3 Alhamdulillah.

Setelah menutup telepon Adiba terdiam. 'Perasaan apa ini? Tiba-tiba menggelisahkan perasaan di seluruh raga. Kenapa terasa pedih hati ini, dan air mata hendak meleleh tanpa henti. Ya Allah ... Astagfirullah ... Ya Allah.' Adiba terus memegang dadanya di mana jantung itu terus berdetak semakin cepat.

Adiba beranjak dari sofa kemudian melaksanakan shalat ashar. Setelah selesai berzikir dan berdoa dia menurut kan dengan membaca Al Qur'an.

Tiba-tiba ia berhenti ketika surat Annur.

"Dalam surat ini Allah berfirman. "Wanita wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki laki yang keji adalah untuk wanita wanita yang keji pula. Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita wanita yang baik pula." (QS An Nur : 26). Sudah jelas firman Allah. Bahwa Allah memberikan jodoh berdasarkan akhlak dari hamba Nya tersebut, sebab itulah senantiasa ada nasehat bahwa setiap orang hendaknya memperbaiki diri sendiri." Adiba termenung sejenak.

"Ya Allah ... Ayat lain juga menerangkan. Laki laki yang berzina tidak menikahi melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki laki yang berzina atau laki laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang orang yang mukmin." (QS An Nur : 3). Firman Allah juga merupakan cermin dari jodoh yang Allah ciptakan untuk hambaNya. Hamba sangat yakin jika cinta hamba tepat. Aamiin." Adiba tersenyum dengan rasa yang tidak sabar karena hari pernikahanya akan segera tiba.

"Allah menghalalkan seorang laki laki dan wanita yang sholeh yaitu yang masing masing menjaga kehormatan dirinya untuk menyatukan hubungan mereka dalam ikatan yang halal. Merupakan sebuah nikmat terindah dari Allah jika dua orang yang saling mencintai bersatu dalam ikatan yang halal dengan niat beribadah kepada Nya. Selama ini aku dan dia saling menjaga. Agar halal, bahkan dia tidak berani melawan orang tua karena taku durhaka dan jauh dari ridhoMu."

Ia sangat ingat ketika ia dilamar oleh Ridwan Assidiq. Untuk sejenak dia menutup mata dan kemudian mengenang.

"Aku anak adam datang kemari untuk meminta ridho Umi dan Abi. Serta meminta Dik Adiba Azzahra. Yang juga dari kaum Hawa. Aku berniat untuk menjadikan Dik Adiba menjadi penguat imanku, dalam menjalani bahtera dan Sunnah Rasul. Untuk menemani dalam ibadah, untuk menyempurnakan sebagai umat Nabi, meneruskan generasi yang dapat mendidik akhlak, agama, keturunan dan bangsa. Dengan keturunan adam apakah saya pantas? Jika saya meminta Dik Adiba menjadi istri saya. Ridho Umi dan Abi adalah segalanya dan akan menyertai kami. Jika Abi dan Umi menolak insyaallah saya sudah siap. Namun saya berharap penuh atas ridho Umi dan Abi merestui kami. Kami insan yang yang saling cinta namun masih terjerat nafsu."

Adiba membuka mata setelah mengingat kata-kata itu, senyumnya mengembang sempurna. Bola matanya mengatakan bahwa ia sedang bahagia.

"Ya Allah. Engkau ciptakan aku dan dia dalam lembah-lembah manusia yang berlumuran dosa. Cinta kami atas jalanaMu. Aku akan tetap memasrahkan cintaku dengan takdirMu ya Robb. Namun aku takut, entahlah perasaan takut ini mem bayang bayang dan meng kebun-kebun dalam satu hari hingga terasa sakit. Semoga tidak akan terjadi hal buruk. Aamiin." Adiba mengusap wajah kemudian dia melanjutkan membaca Al Qu'ran.

Setelah beberapa saat suara dari bawah terus memanggil namanya. "Adiba ...." Suara umi membuat dia menutup Al Qur'an. Adiba segera berdiri, meletakkan Al Quran, melepas mukena meraih hijab dan siap untuk menghampiri uminya.

"Iya Umi," jawab Adiba.

Adiba menuruni anak tangga dan segera mendatangi uminya. Dengan perasaan gembira dia merangkul sang bunda dari belakang.

