46 46. Keguguran

Terasa gatal dan sedikit perih pada area kulit yang terlalu sering di garuk. Robby dengan setia masih saja mengusap usap lengan dan perut Lita yang berbintik bintik merah. Lita tersenyum manis menatap Robby. Kecemasan di wajah suaminya itu terlihat jelas.

"Mas! Kamu tidur sana, besok pagi kan kamu kerja. Setelah itu siang harinya kita ada jadual shooting." Ucap Lita dengan lembut.

"Kamu juga tidur ya. Ini minum dulu obatnya, biar cepat sembuh." Kata Robby sembari mengupas obat obatan yang tersedia di meja.

"Sini mas, aku bisa sendiri kok." Kata Lita sambil mencoba meraih obat obatan itu dari tangan Robby.

"Sudah, biar aku yang merawatku sampai sembuh. Karena semua ini adalah ulahku." Kata Robby dengan wajah serius.

"Oke!" Jawab Lita singkat sembari duduk bersandar di ranjang.

Robby dengan sabarnya meminumkan obat kepada Lita.

"Mas, maaf sebelumnya. Ada hal yang ingin aku tanyakan." Ucap Lita dengan suara yang terbata-bata.

Robby menatap lekat wajah istrinya lalu menangkupnya dan mencium bibir Lita.

"Ada apa?" Tanya Robby dengan tatapan mata yang teduh.

"Tapi janji Mas tidak akan marah?" Kata Lita dengan tatapan sedikit ragu.

"Tidak, ada apa?" Kata Robby dengan santainya.

"Dengan polwan cantik tadi. Mas benar-benar sudah tidak memiliki perasaan?" Kata Lita sambil menggigit bibir bawahnya dan nampak takut jika Robby marah.

"Hemm, itu. Tidaklah. Dia mencampakkan aku sayang. 3 Tahun lalu. Karena terombang ambing dan sibuk mencari pelarian. Aku melampiaskan semuanya pada hal yang buruk." Jawab Robby dengan nada datar.

"Mas, apa mas juga akan marah kepadaku. Jika ternyata aku menyembunyikan sesuatu darimu?" Ucap Lita yang kini tertunduk dan tidak berani menatap wajah Robby.

"Memang kamu menyembunyikan apa dariku?" Tanya Robby dengan wajah yang serius.

"Em, aku rasa ini saatnya Mas."

"Sebenarnya, aku dan Kakek memiliki perjanjian atas pernikahan kita. Lantaran Kakek berkata jika umurnya sudah tidak lama lagi. Sedangkan aku saat itu, membutuhkan biaya besar untuk membayar pengobatan ibuku." Kata Lita sambil menitikkan air matanya.

Robby sangat terkejut mendengar pernyataan dari mulut Lita. Matanya memandang Lita dengan tajam.

"Katakan, apa itu!" Seru Robby dengan suara yang mulai meninggi.

"Perjanjian itu menuliskan jika aku harus bertahan dengan pernikahan kita selama 7 tahun dan bersedia memberikan keturunan kepadamu." Kata Lita dengan terbata bata.

"Apa!"

"Jadi benar, kamu sama dengan mereka yang hanya memanfaatkan ku hanya karena harta?" Kata Robby dengan suara yang meninggi.

"Dengarkan aku Mas, tapi setelah kepergian ibu. Aku sadar benar, jika yang aku lakukan adalah salah. Tidak seharusnya aku menjual pernikahan." Kata Lita sambil memegang tangan Robby yang kini sudah mengepal.

"Mas, maafkan aku. Aku sudah tidak bisa menahan semua ini lagi. Aku tidak bisa terus berbohong pada suamiku." Kata Lita dengan wajah sendunya.

"Hah, Aku tidak menyangka jika kamu sama saja dengan mereka. Apa bedanya kamu dan mereka dalam hal ini? Dan kamu memintaku untuk tidak marah?" Seru Robby yang kini berdiri dan mengibaskan tangan Lita yang memegang tangannya.

"Harus berapa kali lagi aku di kecewakan oleh wanita?" Kata Robby sambil berteriak dan meninju cermin.

Pyar....!

