11 11. Body spa

Prang....! Terdengar suara benda pecah terlempar dari dalam unit apartemen Robby. Lita dan Monic tidak ada di apartment, mereka pergi bersama untuk melakukan body spa. Leo senantiasa mengawal dan mengantar kemanapun mereka pergi.

"Monic, kita akan pergi kemana?" Tanya Lita sambil melihat pemandangan dari kaca mobil.

"Kita mau perawatan dulu kak. body spa dulu ya. Calon pengantin kan perawatannya harus maksimal." Jawab Monic sambil tersenyum.

"Dek, kamu sudah memberi tahu Farhan?" Tanya Leo sambil mengemudi.

"Astaga iya, aku sampai lupa sama pacar aku sendiri. Gara gara si Sabrina itu, membuat aku pusing sampai lupa dengan calon imamku." Keluh Monic yang lalu mulai memainkan ponselnya.

"Farhan, siapa dia?" Tanya Lita penasaran akan sosok Farhan.

"Dia itu adalah calon imamku kak. Sebenarnya 3 tahun lalu kami sudah hampir menikah. Tapi, kak Robby tidak memberikan ijin dan restunya. Katanya, jika dia belum menikah. Maka aku juga tidak boleh menikah. Egoiskan dia?" Adu Lita tentang sifat Robby.

"Dia tidak boleh menikah karena yang di calonkan adalah Sabrina. Coba saja yang di pilihnya wanita baik baik. Kakek tidak akan menolak lah. Pasti kakek akan merestui. Tapi ya, mungkin setelah bukti yang kita berikan. Dia menjadi bisa berfikir jernih tentang pasangan hidup yang tak harus bermodal tampang saja." Ujar Monic mencibir Robby.

"Sudah Monic. berhenti meracuni pikiran baik calon kakak iparmu mengenai saudara kembarmu itu." Kata Leo menasehati Monic yang masih manyun karena kesal dengan kejadian di apartment barusan.

"Oh, begitu." kata Lita sambil mengangguk.

"Coba saja kalau bang Leo ini benar benar kakak kandungku. Aku pasti akan berusaha keras menjodohkannya dengan kak Lita." Celoteh Monic ngawur.

"Hust. apaan sih!" Sahut Leo dengan wajah yang memerah.

Lita hanya tersenyum mendengar celotehan Monic yang baginya hanya bercanda saja.

"Serius. Kak, nanti kalau si Robby itu sia siain kakak atau nyakitin kakak. Kakak bilang sama aku sama kak Leo. Biar aku suruh kak Leo aja yang bawa kabur kakak biar jadi istrinya." Ucap Monic asal sambil menatap Lita serius.

"Ih, jangan ngawur ah." Jawab Lita mengelak dan sesekali tak sengaja bertatapan dengan Leo dari kaca spion dalam.

"Urusan pernikahan tidak segampang itu Maemunah!" Ketus Leo sambil mengacak acak rambut Monic.

"Ish... Abang ah..!" Kata Monic sambil memanyunkan bibirnya.

Lita tertawa kecil melihat tingkah Leo dan Monic. Lampu rambu lalu lintas masih merah. Mereka berhenti sampai lampu berubah hijau.

Lita yang duduk di belakang sendiri sedang Monic di bangku depan bersebelahan dengan Leo.

"Dek, Monic." panggil Leo pelan.

"Nanti kamu jagain kak Lita dulu ya sebentar. Abang ada janji mau ketemu sama kakek."

"Siap boss." Jawab Monic antusias.

"Kak boleh minta tolong, tolong videokan ibuku ya. Aku benar benar merindukannya." kata Lita dengan wajah sendu.

"Iya dek." Jawab Leo dengan senyum ramahnya.

"Abangku is the best!" kata Monic sambil mengacungkan jempolnya.

Merasakan kekhawatiran setiap saat, kesedihan dan kecemasan tentang keadaan sang ibu membuat Lita menjadi pribadi yang lebih pendiam. Lebih banyak diam dan melamun apalagi jika dia sudah memikirkan tentang pernikahan yang tidak masuk akal ini. Semua tau jika Lita adalah orang yang di pilih kakek dari kalangan biasa. Kakek Agus pun tidak menutupi asal usul Lita yang berasal dari desa.

Yang mereka jaga sekuat tenaga adalah rahasia pernikahan kontrak 7 tahun antara Lita dan Robby yang hanya Lita dan kakek yang mengetahuinya. Hal itu menjadi beban tersendiri bagi Lita. Bagaimana tidak, berbagai macam pikiran tentang kemungkinan yang akan terjadi selalu menghantuinya.

"Pergi kamu dari sini. Aku sudah tidak ingin melihatmu lagi!!" Bentak Robby dengan emosi yang memuncak.

"Sayang," ucap Sabrina memanggil Robby.

"Jangan pernah panggil aku dengan sebutan itu lagi. Aku jijik mendengar kata itu keluar dari mulut ularmu."

"Pergi! atau aku akan menghancurkan semua yang kau punya. pergi sebelum aku berubah pikiran." Ancam Robby yang membuka pintu dan mengusir Sabrina.

