4 4. Perhatian Pandu

"Makanlah. Jangan sampai kamu sakit menjelang pernikahan. Besok kakek akan menyuruhmu dan Robby untuk mencari baju pernikahan." Kata kakek sambil mengunyah makanannya.

"Baju kek? dengan Robby? aku rasa dia tidak akan mau karena dia tidak menyukainya." Jawab Lita dengan sedikit takut.

"Tenang saja, dia pasti mau. Dia tidak akan berani menolak perintah kakek tua ini. Dia hanya anak yang dingin, tapi sebenarnya dia baik dan penurut serta ada sisi manja." Jawab kakek Agus sambil tersenyum simpul.

*Jika besok aku harus pergi keluar, bagaimana aku memberitahu pakde dan bude juga pandu. Mereka pasti akan bertanya tanya.* Batin Lita sambil mengaduk aduk nasinya.

Kakek melihat perlakuan Lita pada makanan di piringnya. Dengan senyum ramahnya lalu kakek berdehem untuk menyadarkan Lita dari lamunannya.

"Ehem!" Seru kakek berdehem.

Lita tersadar dari lamunannya dan melanjutkan makannya lagi. Sementara kakek tersenyum simpul melihatnya.

"Mulai besok, kamu tidak usah kerumah sakit lagi. Tapi tinggallah di apartment yang kosong. Bilang kepada pak Joko dan istrinya jika kamu akan mulai bekerja di luar kota." Kata kakek Agus serius.

"Lalu, bagaimana dengan ibuku kek? siapa yang akan menunggunya dan menjaganya disini?" tanya Lita sambil mengerutkan dahinya seperti sangat bingung akan ucapan kakek.

"Tenang saja, kakek sudah mengatur semuanya. Akan kakek berikan satu perawat yang berlisensi bagus dan terbaik untuk menjaga ibumu disini. Bagaimanapun ibumu juga adalah besanku. Jadi aku juga harus bersikap baik kepadanya." Kata kakek Agus

"Kek, harus dengan apa aku membalas kebaikanmu ini? aku sungguh berterimakasih padamu kek." Ucap Lita dengan mata yang berkaca kaca.

"Sudah, jangan menangis lagi. Sudah seharusnya aku membahagiakan cucuku kan?"

"Sudah sudah ayo makan lagi. Apa mau di bungkus juga untuk pak Joko dan istrinya?" Kata kakek Agus menawarkan.

"Tidak usah kek, nanti malah mereka semua curiga. Dapat darimana aku makanan enak seperti ini. Aku kan tidak punya uang." Kata Lita polos.

"Ya ya ya." sahut kakek Agus sambil mengangguk perlahan.

*Sebenarnya aku juga ingin memberi mereka makanan enak seperti ini. Tapi, aku rasa ini belum saatnya. Karena jika ku berikan sekarang hanya akan memancing pertanyaan dari mereka.* Batin Lita sambil menatap piring lauk yang berjajar di depannya.

Selesai makan, Lita pergi terpisah dengan kakek karena kakek Agus terburu buru untuk mengurus sesuatu. Lita kembali ke ruang tunggu dan duduk kembali di kursi panjang. Lamunan dan bayangan akan kehilangan sosok ibu selalu menghantui Lita. Air matanya selalu jatuh berlinang saat ketakutan itu berhasil menguasai pikirannya.

"Mbak, kenapa nangis?" Tanya pandu tiba tiba yang sudah duduk di sebelah Lita.

"Pandu? kamu kapan datangnya?"Tanya Lita sambil mengusap air matanya.

"Baru aja. Abis pulang kuliah mbak langsung kesini. Tadi ibu telfon, ibu ga bisa datang mbak. Bapak sedang sakit, kemarin bapak jatuh terpeleset di ladang saat sedang memanen singkong." Ujar Pandu menjelaskan sambil menyelonjorkan kakinya dan menguap karena mengantuk.

"Pakde sakit? Kamu pulang saja ya Ndu kalau gitu. Bantu ibu kan habis panen pasti repot. Aku biar disini saja menunggu ibu." Kata Lita sambil menatap serius Pandu.

"Enggak mbak, malah ibu kok yang nyuruh aku buat nemenin mbak Lita disini. Ini ada selimut sama bantal juga buat tidur mbak."

"Ini juga tadi aku beliin makanan buat mbak. Mbak kita makan bareng ya. Aku juga laper belum makan." Kata Pandu sambil mengeluarkan barang barang yang di bawanya dari tas jinjing.