Cermin itu pecah berkeping-keping dan berhamburan di lantai. Lita sama sekali tidak menduga jika reaksi Robby akan seperti itu. Tangan Robby kini bersimbah darah, dan matanya memandang Lita dengan tajam. Tatapan itu membuat siapapun yang melihatnya menjadi bergidik ngeri.

"Mas! Hentikan, Aku mohon jangan lukai dirimu sendiri." Teriak Lita yang melihat tangan Robby yang kini bersimbah darah.

"Apa pedulimu? Bukankah yang kamu harapkan hanya uangku?" Kata Robby dengan nada marah.

Keadaan menjadi semakin kacau saat ini. Bau anyir darah tercium menyengat karena darah Robby masih saja menetes. Lita bergegas turun dan membalut tangan Robby. Namun dengan kuatnya Robby berteriak sambil mendorong tubuh Lita kuat hingga tersungkur ke lantai dan perut Lita menghantam sudut meja.

Lita menangis kesakitan dan meremas perutnya. Lita mengerang dan mengiba memanggil nama Robby. Namun dengan emosi yang masih bertengger di kepalanya. Robby sama sekali tidak mengindahkan panggilan Lita atau melihat Lita sedikitpun.

"Mas, sakit mas. Perutku sakit mas. Mas Robby, tolong aku." Kata Lita sambil merintih menahan sakit.

Lita terus saja merintih, dan Robby yang geram kini berbalik badan dan mendekati Lita. Terlihat darah segar mengalir dari selangkangan Lita. Celana piyama berwarna putih itu kini berubah menjadi merah maroon di area selangkangan. Robby yang terkejut sekaligus tercengang melihat Lita yang meringkuk meremas perutnya.

Robby kini mulai panik dan menelfon ambulans. Tak kuat menahan sakitnya, Lita pingsan tak sadarkan diri. Robby yang semakin panik kini mulai membopong tubuh Lita. Tangan Robby yang juga bersimbah darah kini juga ikut mewarnai wajah Lita. Robby yang panik menepuk nepuk Lita dengan tangannya.

Ambulans datang, dan Lita segera di larikan kerumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Kakek Agus yang mendapat kabar dari perawat di rumah sakit segera bergegas menunggu di rumah sakit.

Kenaikan semakin pekat, ketika kakek melihat Lita yang hampir sekujur tubuhnya berdarah. Tatapan tajam Kakek Agus langsung tertuju kepada Robby.

"Ada apa by? kenapa istrimu sampai seperti itu?" Tanya Kakek Agus dengan suara lantang.

"Kami bertengkar kek." Jawab Robby singkat dengan suara yang terdengar sangat menyesal.

"Kalian bertengkar? Sampai berdarah Seperti itu? Kamu sudah gila By!" Kata Kakek Agus sambil mengepalkan tangannya dan meninggalkan Robby.

Seorang perawat datang dan menghampiri Robby karena melihat luka di tangan Robby yang masih meneteskan darah sedari tadi. Robby mendapatkan penanganan atas lukanya dan mendapatkan beberapa jahitan. Kali ini dia tidak berteriak ketakutan dengan jarum. Robby hanya terdiam dan menyesali perbuatannya. Robby sangat takut jika apa yang di lakukannya bisa berakibat fatal kepada istrinya.

Datang seorang perawat bersama seorang dokter wanita. Wanita itu adalah dokter Viona. Dokter spesialis kandungan di rumah sakit itu. Bertambah paniklah wajah Robby, mengingat mungkin apa yang di takutkannya akan menjadi kenyataan.

"Dok, istri saya kenapa dok?" Tanya Robby dengan wajah panik dan cemas.

"Saya belum memeriksanya by. Hanya saja ada keluhan pendarahan, kamu bis sikut kedalam. Ada beberapa pertanyaan yang akan saya tanyakan." Kata dokter Viona sambil mengusap pundak Robby.

Robby ikut berjalan mask beriringan dengan dokter Viona. Sesampainya di dalam terlihat Lita yang sedang bersiap untuk melakukan USG. Dokter Viona mulai menempelkan alatnya dan benar terlihat gumpalan kecil yang kini sudah berada tidak pada tempatnya.

