13 13. Jarum suntik

"A...aaa!!"Teriak Robby dari dalam kamarnya saat dokter Martin menyuntiknya.

"hahahha, dengarkan itu kak. Suamimu berteriak teriak suaranya memenuhi seluruh lantai gedung ini." Tawa Monic mendengar teriakan Robby.

Lita dari semenjak mendapat bentakan Robby menjadi lebih pendiam lagi. seperti seolah kehilangan harga diri.

*Aku pernah berniat membalas tindakannya dan ingin menjadi iblis yang keji. Tapi kenapa aku selalu tidak bisa berpura pura tegar? Aku tetaplah aku. Pada dasarnya aku tetaplah si pemilik jiwa yang rapuh.*

"Kakak istirahat ya. Apa perlu aku temani di sini?" Tanya Monic sambil menatap lekat Lita.

"Tidak usah Monic. Kamu boleh pergi. Sedari tadi aku melihat kerinduan yang dalam di mata Farhan. Dia pasti ingin mengajakmu pergi." Ucap Lita sambil tersenyum manis.

"Ini resepnya. Saya permisi dulu Monic. masih ada pasien yang menunggu di rumah sakit. Karena anak manja itu saya malah menelantarkan pasien saya." Kata doker Martin sambil melirik arah kamar Robby seperti kesal akan tingkah Robby yang takut jarum suntik.

"Iya dok. Biar saya yang urus." Jawab Monic dengan yakin.

Dokter Martin pergi, sementara itu Farhan masih keluar untuk membeli beberapa makanan permintaan Monic. Lita masih bingung bukannya Monic bisa makan diluar bersama kekasihnya. Tetapi kenapa malah mengajak makan di ruang tamu robby.

Farhan datang menenteng beberapa kantung plastik. Monic dengan antusias menyambutnya dan menata makanan di meja makan. Sementara Lita terlihat lemas dan seperti hilang daya.

Lita merebahkan tubuhnya di sofa dan mencoba memejamkan mata. Menghirup nafas panjang dan mencoba melupakan semua kekesalan yang menumpuk di dalam dadanya.

*Kemarin adalah masa lalu, hari ini adalah kejutan, hari esok adalah masa depan. Kuatlah Lita. selagi kau tidak menyakiti siapapun. Kau sekarang adalah istrinya terimalah kenyataan itu.* Batin Lita dalam mata yang terpejam.

"Kak Lita ayo kita makan." Seru Monic mengajak Lita makan.

Lita beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri Monic.

Lita mengambil seporsi makanan dan menatanya di nampan. lengkap dengan segelas air minum. Monic terlihat keheranan hingga mengerutkan dahinya dan menatap Lita penuh tanda tanya. Farhan juga melempar pandangan yang sama kepada Lita.

"Sebentar ya, aku akan melayani suamiku dulu baru setelah itu aku akan makan. Kalian makanlah duluan." Kata Lita sambil tersenyum simpul.

Lita berjalan masuk menuju kamar Robby. Kali ini Lita tanpa berbicara dan melakukan sesuatu apapun yang mengganggu Robby karena Robby sedang tertidur pulas. Lita hanya meletakkan nampan makanan itu di meja nakas.

*Biarlah, nanti kalau sudah terbangun dia pasti akan memakannya.* batin Lita sambil berjalan keluar.

Lita kembali duduk dan mulai makan siangnya. Terjadi perbincangan hangat di antara Monic, Farhan dan Lita. Datanglah Leo dengan kakek bersamaan. Lita langsung berdiri dan menyambut kakek dengan mencium punggung tangan kakek. Kakek menerimanya dengan senyum.

"Assalamualaikum kek. Mari makan." Ucap Lita mempersilahkan.

"Kek, mau pakai yang mana?" tanya Lita mengenai menu kesukaan Kakek.

"Itu saja." Kakek menunjuk opor ayam.

Mereka berbincang hangat. Sesaat Lita mampu melupakan kekesalannya terhadap tingkah dan perkataan kasar Robby. Samar samar terdengar suara dari kamar Robby. Kakek memperhatikan suara itu dan mulai menuju kesana untuk mengeceknya.

"Bagaimana? sudah lebih baik?" Tanya kakek penuh kekhawatiran.

Robby mengangguk sambil menenggak teh hangat yang ada di nampan. Kakek tersenyum melihat Robby yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

"Robby, kakek ingin berpesan kepadamu." Ucap kakek perlahan sambil duduk di sebelah Robby.

"Apa kek?"

"Kakek ingin, mulai malam ini. Kamu dan istrimu tinggal di dalam satu atap. Untuk unit yang kosong itu, biar di tempati oleh Leo. Kakek rasa ini sudah saatnya ada orang lain yang bisa menjagamu penuh 24jam." Kata kakek Agus sambil menatap lekat Robby.

