12 12. pernikahan macam apa.

Robby masih saja diam dan enggan memakan masakan Lita. Dari raut wajahnya, Robby terkesan sangat membenci Lita. Lita hanya merawat Robby sebaik mungkin tanpa membalas perlakuan atau perkataan Robby. rasa iba Lita mengalahkan segala bencinya.

"Aku, tadi dari spa sama kembaran kamu mas. Sama Monic." Jawab Lita jujur sambil menyiapkan beberapa obat untuk Robby.

"Ini di minum." ucap Lita sambil menyodorkan obat pereda demam untuk Robby.

"Jangan coba coba merayuku dengan kebaikan palsu dan kepolosanmu itu. aku muak!"

Tanpa di duga Robby malah menampik obat pemberian Lita. Berhamburan lah obat obatan tadi. Lita sangat terkejut dan menatap nanar Robby. Lita memungut lagi obat obat itu lalu membuangnya kedalam kotak sampah.

"Ya sudah, kalau tidak mau meminum obat. Hoamzzz!" Kata Lita yang tanpa marah sama sekali membereskan obat obat yang berserakan di lantai sambil menguap karena mengantuk.

"Yang salah siapa, yang kena semprot siapa" Kata Lita sambil berjalan dengan cueknya menuju ke kamar dan menutup pintu kamarnya.

*Sial, kenapa dia bisa setenang dan santai itu saat aku berkata buruk. Aku Hanya ingin tau atas dasar apa dia yang terpilih menjadi istriku. Kakek, sungguh aku membenci keputusanmu kali ini.* Batin Robby sambil memukul mukul bantal dan menatap tajam pintu kamar Lita.

"Hoamz, untung lagi sakit. Coba kalau enggak udah aku bales." Gumam Lita sambil merebah di ranjangnya.

Robby masih berada di ruang tamu. Kali ini nampaknya dia mulai tergiur dengan masakan Lita yang tersaji di hadapannya. Hidungnya mulai mengendus aroma wangi sup ayam itu.

Namun semua itu di urungkannya, terlalu memalukan bagi Robby untuk menelan masakan yang di buat oleh calon istrinya.

Robby memutuskan untuk pergi dan kembali kedalam unitnya sendiri. Sementara Lita sudah terlelap dan berkelana dalam mimpi.

Pagi hari, semburat hangat sinar mentari menembus tirai jendela. Robby masih terbaring dengan wajah pucatnya. Lita masuk sambil membawakan sarapan dan obat obatan. Tanpa permisi Lita masuk begitu saja dan langsung menuju ke kamar Robby.

"Bangun mas ini sarapannya." Kata Lita sambil membuka tirai.

"Tutup lagi!" Bentak Robby kuat.

Lita tersentak dan kembali menutup tirai perlahan. Lita berjalan menghampiri Robby lalu memegang kening Robby mencoba mengecek suhu tubuh Robby. Robby mengelak dan menjauhkan kepalanya dari jangkauan Lita.

"Mas makan ya. Mau makan apa biar aku masakin. Besok akad nikah kita, kalau mas belum sembuh juga bagaimana?" Tanya Lita dengan kekhawatiran.

"Bagus kan, berarti aku tidak perlu menikahimu. Kalau bisa aku mati sekalian biar kita tidak jadi menikah." Kata Robby sambil tersenyum sinis.

Betapa hancur hati dan harga diri Lita menghadapi kenyataan bahwa calon suaminya benar benar membencinya dari lubuk hati yang paling dalam. Lita berdiri mematung dan menitikan air mata. Teralalu banyak tekanan yang dia terima. Harus menerima kenyataan jika pernikahan yang akan dijalaninya hanyalah sebatas kontrak dengan sang kakek.

"Baik, jika itu maumu Robby. Kakek sudah habis kesabaran. Pak penghulu, silahkan nikahkan mereka saat ini juga. Saya tidak mau menanggung dosa lagi dari cucu yang berbuat zina." Kata kakek Agus sambil berdiri dan berkata serius.

Kakek Agus datang karena pagi ini Lita memberi tahukan jika Robby sedang sakit dan tidak mau meminum obat yang di berikannya. Kakek terdiam menatap Lita yang berdiri sambil menahan tangisnya.

