51 Ini Hari Ulangtahun Gue!!

Sejak subuh Raffi sudah berkutat di dapur. Ditemani Mama yang memandu Raffi untuk membuat kue ulangtahun. Meskipun kemarin sudah belajar dan hasilnya bagus, Raffi masih merasa belum percaya diri membuat kue tanpa panduan Mama. Sesekali Mama mengoreksi pekerjaan Raffi agar hasilnya maksimal.

"Mama hari ini libur?" tanya Raffi.

Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi dan Mama masih sibuk berada disamping Raffi, memantau segalanya.

"Iya, Mama ijin biar bisa mantau kerjaan kamu bikin kue."

Sebenarnya Mama hari ini ada meeting penting, tapi demi Raffi, Mama membatalkannya. Bagi Mama yang jarang bisa meluangkan waktu, mengorbankan meeting lebih penting daripada mengorbankan anak. Karena Mama sadar, selama ini Mama sudah banyak mengorbankan waktunya bersama putra tercintanya.

Seperti kata Mama, bagian tersulit dari membuat kue ulangtahun adalah menghiasnya. Kue yang dibuat Raffi sukses tanpa bantet berkat Mama, tapi butuh waktu lebih lama untuk menghiasnya. Beberapa kali Raffi harus menghias ulang beberapa bagian yang menurut dia tidak bagus.

Mama hanya bisa tersenyum dan diam-diam mengambil gambar Raffi saat sibuk dengan kuenya.

Foto yang diambil Mama dikirimkan ke Papa. 'Pa, kita kayanya udah kudu mikir resepsi buat anak kita' begitulah pesan yang menyertai foto untuk Papa. Satu lagi, Mama mengirimkan foto itu ke Farani dengan pesan yang berbeda.

Keseriusan Raffi membuat Mama tersentuh. Betapa bahagianya siapapun perempuan yang berhasil mendapatkan hati putranya. Raffi memang bukan anak yang sempurna, tapi Mama yakin anaknya adalah pejuang yang gigih.

Masih ingat beberapa tahun yang lalu saat akan masuk SMA. Dengan ngototnya Raffi ingin bersekolah di Jogja, padahal Papa dan Mama harus segera pindah dari Jogja karena pekerjaan. Itulah awal mulanya Raffi tinggal sendiri di Jogja. Bahkan saat Papa mengajukan syarat yang cukup berat, Raffi dengan yakinnya menerima syarat itu.

"Ma udah, tolong bantuin nulisnya dong." teriakan Raffi membuyarkan lamunan Mama.

Dengan sigap Mama menghampiri Raffi, mengamati hasil jerih payah putranya dan tersenyum.

"Not bad kan?" Raffi membanggakan hasil karyanya.

"Boleh lah untuk ukuran pemula."

Tangan Mama yang sudah terlatih untuk menghias kue langsung beraksi dengan cekatan. Tak sampai 10 menit, kue sudah siap beserta dengan tulisan selamat ulangtahun.

Raffi lega hasil usahanya tak mengecewakan. Paling tidak, dia tidak akan malu untuk memberikan kue buatannya kepada Farani. Dibantu Mama (lagi), kue sudah berhasi masuk ke dalam kotak. Mengamankan kue untuk diberikan kepada sang birthday girl.

'Lo dimana? Gue mau kasih kado ultah nih.' pesan Raffi meluncur ke HP Farani.

'Abis ngampus gue mau ke rumah sakit. Ketemu disana gimana?'

'Oke. Gue jemput?'

'Oke.'

Masih ada waktu 6 jam sebelum Raffi menjemput Farani.

Memanfaatkan waktu, Raffi membantu Mama membereskan kekacauan yang dia buat di dapur. Dan juga memanfaatkan waktu yang tinggal beberapa hari sebelum dia kembali ke Paris.

"Ma, nanti kita makan siang apa?"

"Nasi padang yuk. Mama nemu yang enak di deket sini."

Raffi agak kaget dengan jawaban Mama. Dia tahu, Mama menghindari beberapa makanan yang menurut Mama tidak sehat. Tapi siapa orang yang akan menolak kenikmatan nasi padang? Apalagi rendang.

"Siap kalo gitu mah." Raffi menjawab dengan semangat.

*

Tidak ada perayaan atau persiapan yang istimewa hari ini. Bahkan bunda juga tidak menyiapkan nasi kuning atau apapun untuk hari ulangtahun Farani. Selain karena memang tidak merayakan ulangtahun di rumah, Bunda juga bisa menebak kalau putri tersayangnya itu akan merayakan ulangtahunnya bersama teman-temannya seperti tahun-tahun sebelumnya.

"Kali ini mau kemana?" tanya Bunda yang sudah melihat Farani rapi.

"Mau jenguk temen, abis itu makan sama Raffi."

Farani memang belum memberitahu Ayah dan bunda tentang keadaan Sita. Jadi sebisa mungkin dia membuat alasan yang masuk akal. Bahkan Fareza juga tidak pernah memberitahu kemana dia pergi dimalam hari saat menunggui Sita di rumah sakit.