"Kek, aku bisa jaga diri. Lagian aku juga bukan bayi. Jadi aku sangat ahli dalam mengurus diri sendiri." Jawab Robby yang enggan menerima keputusan kakek.

"Oh, jadi kamu tetap ingin tinggal terpisah dari istrimu dan membiarkan istrimu di jaga oleh orang lain?"

"Apakah kamu sudah siap kehilangan sahammu? dan aset aset berhargmu?" Kata kakek santai sambil membenarkan kaca matanya.

Kakek hanya ingin Robby menjadi pribadi yang lebih baik. Bukan pribadi yang Arogant yang menyukai dunia malam. Untuk itu kakek sangat bahagia ketika akhirnya dia berhasil menemukan Lita sebagai pendamping cucunya itu.

"Ayolah kek, jangan seperti itu." Ujar Robby memelas.

*Aku, tanpa semua saham saham itu hanya akan menjadi sebuah bahan hinaan saja. Hhh baiklah tak apa aku menikah dengan wanita kampung itu, asalkan semua yang kumiliki tetap utuh.* Batin Robby pasrah.

"Baiklah, pindahkan saja dia kesini segera. Lagian kita juga sudah sah." Kata Robby sambil menarik selimut dan kembali memejamkan mata.

"Baik"

"Ada satu lagi." Kata kakek.

"Tinggal di bawah atap yang sama, ranjang yang sama. Aku sudah sangat menginginkan cucu by. Mengertilah, aku sudah tidak akan sanggup menunggu lama. Kamu paham benar kondisiku sekarang. Jadi kakek hanya ingin melihat anak kalian sebelum kematianku.'' Kata kakek sambil menitikan air mata.

"Baiklah kek, tapi aku mohon jangan pernah berkata seperti itu lagi ya!" Pinta Robby sambil memeluk sang kakek.

Acara makan malam selesai. Lita membereskan meja makan lalu mencuci piring piring kotor. Monic sedang memotong apel dan Kakek masih duduk di kursi meja makan dan menunggu Lita sampai selesai.

"Lita, malam ini kamu tidur di sini ya. Temani suamimu dia sedang sakit dan ini juga malam pertama bagi kalian. Jadi mulailah tinggal bersama dan saling mengenal." Kata kakek serius.

Lita terdiam sejenak dan memulai kembali kegiatannya mencuci piring. Monic hanya diam tanpa bicara karena bingung dengan keadaan yang sedang di alami Lita. Lita mengusap tangannya lalu menggenggam tangan kakek yang ada di meja.

"Iya kek. Kakek jangan khawatir aku akan menjaga suamiku sebaik mungkin. Kakek yang rileks saja dan beristirahat dengan baik ya." Ucap Lita sambil tersenyum dan menenangkan kakek Agus.

Rupanya sedari tadi Robby berdiri di depan pintu kamarnya dan melihat semuanya. Robby hanya terdiam lalu masuk kedalam kamar tidur tanpa ada yang menyadarinya. Mereka semua masih fokus dengan urusan masing masing.

Sampai semuanya berpamitan dan tinggallah rumah dalam keadaan sepi. Robby masih di dalam kamarnya sementara Lita masih membereskan bantal bantal sofa.

Robby berjalan keluar dari kamar dan sengaja menyenggol gelas yang ada di meja makan. Terdengar suara gelas pecah, Lita langsung menengoknya. Terlihat Robby tengah duduk di kursi meja makan.

"Bereskan!" Kata Robby sambil menatap Lita serius.

"Iya mas." jawab Lita tanpa bantahan.

"Aku suka melihatmu berlutut seperti ini dihadapan ku. Tetaplah seperti ini jadilah wanita penurut." Kata Robby berbicara sesuka hati.

*Apa sebenarnya maksud dari ucapannya?* batin Lita yang benar benar tidak mengerti dengan perkataan suaminya.

"Aduh..!" Seru Lita karena jarinya tergores beling.

"Ga usah di dramatisir. Biasa saja tak usah manja. Bersihkan sendiri lalu pakai plesternya." Kata Robby sambil pergi begitu saja dan membanting pintu kamar.

Lita terdiam dan secara tidak sadar menitikan air mata. Begitu sakit hati Lita mendapat perlakuan yang sama sekali tidak menyenangkan dari suaminya sendiri.

*Kenapa aku sangat kesal saat dia mengabaikan ku. Sebesar inikah pengaruh dari ijab Qabul. Mengikat dua jiwa menjadi satu. Maka akan lebih sensitif dan peka satu sama lain?* Pikir Lita sambil mengusap air matanya.

avataravatar
Next chapter