20 20. Tidak marah

Hari ini adalah hari kepulangan Robby dari perjalanan bisnisnya. Lita yang bersiap menunggunya sangat khawatir jika suaminya akan marah marah seperti saat terakhir kali menghubunginya. Lita berdiri di dekat jendela besar sambil menggigit gigit bibir bawahnya dan sesekali mengetuk ngetuk kan jari jempol kakinya ke ubin.

*Pasti bakalan marah marah ini. Aku harus bagaimana ya? Aku sudah rapi belum ya?* Batin Lita sambil merapikan rambutnya.

Tak berselang lama, Robby sampai. Terdengar suara pintu terbuka, Lita langsung menoleh kearah pintu dan memeriksa. Lita menelan ludahnya saat melihat suaminya masuk kedalam rumah. Lita menjadi kikuk dan gugup, bibirnya membuka tutup seperti ingin menyapa atau bertanya tapi ragu dan diurungkannya.

Robby masuk dan langsung menuju ke kamarnya tanpa menyapa Lita. Wajah datar Robby tidak mengekspresikan seperti ada kesalahan yang terjadi. Robby masuk kedalam kamar langsung menuju ke meja rias. Di bukanya pintu rak kosmetik, tepat di pojok atas masih terletak tak bergeser dengan rapi amplop coklat. Dibukanya amplop itu dilihatnya, isi dari amplop itu masih utuh tak berkurang. Bahkan masih tersegel dengan jumlah nominal yang sama.

Robby tersenyum manis setelah melihat itu. Lita menyusul masuk kedalam kamar, lalu sebisa mungkin mencoba mengawali pembicaraan meski lidahnya kelu. Robby berjalan menuju lorong kearah kamar mandi sambil membuka jasnya.

"Sini mas, biar aku bantu." Ucap Lita gugup mengingat kesalahan yang di lakukannya saat menabrakkan honey ke sebuah pohon besar.

"Hem!" Jawab Robby sambil mengulurkan jas kotornya.

*Apa dia sudah tidak marah lagi? Tapi mengapa ekspresinya datar seperti ini.* Batin Lita sambil mengamati Robby.

Robby perlahan mulai melepas kancing kemejanya dan membuka kemeja itu. Lita masih berdiri di belakangnya. Lita terkejut saat melihat suaminya bertelanjang dada. Dengan sedikit berteriak Lita lalu memutar badannya agar tak melihat bentuk kotak kotak dan dada bidang itu.

"Aa...!" Teriak Lita kaget.

Robby tersenyum jahil dan mulai memikirkan ide ide jahil di benaknya.

"Kenapa ada apa?" Tanya Robby yang sengaja mendekat kepada Lita.

Melihat ekspresi wajah Lita yang menunduk malu membuat Robby semakin berniat untuk menjahilinya.

"Tidak apa apa mas. A.. aku keluar dulu." Jawab Lita yang menunduk malu dengan suara yang bergetar.

"O... sebentar bantu aku sekalian bawa ini ke ruang cuci baju." Kata Robby mulai menjahili Lita.

Robby menurunkan resleting dan menjatuhkan celananya begitu saja di hadapan istrinya. Lita yang melihat itu langsung spontan berbalik badan dan berlari sambil berteriak kaget. Tanpa menyadari jika di belakangnya berdiri sebuah lemari pakaian tinggi lagi kokoh. Tubuh Lita terpental karena menabrak lemari, sementara itu Robby tertawa dengan kejahilannya.

"Auh...!" Seru Lita mengaduh kesakitan sambil memegang hidungnya.

"Hahahaha....!" Tawa Robby memenuhi kamar mereka.

"Auh, sakit tau mas." Ucap Lita sembari berbalik dan kini menghadap Robby dan sambil menunduk kesakitan.

"Kamu juga sih, lari segala. Kita kan suami istri ngapain harus malu malu segala." Kata Robby.

"Malu lah, karena kita juga baru ketemu beberapa bulan dan sekarang sudah menjadi suami istri. Aku butuh waktu untuk membiasakan diri."

"Kenapa tiba tiba aku merasa seperti sedang pilek dan ingusan seperti ini ya?" Gumam Lita sambil menatap wajah Robby dan mencoba berdiri.

"Da... darah...! Hidung kamu berdarah. Ini ini pegang ini." Kata Robby yang panik melihat darah langsung berlari mengambil kotak p3k dan menyeka hidung Lita dengan kemeja putihnya.

*Seheboh itu. padahal kan cuma mimisan.* Batin Lita yang kini berdiri dan menengadahkan kepalanya ke atas sambil duduk di tepian ranjang.