*Makan lagi? bisa meledak perutku. Tapi kalau aku menolak, kasian pandu sudah capek banget bawain semua ini.* Batin Lita sambil tersenyum simpul dan membuka nasi bungkus yang dibawa oleh Pandu.

"Mbak harus makan yang banyak. Biar sehat, biar ga ikut ikutan sakit." Kata Pandu penuh perhatian.

"Iya Ndu. iya. Makasih ya. Kamu peduli dan perhatian banget sama mbak dan bude." kata Lita sambil tersenyum manis.

"Ndu, sepertinya mulai besok aku akan jarang datang kesini."

"Kenapa mbak? terus yang jaga bude kalau bapak atau ibu atau aku lagi ga ada siapa?"

"Hem, aku sudah meminta kontak dari suster disini. Aku berpesan agar menghubungi aku jika ada apa apa pada bude jika kalian sedang pergi." Kata Lita sambil menghela nafas panjang.

"Aku akan bekerja di luar kota. Aku butuh biaya besar untuk membayar pengobatan ibuku. Jika aku hanya berdiam diri di sini maka aku tak akan mendapatkan uang Ndu." Kata Lita dengan tatapan sendunya kepada Pandu.

Pandu melongok terkejut mendengar ucapan Lita. Pandu langsung menelan nasi yang sedang di kunyahnya dan mengusap bibirnya kasar.

"Iya, mbak benar. Kita semua butuh biaya yang besar. Bapak ibu juga sedang terdesak biaya untuk skripsiku. Baiklah jika itu keputusan kamu mbak. Aku akan membantu sebisa mungkin untuk menjaga bude disini." Ujar pandu sambil menunduk lesu dan pasrah oleh keadaan.

Lita dan pandu duduk bersebelahan mereka sampai ketiduran saat menunggu di lorong ICU. Tak terasa Lita meletakkan kepalanya dan bersandar di bahu Pandu. Dengan senang hati pandu menerimanya sambil tersenyum manis lalu memakaikan selimut untuk menutupi tubuh Lita. Begitu lama, hingga akhirnya Pandu pun ikut tertidur.

Pagi hari Lita terbangun dan mendapati kepalanya yang masih bersandar pada bahu pandu. Pandu merasa keram di sepanjang lengannya dan menggerak gerakkannya sesekali. Lita tersenyum sesaat lalu memijit perlahan pundak pandu. Pandu tersenyum senang menerima perlakuan Lita.

"Maaf ya Ndu, mbak ga sengaja. Malah bikin kamu kecapekan gini." Kata Lita masih memijit pundak pandu.

"Ga papa mbak, aku ikhlas kok. Mbak, ini aku ada uang buat mbak. Ini bisa buat pegangan mbak dulu. Aku tau mbak tidak punya uang sama sekali." Kata pandu sambil memberikan uang sebanyak lima ratus ribu rupiah kepada Lita.

"Pandu, ini uang apa? kok kamu punya uang sebanyak ini? dari mana?" Pertanyaan Lita memberondong dengan lancar.

"Mbak, ini uang tabungan pandu. Pandu sengaja bawa buat di kasihan ke mbak. Pandu enggak bisa ngasih banyak mbak, hanya ini. Mbak terima ya, jangan nolak." Kata pandu sambil menggenggam kan uang itu kepada Lita.

"Pandu..., makasih ya. Kamu dari dulu selalu baik sama embak. Mbak ga tau harus balas seperti apa semua kebaikan kamu ini. Terimakasih Pandu." Lita menangis tersedu sambil memeluk Pandu.

*Perhatian dan kebaikannya tak berkurang meski sekarang dia sudah tumbuh menjadi lelaki dewasa. Pandu, terimakasih atas semua perhatian dan kebaikanmu.* Batin Lita sambil melepas pelukannya dan menyeka air matanya.

"Mbak janji Ndu. mbak akan mengembalikan uang ini suatu saat nanti." Kata Lita serius.

"Iya mbak. Tapi yang jelas pandu juga ga akan pernah menagih atau menganggap ini sebagai hutang loh." Kata pandu sambil tersenyum manis.

*Pandu, perhatianmu ini. Aku titipkan ibuku padamu untuk sesaat ya* Batin Lita berbicara sambil memeluk pandu lagi.

*Mbak, andai saja kamu tau isi hatiku yang sebenarnya. Betapa senangnya aku kamu memeperlakukanku sebagai laki laki, bukan sebagai anak ingusan lagi*

avataravatar
Next chapter