"Bunda, Raffi pinjam birthday girl-nya dulu ya. Nanti pulang agak malam, mungkin bareng Fareza." pamit Raffi kepada Bunda.

Dengan anggukan yang mantap, Bunda mengijinkan keduanya pergi. Bunda tidak pernah khawatir saat Farani bepergian dengan Raffi. Karena baik Ayah maupun Bunda percaya kepada Raffi.

Selama perjalanan, Farani tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Mata Farani berbinar oleh perasaan bahagia karena dia akan bertemu dengan Sita. Memang Sita belum berpindah ke ruang rawat inap, tapi Farani tetap bisa menemui Sita walau cuma beberapa menit.

"Gue dapet kado apa nih?" tanya Farani bersemangat.

"Ada tuh dibelakang." jawab Raffi, menunjuk kursi belakang.

Disana terdapat dua buah bingkisan. Satu berbentuk kotak, yang satu lagi berbentuk bundar dengan ukuran yang berbeda.

"Apa aja isinya?"

"Nanti abis dari rumah sakit aja dibukanya. Kan kita nanti masih mau dinner juga kan." Raffi menggoda.

"Oke. Can't waiting."

Di rumah sakit, Fareza sudah disana bersama Papa Sita. Mereka sedang mengobrol di luar ruangan ICU. Begitu Farani dan Raffi mendekat, keduanya langsung disambut dengan hangat. Ternyata dokter sedang memeriksa keadaan Sita. Memastikan kondisi Sita stabil sebelum memindahkannya ke ruang rawat inap biasa.

Tak berselang, dokter keluar dan berbincang dengan Papa Sita, membicarakan kondisi Sita secara pribadi. Papa Sita mengikuti dokter ke ruang dokter.

Karena masih terbatas, hanya satu orang yang bisa menjenguk Sita. Baik Fareza maupun Raffi memberikan kesempatan bagi Farani. Selain karena dia kekasih Sita, ini adalah hari ulangtahunnya. Jadi bisa dianggap itu sebagai kado ulangtahun.

Di dalam ruangan, Sita terlihat pucat. Bahkan lebih pucat saat pertama kali Farani menjenguk Sita.

"All is well?"

Mendengar suara Farani, Sita membuka matanya. Menoleh dan mendapati Farani duduk disamping ranjangnya. Seulas senyum tergambar di wajah Sita meskipun itu terlihat sangat dipaksakan. Farani segera menggenggam tangan Sita.

"Hari ini gue ultah, kapan lo pulang? Biar kita bisa rayain bareng."

Selain terdengar sebagai tuntutan, perkataan Farani juga berisi harapan agar Sita segera pulih dan beraktifitas seperti sedia kala. Sita memahami maksud perkataan kekasihnya, jadi dia menganggukkan kepala, berusaha menyampaikan kata-kata yang beberapa hari ini terasa sulit dia ucapkan.

"I will."

Sekuat tenaga, Sita mengangkat tangannya berusaha menyentuh wajah Farani yang selalu bisa membuat dia merasa tenang. Melihat itu, Farani meraih tangan Sita dan mengusapkan ke pipinya. Meski tanpa kata yang membuai, itu sama saja dengan perlakuan yang paling romantis di dunia. Farani merasa menjadi ABG yang paling lebay yang pernah ada di bumi ini.

Setelah itu, dengan penuh semangat, Farani lalu mengeluarkan bingkisan dari tasnya. Itu adalah bingkisan yang diberikan oleh Sita beberapa waktu yang lalu. Saat itu, Sita berpesan untuk membukanya saat hari ulangtahunnya.

"Hari ini gue ultah kan ya, jadi boleh kan dibuka?" ucap Farani penuh harap.

Sita menganggukkan kepalanya. Meski tidak bisa melakukan apapun untuk merayakan ulangtahun kekasihnya, dia merasa bangga sudah menyampaikan kadonya beberapa hari sebelumnya.

Bingkisan itu hanya dibungkus dengan tas kertas yang sangat cantik, berwarna biru cerah yang menjadi warna kesukaan Farani. Didalamnya ada sebuah kotak yang berwarna biru juga. Seperti kotak perhiasan.

Benar saja, saat Farani membuka kotaknya, disana bersemayam sebuah cincin yang sangat cantik. Dari dulu Farani tidak pernah menyukai aksesoris apapun, bahkan anting yang seharusnya tersemat ditelinganya pun tak ada. Namun setelah melihat cincin di kotak itu, Farani langsung merasa tersentuh.

Cincin itu hanya dihiasi oleh berlian kecil yang berwarna biru. Tidak terlalu mencolok, tapi tetap terlihat cantik. Itu benar-benar apa yang dimau oleh Farani sebagai cincin nikah ataupun cincin pertunangan. Tapi terlalu dini untuk menganggap itu sebagai cincin pertunangan ataupun cincin nikah.

avataravatar
Next chapter