Raut wajah Robby berubah menjadi murung seketika dengan aura gelap yang menyelimutinya. Kakek paham benar, semakin kakek membela lita, maka semakin jahat pula Robby menindasnya.

Kakek Agus datang bersama penghulu dengan niatan ingin memberikan nasihat nasihat sebelum pernikahan. Namun semuanya justru menjadi semakin runyam ketika kakek mendengar kata kata jahat Robby kepada Lita.

"Bagaimana, apa kalian siap?" Tanya penghulu.

"siap tidak siap lah." Jawab Robby cuek.

"Mempelai wanita? Tanya penghulu sambil melihat Lita yang mulai menyeka air matanya.

"InsyaAllah aku siap pak." Jawab Lita tanpa melihat Robby maupun kakek.

"Baik kita mulai. Nanti nasihat nasihat akan saya sampaikan setelah akad saja ya." Kata penghulu dengan sabar memberitahu kepada sepasang mempelai itu.

Seperti di dalam mimpi, pernikahan itu terjadi sebegitu cepat dan tanpa di rencanakan. Tanpa riasan dan tanpa adanya kemewahan. Saksi yang hadir pun hanya Leo, Monic, Farhan dan kakek serta ada 3 orang dari KUA yang bertugas mengurus kelengkapan surat-surat pernikahan mereka.

*Apa ini, kenapa kakek terkesan sangat memaksakan pernikahan ini. Aku tak mampu menolak mengingat keadaanya saat ini.* batin Robby menahan kecewanya atas pernikahan yang di paksakan.

Leo dengan sigap mendokumentasikan jalannya pernikahan yang terkesan darurat itu.

" Besok, tinggal melangsungkan resepsi saja." kata penghulu sambil tersenyum setelah selesai memberi banyak nasihat kepada Lita dan Robby.

Penghulu tidak banyak bertanya perihal keberadaan kerabat dan keluarga dari mempelai perempuan. Pasalnya kakek Agus sudah membuka semuanya di hadapan penghulu sebelum menikahkan mereka berdua. Namun tetap saja, perihal kontrak 7 tahun itu tetap tersembunyi secara rapi.

Monic berjalan dan memeluk erat Lita sambil mengusap usap punggungnya. Seketika Lita kembali tersadar dan langsung bergeser mengambil jarak dari sebelah Robby.

"Kenapa menjauh, kalian kan sudah sah suami istri." Kata Monic sambil tersenyum kepada Lita.

Lita dengan panik dan gugup raut wajahnya menjadi lebih pucat setelah menikah. Kebingungan itu masih bertengger nyaman di kepala Lita. Semua terjadi tanpa di duga. Begitu cepat tanpa bisa di tebak.

"Bisa kalian pergi sekarang. Aku ingin istirahat." Kata Robby mengusir semua orang dari kamarnya tidak terkecuali.

Kakek mendengus kesal lalu berbalik badan tanpa banyak bicara.

"Ayo kak, kita keluar. Sebentar lagi dokter Martin akan datang. Biar dokter saja yang mengurusnya. Kakak juga istirahat di rumah untuk persiapan besok ya." Kata Monic sambil menekankan nama Martin.

Robby langsung menyahut mendengar kata Martin.

"Apa Martin?" seru Robby dengan wajah takut.

"Iya Martin. Kan kakak ku yang tampan ini sedang sakit dan tidak mau minum obat. Jadi ku panggil saja dia untuk memberi penanganan cepat. Di suntik saja atau infus bila perlu." Kata Monic yang sengaja menguak phobia Robby terhadap jarum.

"Ga usah. ga usah. aku mau minum obat kok. Kamu, mana obat demamku tadi." Kata Robby yang memanggil Lita dengan sebutan kamu.

"Biarin kak, kita tinggalkan saja dia biar di infus. Di tusuk tusuk, di cari uratnya untuk di masukkan jarum infus. Hiihhhh..... horor!" Ledek Monic sambil menarik lengan Lita keluar kamar.

"Ya....! Ambilkan obatku saja Monic!!" Seru Robby meneriaki Monic.

"Males banget!!" jawab Monic sambil memutar malas bola matanya dan berlalu pergi.

avataravatar
Next chapter