Robby datang berlari membawa obat obatan dan langsung menarik tubuh Lita untuk menghadap dirinya. Terlihat jelas kepanikan dan rasa bersalah Robby. Kepanikan itu nyatanya mampu menyisihkan rasa malu diantara mereka. Tanpa sadar Robby yang hanya mengenakan celana pendek hitam, kini sedang membersihkan hidung Lita dan mengobatinya. Lita hanya diam menurut saat di obati.

"Maaf, ya aku cuma iseng saja tadi. Tidak menyangka kalau kamu akan berlari dan menabrak lemari." Kata Robby sambil membersihkan darah di hidung istrinya.

"Ya." Jawab Lita singkat dengan kepala yang menengadah ke atas.

"Sudah, kamu berbaring dulu. biar darahnya mereda." Kata Robby.

"Em." Angguk Lita perlahan.

Robby beranjak, dan kemudian pergi mandi. Sementara Lita berbaring di ranjang sambil memegang tisu untuk menyeka darah yang masih menetes.

Selesai mandi, Robby melihat Lita yang masih berbaring dan memegang tisu di hidung. Robby lantas berganti baju di hadapan Lita. Lita terkejut dan ingin berlari pergi namun dia ingat akan ucapan suaminya saat marah kemarin.

Kebutuhan apa yang sudah dia penuhi?

* Benar, kami sudah menikah secara sah. walaupun ada kontrak untuk bertahan selama 7 tahun. Tapi nyatanya, akad itu adalah akad yang sesungguhnya. Kontrak 7 tahun itu adalah sebagai penahan saja. Terlepas bagaimana aku menjalaninya, aku rasa kontrak itu akan luntur seiring berjalannya waktu dan tidak berlaku lagi.* Batin Lita sambil merebah.

*Mulai saat ini, aku harus benar benar belajar menjadi istri yang baik.* Batin Lita meyakinkan diri sendiri.

Selesai memakai baju Robby lantas mendekati Lita. Robby hanya memakai celana pendek di atas lutut dan kaos putih. Robby duduk di samping Lita.

"Sakit?" Tanya Robby tanpa menengok dan menatap lantai sambil memainkan kakinya.

"Lumayan." Jawab Lita.

"Bukan hidungmu tapi....," Tanya Robby menggantung kata katanya.

"Oh, tentu sakit. itu yang pertama buatku. Tapi sudahlah, jangan di bahas lagi. Toh juga seharusnya kau punya hak atas itu. Maafkan aku mas yang hadir sebagai istri yang tidak pernah kamu harapkan." Kata Lita meluapkan isi hatinya.

"Hemm..." Jawab Robby singkat.

"Maaf juga soal mobilmu mas. Aku akan memperbaikinya dengan uang yang kamu berikan padaku." Kata Lita yang kini beranjak berdiri sambil menenteng baju kotor Robby.

"Tunggu, tidak usah. aku bisa memperbaikinya sendiri dengan uangku. Pakailah uang yang aku berikan padamu untuk kebutuhanmu." Kata Robby sambil memegang tangan Lita yang berjalan di hadapannya.

"Mas, tidak marah?" Tanya Lita sambil memasang wajah tak percaya.

"Tidak, kerusakan mobilku tidak sebanding dengan apa yang aku renggut darimu. Aku tahu jika saat itu aku sangat emosi. Hingga aku tidak memikirkan baik dan buruk." kata Robby menjelaskan.

"Hem, sudahlah mas. Yang kamu lakukan bukanlah hal yang buruk. Kamu punyak hak sepenuhnya atas aku. Hanya aku saja yang merasa belum siap karena terlalu cepat dan kita juga belum mengenal baik satu sama lain." Kata Lita sambil tersenyum simpul menatap suaminya.

Lita berjalan keluar kamar dengan pakaian kotor yang dibawanya tanpa rasa jijik. Padahal di antara pakaian kotor itu juga ada celana dalam Robby.

*Apa? apa yang kulakukan padanya bukanlah hal buruk? Aku punya hak sepenuhnya atas dia? Apa ini artinya dia mulai berniat menjalani hubungan baik sebagai suami istri? Lalu uang itu, dia belum menyentuhnya. Dia berbeda dari mantan mantan ku yang selalu meminta barang barang mewah, kartu kredit, atau mobil. Tapi dia, aku berikan juga tak di sentuhnya. Apa uang itu kurang banyak? Tapi, kenapa aku merasa bahagia mendengar ucapannya tadi?*

avataravatar
Next chapter