"Kamu lihat gumpalan kecil sebesar biji kacang hijau itu by?" Kata dokter Viona sambil menatap Robby dalam.

"Iya dok, kenapa? Apa istri saya terkena penyakit serius?" Tanya Robby balik.

"Tidak, itu adalah bakal janin kalian. Usianya masih sangat kecil jadi masih berada dalam masa rawan keguguran." Terang dokter sambil terus menggeser geser alatnya.

"Jadi maksud dokter, istri saya sedang hamil dan sekarang keguguran?" Sahut Robby memotong penjelasan dokter Viona.

"Iya, Maaf kami harus melakukan kuret di rahim istri anda. Apakah istri anda pernah mengeluhkan sakit perut sebelumnya atau terbentur sesuatu di area perut?" Tanya dokter Viona yang mencari tau penyebab keguguran dari pasien yang ditanganinya.

"Tadi, tadi dia terbentur sudut meja dok." Jawab Robby dengan suara serak dan air mata yang menetes deras.

"Baiklah kami akan segera melakukan kuret, Kamu silahkan tunggu di luar." Kata dokter Viona yang kini mulai bersiap dengan peralatannya.

*Anak ku, bayi kita! Semua karena kebodohanku!* Gumam Robby di lorong ruang bersalin.

Kakek yang melihat Robby dari kejauhan lalu menghampirinya. Kakek perlahan mulai mengendalikan emosinya dan kini lebih lembut bertanya kepada Robby. Sebenarnya kakek sudah mendapat kabar dari perawat yang turut membantu proses kuret.

"Calon bayiku kek, calon bayiku!" Seru Robby dengan suara serak dan tangisnya.

"Bersabarlah by, ini pelajaran bagi kita semua. Ada apa sampai kalian berdua bertengkar Seperti itu?" Tanya Kakek Agus yang penasaran.

Mata Robby sembab karena tangisnya. Suaranya parau menyesali perbuatannya.

"Perjanjian 7tahun itu kek. Aku marah mendengar kejujuran itu darinya. Aku benci saat dia berkata semua demi perawatan ibunya." Jawab Robby yang tidak mampu bercerita panjang lebar.

"Aku yang salah by. Aku yang manfaatkan keadaan buruk istrimu kala itu. Sebab aku yakin dia adalah wanita yang baik dan layak untukmu." Kata Kakek yang kini ikut menangis menyesali perbuatannya.

Dengan cepat kabar keguguran Lita beredar di sekitaran lingkungan kerja Robby. Beberapa karyawan turut mengucapkan bela sungkawa. Pandu juga mendapatkan kabar itu dengan cepat langsung menebak keberadaan Lita yang berada di rumah sakit milik keluarga Alfiansyah.

Pandu datang bersama Bapak dan ibunya. Mereka sangat mengkhawatirkan keadaan Lita saat ini. Pandu terkejut saat melihat Robby yang duduk di lantai dengan beberapa noda darah di bajunya.

"Ndu, coba kamu tanyakan. Bagaimana keadaan mbakmu." Kata ibu Asri

"Iya, nak coba kamu tanyakan." imbuh pak Joko yang tak kalah khawatir.

"Nanti Bu, kita tunggu dokter keluar saja baru kita tanyakan." Jawab Pandu.

satu jam berlalu, akhirnya Lita selesai mendapatkan penanganan dan kini sudah berpindah ruang. Robby yang khawatir dan cemas kini mengikuti kemanapun para perawat membawa istrinya.

Setelah berbaring dan mulai sadar, perlahan Lita membuka matanya dan kembali menangis sedih.

"Sayang, kamu sudah sadar?" Tanya Robby yang cemas.

Lita diam tidak menjawab dan membuang pandangan. Tatapannya terlihat dingin dan enggan untuk melihat wajah suaminya.

"Sayang, maafkanlah aku." Ucap Robby dengan suara seraknya.

"Tidak perlu. Tidak usah kita lanjutkan lagi. Memang aku tidak ada beda dengan mereka. Ini aku kembalikan. Tidak perlu repot-repot mengurusku lagi." Kata Lita dengan tatapan kosong.

avataravatar