25 Hari Terakhir

Hari Kamis yang cerah.

Semalam, Farani sudah mengirim pesan kepada Sita, memberitahunya bahwa hari ini dia akan ke pantai dengan Raffi. Sebenarnya, Sita tidak mengijikan Farani untuk pergi dengan Raffi, tapi Sita mencoba memahami posisi pacarnya itu. Dengan berat hati, dia mengiyakan untuk membalas pesan dari Farani.

Pukul 8 pagi, Farani pamit kepada Bunda untuk pergi bersama Raffi. Ditengah jalan, mereka mampir ke minimarket untuk membeli bekal. Perjalanan 2 jam tentu bukan waktu yang singkat untuk dilewatkan hanya dengan ngobrol saja.

"Kita mau ke pantai mana?" tanya Raffi setelah dia mengemudikan mobilnya lagi.

"Lah, kan lo yang ngajakin. Masa belum ada gambaran mau kemananya?"

"Semalem sih gue udah nemu, tapi ternyata tempatnya nggak asik, jalannya susah."

"Ya udah, kalo gitu ke pantai yang nggak rame aja, biar tenang."

Raffi menganggukkan kepalanya, lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedikit didatas rata-rata.

Tiba di pantai.

Itu adalah pantai yang terakhir kali Farani datangi sebelum ujian nasional beberapa waktu lalu. Dan pantai itu menjadi favoritnya karena tidak terlalu ramai, juga ombak yang tenang.

Suara ombak yang berdebur membuat siapapun ingin berlari kearahnya. Angin yang tidak begitu kencang membuai, menerbangkan rambut Farani dengan lembut. Farani memang menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan Raffi, tapi kali ini, dia benar-benar merasa aneh. Melihat Raffi yang pendiam, itu seperti bukan Raffi yang biasanya.

Berjalan perlahan, Raffi menyusuri pantai tanpa alas kaki. Ombak yang menyapu kakinya, dia lewati begitu saja tanpa rasa tertarik sedikitpun. Kacamata hitam yang dikenakan, membuat Raffi makin misterius.

"Ada apa sih? Kok kayanya beda banget beberapa hari ini." dengan susah payah, Farani menysul Raffi berjalan dismapingnya.

"Gue rasanya berat ninggalin ini semua."

"Hei, kan ini pilihan lo. Dari dulu juga lo udah ngimpiin kuliah disana." sambil memegang lengan Raffi, Farani berusaha menguatkan temannya itu.

"Tapi ini terasa berat. Apalagi gue bakal ninggalin orang yang gue sayang."

"Mama Papa pasti tau harus bersikap kek gimana."

"Bukan soal orangtua, tapi soal orang lain." mendengar itu, Farani langsung paham, maksudnya adalah pacar.

"Bilang sama dia, tunggu 4 tahun lagi, abis itu saat lo udah sukses, datengin dia buat lamar."

Perkataan Farani ada benarnya. Empat tahun memang bukan waktu yang singkat, tapi empat tahun juga bukan waktu yang lama jika itu digunakan untuk mewujudkan cita-citanya. Masalahnya adalah, apakah empat tahun kemudian orang yang disukai oleh Raffi masih single atau sudah menjadi istri orang?

Sambil berjalan, Raffi menanggapi Farani, "I'll think about it."

"You have to tell her!"

Puas berjalan menyusuri pantai, keduanya beristirahat di bawah pohon sambil menikmati es kelapa muda. Hari sudah beranjak siang, matahari dengan teriknya memancarkan sinarnya.

Berganti lokasi, keduanya menuju pasar ikan. Baik Farani maupun Raffi sudah berjanji kepada ibu masing-masing bahwa sepulang dari pantai, mereka akan membelikan ikan segar. Itu mereka katakan dengan mantap. Tapi menjadi berbeda saat keduanya sampai di pasar ikan.

Bau ikan yang amis dan becek membuat mereka maju mundur untuk mendekat.

"Lo udah pernah belanja ikan sebelumnya?" tanya Raffi sambil menutup hidungnya. Farani hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan pasrah.

Keduanya menghela napas berbarengan. Setelah saling pandang beberapa saat, akhirnya keduanya memutuskan untuk maju.

Sedikit mengingat tips dari Bunda saat memilih ikan segar adalah bagian mata yang cerah. Tak mau menyentuh ikannya, Farani menyuruh Raffi untuk membolak-balikkan ikan, mengecek mata ikan satu per satu.

"Nggak pernah kebayang, milih ikan gini amat." keluh Farani sambil masih memegangi hidungnya.

