webnovel

3. Queen Yang Malang

"UNIN..!" Suara yang tak asing bagi Unin, memanggil namanya dari kejauhan. Satu-satunya saudara yang dekat dengan Unin sedari kecil.

Unin berlari menghampiri Queen dan langsung memeluknya. "Queen, kemana aja kamu?" Air mata keduanya tak terbendung lagi.

"Nin, nanti saja aku ceritanya. Sekarang, baiknya kita langsung ke tempatmu!" pinta Queen dengan suara lirih.

Unin merasakan kegelisahan dan ketakutan dalam diri Queen. Ia tak mau bertanya sampai sepupunya itu lebih tenang. Di dalam mobil, Queen tidak berbicara, hanya bersandar dan menatap jalanan dengan matanya yang kosong. Seolah-olah jiwanya tak ada di dalam raga yang sekarang berada disamping Unin.

Sesampainya di rumah, Unin langsung memapahnya kedalam kamar dan duduk di tepi ranjang." Aku buatin susu hangat dulu ya, biar kamu lebih tenang."

Queen hanya mengangguk dan menunggu Unin kembali dengan segelas susu hangat. Ia mulai bercerita setelah meneguk susu dalam gelas. "Maaf ya, kalau aku tiba-tiba hubungin kamu. Aku gak tahu lagi mesti lari kemana. Untung nomermu masih nomer lama."

"Kamu kenapa?" tanya Unin.

"Hampir mau sepuluh tahun aku menikah, aku gak bahagia. Malah dua tahun terakhir ini Bang Bima selingkuh. Dia juga kadang mukul aku." ujar Queen. Sontak Unin tak menyangka kalau sepupunya selama ini tersiksa.

"Tante Sundari tahu?" tanya Unin.

"Kamu tahu sendiri Nin, kalau Mama kan, lebih mentingin harta. Waktu aku bilang Bang Bima selingkuh, Mama bilang aku jangan sampai cerai. Nanti harta Bang Bima malah buat pelakor." Unin mengelus pundak sepupunya, berat sekali nampaknya beban yang Queen tanggung selama ini. Unin selalu berpikir kalau sepupunya sudah bahagia, hidup mewah karena menikah dengan seorang pengacara yang cukup ternama di Jakarta.

"Jadi, kamu kabur dari Bang Bima?" tanya Unin.

Queen mengangguk, "Aku selalu diberi asisten pribadi yang sebenarnya adalah penjaga agar aku gak kabur. Di mata orang lain, Bang Bima itu sempurna. Laki-laki yang sayang sama istri, padahal aku sering disakiti. Awal menikah, aku harus melayaninya kapanpun dia mau bahkan saat aku sedang sakit. Aku pernah hamil, tapi akhirnya harus keguguran karena Bang Bima tidak mau menahan nafsunya. Dia hypersex, Nin." Queen menangis sambil menceritakan kesakitannya selama menikahi pengacara yang manipulatif.

"Ya Ampun, Queen. Udah, kamu gak usah khawatir. Kamu boleh tinggal disini sama aku. Kamu sementara pake bajuku dulu ya. Nanti kita beli yang baru. Kamu istirahat dulu. Aku siapin dulu alat mandinya kalau nanti kamu mau mandi." Unin meninggalkan Queen di kamarnya agar bisa beristirahat.

Queenara itu perempuan pintar. Dia kuliah jurusan Kedokteran. Tubuhnya mungil,tapi kecantikannya mirip penyanyi Yuni Sara, dia terlihat elegan dan pintar. Bima membiayai sampai Queen lulus, hanya agar dilihat orang lain bahwa istrinya seorang dokter. Saat ia menikah dengan Bima, usianya baru 21 tahun. Ia dijodohkan dengan Bima karena keinginan ayah dan ibu mereka berdua. Lebih tepatnya karena bisnis.

Jam di dinding menunjukan pukul sembilan malam, Unin membangunkan Queen untuk mengajaknya makan."Queen, aku udah beliin Dimsum, Mie Ayam sama Martabak Keju Spesial."

Queen yang baru saja keluar dari kamar dan menuju meja makan. Seketika, ia tersenyum lebar melihat makanan yang ia sukai sudah siap terhidang. "Makasih Unin, kamu emang sepupu yang paling ngertiin aku. Udah lama, aku gak makan semua ini. Aku udah laper banget, nih." Tanpa menunggu lama, semua makanan itu ia santap dengan lahap hingga kekenyangan.

"Aku tuh heran, badan kecil tapi makanmu banyak. Kemana larinya, sih?" Unin menggoda sepupunya.