"Calon pengantin ... bahagianya putri Umi, Alhamdulillah ... nanti undangannya datang. Dan lihat tuh para saudara sudah datang, jadi temui mereka," pinta Umi.

"Umi, apa besok Kak Ridwan boleh datang?" tanya Adiba sambil melipat bibirnya ke dalam mulut.

"Belum boleh sayang ... pamali," ujar Umi.

"Umi ... satu menit." Adiba terus membujuk.

"Iya ... kau hanya diberi waktu lima menit, untuk bertemu dengan Ridwan. Sekalian tunjukkan undangannya," kata Umi. Senyum Adiba merekah, pipinya merona tanpa make-up. Dia pun mulai senyum-senyum sendiri.

"Sudah, sekarang temui para tamu. Itu ada Nak Akmal dan adiknya Sabrina Anaya Atiqa. Dia temannya Masmu saat di Malaysia. Dokter psikolog."

"Hih, serem," gurau Adiba, umi mencubitnya. 'Akmal? Dia ... tetangga sebelah dulu kan?' pikir Adiba dalam hati. Adiba pun tersenyum dan segera menghampiri tamunya.

"Assalamualaikum. Halo Mbak Adiba, lama tidak bertemu," sapa gadis cantik dengan suara lembut.

"Wa'alaikumsalam ... MasyaAllah kedatangan tamu tidak terduga, mari-mari. Sabrina sudah gadis begini," sambut Adiba. Kemudian dia melipat kedua tangannya untuk menyapa Akmal. Lalu memeluk Sabrina.

Adiba dan Sabrina bergurau sementara Akmal disibukkan dengan tamu lain.

"Masya Allah bidadari nya ini sudah menempel. Cantik banget," puji Sabrina kepada Adiba. Adiba hanya tersenyum.

"Memuji kepada Allah ini hanya titipan," ujar Adiba. 'Ya Allah selalu rendahkan hati hamba. Aamiin.' Doanya dalam hati. "Kamu juga sangat cantik dan elegan. Warna hijab nya juga pas dengan pipimu yang merona. Masyaallah," ujar Adiba balik memuji Sabrina.

"Alhamdulillah ... segala puji hanya bagi Allah. Maaf ya Mbak, bisanya datangnya sekarang. Sebenarnya aku sangat ingin lihat ketika ijab nanti. Hiks hiks," kata Sabrina manja. Adiba mencubit pipinya.

"Jangan seperti itu. Kan ada ponsel, bisa vidio call. Jangan lupa doanya juga ya," tutur Adiba. Sabrina hormat, kedunya tertawa.

"Aku buatkan souvenir ini untuk Mbak. Semoga suka, ini hasil kerja kerasku," kata Sabrina yang memberikan kado.

"MasyaAllah kenapa repot-repot. Tapi dengan senang hati aku akan menerimanya. Terima kasih banyak, nanti kalau kamu menikah. Aku tidak bisa buatan souvenir. Bisanya buatkan kue, hehhehe."

"MasyaAllah ... aku malah tidak bisa. Mbak keren banget deh. Muahc. Dulu kita tetanggaan ya, ingat tidak? Saat Mbak nolongin aku, karena aku belum kuat untuk mengayun sepeda. Itu masih kecil banget aku, masih unyu, hehehe," canda Sabrina. "Eh, tidak terasa kita sudah sama-sama dewasa bahkan Mbak akan jadi milik orang."

"Kamu kapan nyusul ... sudah ada belum?" tanya Adiba. Sabrina tersenyum.

"Ada apa Mbak, hehehe. Masih fokus cari kerja dulu. Masa mau ngrepotin Mas Akmal terus. Sedang Mas Akmal juga akan nikah, bisa dibasmi serangga aku nanti sama kakak ipar jika tidak mandiri." Perkataan Sabrina membuat Adiba tertawa lepas.

"Adiba selamat ya, semoga sakinah mawaddah warahmah. Aamiin. Sabrina ayo, Mas ada pasien," ajak Akmal lalu melipat kedua tangan saat pamit. Sabrina memeluk Adiba lalu ke Uminya Adiba dan mengecup punggung tangan Umi.

Sabrina dan Akmal berlalu. Adiba masih sibuk menyapa tamu lain.

Bersambung.

Hai Readers ini novel religi ya. Semoga suka.

avataravatar
Next chapter