1 Kehebohan di Pagi Hari

Rumah nomor 15 dengan 2 lantai, terletak di ujung perumahan, itu masih sepi. Beethoven Boulevard No. 15.

Satu-satunya aktifitas hanya di dapur. Sang ibu tengah sibuk menyiapkan sarapan, sembari sesekali berteriak membangunkan anggota keluarga yang lainnya.

"Ini udah jam setengah 7, kalian mau bangun nggak?" teriakan sang ibu menggelegar di dapur. Tapi tetap saja tidak ada sahutan dari anggota keluarganya.

Sang ayah, di kamar tidur masih bersembunyi dibalik selimut. Setelah shalat subuh, beliau kembali bergelut dengan bantal dan selimut. Sang anak laki-laki di kamar lantai atas dengan anak perempuannya. Dan sudah bisa dipastikan kalau mereka juga masih terbuai mimpi.

"Ayah, ayo cepet bangun, ini udah jam berapa? Kasih contoh yang baik dong buat anak-anaknya" sang ibu tetiba sudah berada di kamar, menarik selimut yang membungkus tubuh ayah.

Dengan cepat Ayah bangun. Ayah sudah hapal dengan gelagat istrinya, kalau tidak segera melaksanakan titah sang istri, bisa-bisa Ayah hanya akan makan malam dengan telur ceplok. "Ayah bangun, Bunda."

Misi selanjutnya adalah membangunkan kedua putra putrinya yang masih terlelap di lantai atas. Kakak beradik yang terpaut 5 tahun itu memang benar-benar kompak. Salah satu kekompakkannya adalah tidur yang ngebo.

"Abang bangun. Mau kuliah nggak?" Bunda menggoyang badan sang kakak.

"Aku libur Bunda, 5 menit lagi ya" kata sang kakak.

"Emang kalo libur nggak butuh sarapan? Mau tidur terus sampe jadwal kuliah selanjutnya?"

Dengan berat hati Abang bangun. Matanya masih berat setelah semalaman begadang menyelesaikan game dengan teman-temannya. Baru 3 jam Abang memejamkan matanya. Apa daya, lebih baik dia bangun sekarang, mematuhi Bunda-nya, daripada menderita karena dicuekin sang Bunda.

"Iya bunda cantik, anakmu sudah bangun dan otw cuci muka."

Kamar terakhir yang harus didatangi, kamar sang anak perempuan yang masih duduk di bangku SMA, kamar Adek.

"Bunda, adek udah bangun." kata Adek begitu melihat Bunda membuka pintu.

"Siap-siap trus sarapan ya. Ayah udah nunggu tuh."

"Siap bos!"

Adek punya pendengaran yang cukup bagus. Meski tengah tidur, dia bisa mendengar langkah kaki ibunya yang naik ke lantai dua untuk membangunkan mereka. Tentu saja, kebiasaan Bunda selalu membangunkan Abang terlebih dahulu sehingga dia bisa bangun sebelum Bunda marah-marah.

Pukul 06.40 WIB.

"Ayah, Bunda, Adek berangkat dulu. Bye."

Dengan sedikit terburu-buru, Adek berangkat ke sekolah. Untung jarak rumah ke sekolah tidak memakan waktu yang lama, hanya 10 menit, jadi itulah alasan Adek selalu bangun jam setengah 7.

"Ayah juga berangkat, Bunda." sang ayah berlalu sambil mencium kening istrinya.

"Hati-hati di jalan Ayah."

Tinggallah Bunda dan Abang di rumah. Melanjutkan sarapan mereka dengan tenang.

'Tuhan, sampai kapan keseruan ini berlanjut?' batin Bunda melihat keluarganya yang selalu saja membuat kehebohan.

*

SMA Beethoven.

Setelah memarkirkan sepedanya, Adek berjalan menuju kelas. Kelas XII IS 3.