Sabrina pergi dengan wajah yang sembab. Airmatanya terus mengalir lancar. Sedangkan Robby melihatnya penuh dengan luapan amarah.

*Bodohnya aku. Wanita, mereka semua sama. Hanya menginginkan hartaku saja. Tidak ada yang benar benar mencintaiku. Apa itu cinta. Aku muak!* pikir Robby sambil menatap keluar jendela besar di apartmentnya.

Lita telah selesai dari perawatannya dan langsung masuk kedalam apartemennya. Betapa terkejutnya dia melihat ranjangnya berantakan. Seprei dan bedcover serta matrasnya sudah tercabik cabik mengenaskan. Mata Lita terbelalak melihat sosok Robby yang berdiri membawa sebuah gunting berdiri menghadap ranjang.

Tanpa takut Lita mendekatinya. Dari raut wajahnya Robby terlihat sangat putus asa dan membenci sesuatu yang ada di hadapannya.

Ranjang Lita itu mengingatkannya pada adegan panas semalam yang dilakukannya bersama Sabrina.

Lita paham betul betapa hancurnya perasaan Robby yang mengetahui jika selama ini dirinya hanya di jadikan sebagai penghasil uang oleh Sabrina dan kekasih gelapnya. Perlahan tanpa bersuara, Lita mendekati Robby dan melepaskan genggaman gunting dari jemarinya.

"Jangan seperti ini mas." Ucap Lita spontan tanpa mengingat jika Robby paling tidak suka di panggil mas.

Perlahan dengan lembut Lita berhasil menyingkirkan gunting itu dari Robby. Robby masih menunduk tak bergeming dan tanpa bersuara. Namun tangannya masih mengepal kuat. Nafasnya masih menderu. Lita beralih lalu mulai membereskan sprei dan bedcover yang sudah seperti kain perca itu.

"Ini, mas minum dulu." Ucap Lita sambil menyodorkan segelas air putih kepada Robby.

"Awas! Kalian para wanita sama saja. Hanya berpura pura baik dan manis tapi ternayata kalian busuk!" Ucap Robby setengah berteriak kepada Lita sambil berlalu pergi.

Lita sangat tak menyangka jika Robby akan berkata sebegitu kasar kepadanya yang tidak tau apa apa. Lita hanya bisa mengelus dada akan ucapan Robby lalu mulai membereskan kekacauan yang ada di kamarnya itu.

"Ah, untung saja ini masih bisa di pakai." gumam Lita sambil membalik matras yang bagian atasnya sudah hancur dengan ratusan tusukan gunting.

Brugh....!

Terdengar seperti suara terjatuh. Robby terjatuh tepat di depan pintu apartemen Lita. Lita seketika berlari dan membuka pintu. Didapatinya Robby sudah tergeletak lemas. Dengan susah payah Lita menarik tubuh Robby yang besar itu. Lita hanya meletakkan Robby di atas karpet bulu yang berada di ruang tamu karena Lita tak kuat mengangkat tubuh bongsor calon suaminya itu.

"Ah, badannya panas. Dia demam. Atau jangan jangan dia belum makan dari semalam." Ucap Lita lirih sambil meraba kening Robby.

Lita merawat Robby dan mengompresnya dengan air hangat. Disibakkannya rambut Robby yang menutupi keningnya. Sesaat Lita mengagumi karya ciptaan yang maha kuasa itu.

"Kalau tertidur seperti ini kamu mirip bayi mas." gumam Lita sambil tersenyum manis.

Lita sibuk memasak di dapur. Sedangkan Robby masih tertidur pulas. Berselang cukup lama, tercium wangi aroma masakan yang di buat Lita. Kali ini Lita membuat sup ayam. Perlahan Robby mulai terbangun dan membuka matanya. Di pegangnya handuk kecil yang menempel di dahinya dan di lihatnya Lita yang sedang menata meja makan dengan sibuknya.

Robby berusaha untuk bangun tetapi kepalanya sungguh terasa pusing dan berat. Robby hanya bisa merebah dan menatap langit langit serta sekeliling Lita.

"Eh, sudah bangun mas?" Tanya Lita dengan senyuman.

Robby diam tak menjawab dan tidak juga berekspresi. wajahnya datar dan terkesan malas. Lita menghampiri Robby dan membantunya untuk duduk. Robby tak menolak mengingat tubuhnya yang masih lemas.

"Mas makan ya. Ini ada wedang jahe juga biar mabuknya cepat hilang. Ini supnya di makan ya. Dari semalam sepertinya mas tidak makan sama sekali." Kata Lita sambil meletakkan makanan di atas meja ruang tamu karena Robby duduk di lantai ruang tamu.

*Dia baik. Tapi kenapa aku masih saja sangat membencinya. Padahal semua yang di lakukan Sabrina sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan dia.* Batin Robby sambil memperhatikan Lita yang menata makanan.

"Kamu tadi darimana?" Tanya Robby lirih sambil menyeruput wedang jahenya.

avataravatar
Next chapter