Akhirnya, mereka mendapatkan ikan yang mereka inginkan. Meski tidak tahu begitu yakin dengan ikannya, mereka tetap merasa puas dengan hasil buruannya. Agak bau ikan tidak menyebar di dalam mobil, Raffi meminta penjual untuk membungkus ulang ikannya dengan beberapa plastik lagi.

"Ini kita nggak go green banget deh, pake plastiknya berlapis-lapis."

"Biarin, ketimbang kita pingsan di mobil." kata Raffi membenarkan tindakannya.

Perjalanan pulang.

Sesampainya di pusat kota Jogjakarta, Raffi menepikan mobilnya. "Kita mampir ke mall bentar yuk?"

"Ikannya gimana?"

"Pake ojek online aja buat anter ke rumah. Kita ngabarin Mama sama Bunda."

Setelah ikan diambil oleh tukang ojek online, Raffi melajukan mobil menuju mall terdekat. Karena bukan weekend ataupun jam sore, parkiran mall sepi. Di dalam mall pun juga sepi.

Sudah memiliki tujuan, Raffi mengajak Farani menuju sebuah store. Sebuah toko perhiasan.

"Ngapain kita kesini?" tanya Farani sedikit penasaran.

Raffi mengabaikan perkataan Farani, mengitari etalase dan sesekali menunjuk kalung yang dia lihat. "Bisa lihat yang ini mbak?" tanya Raffi kepada salah satu SPG.

"Wah, cantiknya." dengan mata berbinar, Farani memperhatikan kalung itu dengan seksama.

Setelah mendengar perkataan Farani, Raffi meminta sang SPG untuk membungkusnya. Dua menit kemudian mereka keluar dari toko perhiasan tersebut dengan Raffi menenteng bingkisan kecil berisi kalung.

Selanjutnya mereka mengunjungi gerai es krim. Ini gerai favorit Farani. Sudah berpuluh kali mereka mengunjungi gerai itu hanya untuk menikmati dua skup es krim. Apalagi es krim rasa blueberry.

Raffi menyodorkan bingkisan berisi kalung tadi kearah Farani. "As you said, empat tahun. Tunggu gue empat tahun lagi. Kalo lo single, gue bakal langsung lamar lo empat tahun lagi."

Farani menjatuhkan es krim yang ada di sendoknya, mengenai rok kesayangannya.

"Apaan sih? Lo tau kan gue udah ada Sita." dengan canggungnya Farani berkata.

"I know. Gue nggak mendoakan lo putus sama dia, tapi saat lo single, gue bakal lamar lo. Wait for me." sekali lagi Raffi menekankan kata-katanya. "Simpan kalung ini. Dan ini bukan berarti lo affair sama gue dibelakang Sita."

Masih dengan perasaan yang tidak dipercaya, Farani hanya bisa melihat bingkisan kalung yang diberikan Raffi kepadanya. Kalung itu adalah pilihannya, saat melihat bentuknya yang sedikit unik, Farani langsung jatuh hati. Tapi setelah mendengar perkataan Raffi, Farani sedikit ragu untuk mengambil kalung itu.

Di dalam hatinya, dia merasa ini bukan hal yang tepat untuk dilakukan. Apalagi dengan status dia yang sudah memiliki kekasih. Kalau bukan affair dibelakang Sita, lalu maksud perkataan Raffi untuk menyuruh Farani menunggu empat tahun lagi apa?

Sesuai janji Farani kepada Bunda untuk pulang jam 8, Raffi mengantar Farani pulang tepat jam 8 malam. Sambil menenteng bingkisan kalung, Farani berjalan masuk.

"Fa." Raffi memanggil Farani. Dengan ragu Farani menoleh. Dilihatnya Raffi berjalan ke arahnya dan tiba-tiba memeluk Farani. "I'll miss you so much."

Sekian detik yang terasa lama dalam pelukan Raffi.

Di kamar, Farani memandangi bingkisan kalung itu sekali lagi sebelum akhirnya dia masukkan ke dalam lemari baju.masih sedikit syok, Farani berusaha mencerna apa yang dikatakan oleh Raffi tadi di mall. Meminta Farani untuk menunggu empat tahun? Melamarnya saat dia masih single?

Otaknya terus berputar, dipenuhi oleh pemikiran tentang Raffi dan empat tahun yang akan datang.

'Gimana kalo gue masih sama Sita? Atau gue udah sama orang lain. Emangnya lo bakal ngapain coba empat tahun lagi?'

avataravatar
Next chapter