"ADEK" suara menggelegar Lulu terdengar di belakang Adek. Sahabatnya itu memang tidak bisa bersuara pelan. "Hari ini mau ikut ke mall nggak? Aku sama Maya mau ke mall balik sekolah."

Berjalan ke kelas, "Nggak tau, aku bawa sepeda hari ini."

"Gampang, nanti kita anter dulu sepedanya abis itu baru cus jelan ke mall. Gimana?"

"Nggak, nanti kalo aku pulang dulu pasti nggak boleh pergi lagi sama Bunda. Pasti langsung disuruh les."

"Oh iya."

Kedua sahabat itu melanjutkan perjalanan menuju ruang kelas.

Baru saja mereka berdua duduk, bel tanda masuk berbunyi. Kelas langsung terisi penuh oleh murid-murid di kelas itu. Beberapa menit kemudian sang guru matematika memasuki ruang kelas.

"Good morning semua, kita mulai pelajaran pagi ini. Semua komplit?"

"Komplit bu." jawab murid-murid dengan kompaknya.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12, saatnya para murid menikmati jam istirahat mereka. Dengan tidak sabar, mereka berebut untuk keluar kelas. Ada yang langsung menuju kantin, toilet, atau sekedar mencari udara segar lainnya. Dan di depan kelas XII IS 3 ada sesosok murid laki-laki yang menantikan seseorang keluar dari kelas.

Begitu melihat sosok yang dinanti, Raffi langsung menyapanya, "Oi, Farani!"

Adek yang merasa namanya dipanggil langsung berhenti, begitu juga Lulu. "Hahoy Raffi. Tumben panggil nama?"

"Ah elah, masa dari jaman dulu sampe sekarang manggilnya adek mulu. Kan bosen juga mulutnya ngucap itu. Atau mau ganti nama jadi Adek aja, bukannya Farani?"

"Nggak, makasih. Mau makan aja, nggak mau ganti nama." balas Farani sambil menyeret Raffi untuk ke kantin bersama.

Raffi yang memang sudah kelaparan langsung pasrah mengikuti ajakan Farani.

Suasana kantin yang ramai membuat mereka saling berdesakan. Disinilah keuntungan Farani dan Lulu yang datang bersama Raffi, jelas Raffi akan dengan senang hati membantu mereka mengantri dan lainnya. Waktu istirahat yang hanya 30menit terasa singkat saat mendengar bel masuk berbunyi. Raffi pamit terlebih dahulu karena dia berbeda kelas dengan kedua temannya itu.

Dan sisa hari itu berlangsung tanpa ada kegiatan lain yang bermakna, kecuali pelajaran yang masuk telinga kanan lalu keluar dari telinga kiri. Farani dan Lulu pun merasakan hal tersebut.

Jam 14.00 WIB, SMA Beathoven.

Bel pulang sekolah berbunyi, semua murid yang sudah merasa bosan dengan pelajaran terakhir segera berkemas.

Untuk menarik perhatian para murid, guru akuntansi berkata sambil memukulkan penggaris ke ujung meja. "Dengar semua, jangan lupa kerjaan halaman 30 sampai 50 dan kumpulkan minggu depan."

Pak Rudy sang guru akuntansi lalu keluar kelas. Saat sampai di ujung pintu, beliau berbalik dan berpesan kepada para murid, "minggu depan bapak ijin, jadi kelas akan diisi oleh Bu Rini." Sembari berjalan kembali ke ruang guru, Pak Rudy tersenyum menikmati ekpresi wajah para murid XII IS 3.

"Ah aku juga mau ijin minggu depan." celutuk Lulu.

"Asal tugasnya dikumpulkan, silahkan ijin Lulu cantik." ketua kelas membalas sambil tersenyum cerah.

Jelas mengganti guru akuntansi memang bukan ide yang bagus, setidaknya itu menurut para murid. Apalagi Bu Rini yang menjadi guru pengganti.

avataravatar
Next chapter