"Metabolisme aku tuh bagus, jadi semua larinya jadi energi, bukan lemak. Kayak kamu gak banyak makan aja," balas Queen. Ia meneguk air putih dalam gelas lalu merogoh saku celananya, "Nin, besok bantu aku jual cincin berlian ini, ya! Aku gak bawa uang banyak. Hanya ini yang bisa kumasukan dalam saku."

"Udah, simpen aja dulu. Pakai itu untuk kepentingan darurat. Aku masih bisa beliin keperluan kamu. Penghasilanku lumayan kok jualan properti, tabunganku juga ada. Aku seneng, kamu cari aku disaat kondisi kamu gak baik." jawab Unin.

"Ya ampun Nin, kamu baik banget. Aku sedih waktu tahu kamu pergi dari rumah yang dulu. Maafin juga Mamaku ya, yang bikin kamu gak mau lagi komunikasi sama keluarga kita." ucap Queen sambil meremas tangan Unin.

"Aku gak benci mereka atau tante Sundari. Cuman ya, lebih baik aku mulai hidupku yang baru juga. Harta bisa dicari, mungkin keluarga yang lain lebih butuh warisan orang tuaku. Lagian, sebelum Mama dan Papa meninggal, mereka dah bikin tabungan buatku. Aku malah sedih kamu harus nikah karena dijodohin sama Bang Bima, sedangkan aku tahu kamu gak cinta. Cuman mau berbakti aja sama Tante Sun."

"Aku berpikir, selama ini cuman Mama yang aku punya. Makanya aku nurut aja kemauan Mama saat itu. Aku juga coba jadi istri yang diinginkan Bang Bima walaupun fisik dan hatiku sakit. Aku cuma jadi tropi buat dia, yang bisa dia pajang di depan orang lain." ia menghela nafas panjang, "Aku terkadang harus keluar untuk arisan bersama istri-istri teman pengacaranya, tapi aku gak nyaman. Mereka cuma pamer perhiasan, barang mewah, liburan, aku bukan tipe seperti itu." Queen menahan tangis, mengingat semuanya, "Untung aku berhasil kabur. Aku gak bawa ponsel atau apapun, dia bisa lacak kalau aku pakai ponselku."

Sekarang Unin yang meremas tangan Queen. "Besok kita beli ponsel baru sama beli baju. Kita juga beli kebutuhan sehari-hari kamu. Kamu gak usah mikir yang berat dulu. Kamu butuh istirahat dan ketenangan. Take your time!"

"Owh iya, ada satu hal juga yang mau aku kasih tahu sama kamu. Mmmhh- aku bisa lihat mereka yang tak kasat mata." ungkap Queen.

"HAH..., maksudnya?" Unin kaget mendengar ucapan Queen.

"Iya, aku bisa lihat jin, hantu, demit, apapun sebutannya." jelas Queen.

"Turunan dari Aki Sona? Nurun ke kamu? Sejak kapan?" cecar Unin.

"Iya. Kamu tahu 'kan Aki kita dulu suka nyembuhin orang yang sakit non medis, aku juga bisa. Tapi aku harus belajar sedikit untuk ngobatin orang. Tapi aku dah bisa lihat, komunikasi dan kadang ya melawan mereka yang ghoib itu. Apalagi kalau sudah dikirimi adiknya Bang Bima." jelas Queen.

"Sri? Main dukun maksud kamu? Ngirim santet? Duh, kok serem. Emang ada masaah apa sama kamu?" tanya Unin.

"Sri emang seneng datang ke 'orang pinter' , dia kalau udah mau sesuatu atau seseorang ya datang ke dukunnya. Keluarganya gak tahu, tapi aku tahu. Dia gak suka karena Bang Bima nikah sama aku. Dia itu punya temen deket yang dulunya mau dijodohin sama Bang Bima. Kalau temannya jadi ipar, dia bisa setir kaka dan temannya itu buat menuhin semua yang dia mau. Jadi, saat aku yang jadi istrinya Bang Bima, dia berusaha nyingkirin aku. Yah gitu lah, aku juga bingung, kenapa dia sebenci itu sama aku?" Queen mengernyitkan dahinya, "Aku dari tadi lihat ada sosok cowok berdiri di belakang kamu. Tapi dia belum mau komunikasi. Wujudnya masih samar gitu, Nin."

Seketika bulu kuduk Unin berdiri, "Ah, yang bener. Jahat gak?"

"Gak sih kalau aku rasain. Dia kayak ngasih rasa ke aku kalau dia sedih." jelas Queen sambil mencoba menerka sosok tersebut.

Siapa sebenarnya sosok yang ada didekat Unin? Apa yang akan terjadi setelah sosok itu muncul?

Akan ada juga kejadian-kejadian aneh dan mistis setelah mereka berdua akhirnya bertemu kembali.

-----

Next chapter