir Farani.

"Gue nggak nyangka kalo Fareza akhirnya nikah sama orang lain. Gue kira mereka udah nggak bisa dipisahin dulu."

"Apalagi gue. Rere udah jadi bagian keluarga sejak dulu."

"Apa dia dateng?"

Farani menganggukkan kepalanya, "Iya, sama suami dan anaknya."

Dan disanalah terlihat Rere datang bersama keluarga kecilnya. Siapa yang akan menyangka bahwa orang asing yang sudah seperti keluarga dan digadang menjadi istri abangnya pada akhirnya menjadi milik orang lain. Tidak ada yang menyangka, tapi itu kenyataan.

Baru saja Farani mau memasukkan dessert ke dalam mulutnya ketika dia melihat sosok Papa Sita memasuki ruangan. Beliau didampingi oleh dua 'bodyguard' yang tampan, siapa lagi kalau bukan Yoga dan Mikha. Mendapati papanya datang, dengan centilnya Kia mendekat. Farani juga langsung meninggalkan dessert dan berhambur menyambut Papa Sita.

Kini, Farani memiliki keluarga besar yang sangat ramai. Dua Papa, satu Ayah, satu Bunda, dua adik, dua teman sebaya dan dua kakak.

avataravatar
Next chapter