1 1. Putus

"Kamu jahat..., kamu tega mutusin aku setelah tiga tahun kita pacaran. Aku gak mau putus!" seru gadis bertubuh tinggi berusia dua puluh lima tahun itu. Ia tak menyangka, sang kekasih yang begitu dicintainya ingin mengakhiri hubungan mereka.

"Maafin Munaf ya, Nin. Aku juga gak mau mengakhiri hubungan kita, tapi kamu tahu sendiri kalau aku gak bisa membantah keinginan Abi dan Umi." ucap Ali Munaf, lelaki tampan berparas Arab tersebut berusaha menenangkan amarah kekasihnya.

Ayunindya Xantara, gadis cantik yang biasa dipanggil Unin itu tetap menangis tersedu-sedu. Dadanya sesak akan patah hati. Bagaimana tidak, selama ini dia selalu memenuhi keinginan Ali. Menjadi kekasih yang selalu ada untuk Ali. Walau ia tahu, sekuat apapun ia berusaha, restu orang tua Ali memang hampir mustahil dia dapatkan.

"Apa kamu gak mau perjuangin aku lagi? Apa kamu mau menikah dengan seseorang yang kamu sendiri gak cinta?" tanya Unin lirih.

"Bukannya aku mau menyerah. Selama ini pun aku selalu memperjuangkan kamu dihadapan keluargaku. Tapi kamu tahu sendiri 'kan, sampai sekarang mereka gak kasih restu. Aku sayang sama kamu, Nin. Cuma kamu yang bisa bikin aku bahagia," Ali menghela nafas panjang, "Kamu boleh benci aku atau marah, aku terima. Aku emang salah udah ngecewain kamu. Aku cuma bisa berdo'a, suatu saat kamu bakal nemuin seseorang yang bisa bikin kamu bahagia. Sekali lagi aku minta maaf dah nyakitin hati kamu, Nin."

Unin menatap wajah kekasihnya dengan pilu, "Jadi, cuman sampai sini hubungan kita? Tiga tahun kita berbagi hati, berbagi kasih sayang, ternyata semu. Aku hancur, Naf. Setelah kepergian orang tuaku dan menjauh dari keluarga, hanya kamu sosok yang buat aku selalu berusaha hidup lebih baik. Menjadi seseorang yang bisa kamu banggakan didepan keluargamu, ternyata semua sia-sia."

Ali membelai wajah kekasihnya dengan wajah muram, "Unin, aku akan sayang kamu selamanya. Walau aku menikahi Zulfa, hanya kamu yang ada di hati aku sampai kapanpun. Kamu harus percaya itu, sayang aku sama kamu itu beneran. Tiga tahun ini bukan semu semata, tapi hari-hari bahagia selama hidup aku. Kamu selalu jadi pacarku yang menyenangkan, sabar, selalu ada buatku. Kalau perlu, nanti saat sudah menikahi Zulfa, aku akan meminta agar aku bisa poligami dan kamu bisa jadi istriku."

Unin langsung membelalakkan matanya, bagaimana bisa kekasihnya berpikiran seperti itu. Selama ini dia selalu menyanjung pribadi Ali. Lelaki yang setia, ramah dan baik hati. "Apa kamu gila, Naf? Aku gakkan pernah mau di poligami. Kenapa kamu malah jadi aneh gini? Kamu udah bukan Ali Munaf yang aku cintai selama ini. Udahlah, bagaimanapun aku memang gak pantas buat kamu!" Unin mencoba meredam emosinya. "Ini semua gak mudah buatku. Tapi aku harus ikhlas lepasin kamu buat Zulfa sebagai baktimu sama Abi dan Umi. Percuma juga aku tetap kukuh dan mencoba. Dari awalpun aku sudah tahu hari ini akan tiba. Walau aku selalu mengharapkan suatu hari nanti, Abi dan Umi akan kasih restu buat aku. Ternyata, itu cuma mimpi. Aku harus relakan impianku sirna. Aku harap kamu bahagia sama pernikahan kamu. Aku akan berusaha ngelupain semua yang udah kita lalui. Aku gak bisa lagi mengharap buat jadi orang yang kamu sayang seperti sebelumnya. Aku akan hapus semua pertemanan kita di sosial media dan di ponselku."

Unin pertama kami berkenalan dengan Ali saat ia sedang mencari mobil untuknya bekerja. Kebetulan, Ali adalah pemilik dealer yang Unin datangi. Saat itu, Ali sendiri yang membantu Unin memilih mobil yang akhirnya akan dia kendarai. Pribadinya yang hangat tentu membuatnya jatuh cinta. Tak butuh waktu lama akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih. Namun, orang tua Ali hanya memperbolehkan Ali menikahi gadis dengan keturunan suku yang sama. Apalagi Unin sendiri adalah anak yatim piatu bahkan sudah merasa sebatang kara saat orang tuanya meninggal akibat kecelakaan. Disaat memulai kehidupan barunya, Ali selalu ada untuk mendengar keluh kesah Unin dan memberi dukungan sebagai kekasih yang baik.

Ali menggengam erat tangan kekasihnya, "Kok gitu, aku kan bilang, aku cuman sayang sama kamu, Nin. Aku..., aku...,"

"Udah, jangan rusak pandangan aku tentang kamu selama ini. Tetaplah jadi Ali yang setia, baik dan bisa menghargai wanita." Unin menyeka air mata yang membasahi pipinya dan melepaskan genggaman tangan Ali. Rasanya, saat ini ia ingin loncat dari atas bukit yang sedang ia datangi sekarang. Ia ingin menghilang dari hadapan kekasihnya. Semangat hidupnya seketika padam, tapi dengan kepribadian Unin yang mandiri dan kuat, ia berusaha meredam emosinya yang sedang bergejolak. Mereka sedang berada di sebuah bukit dengan pemandangan kota Bandung dibawahnya. Di atas bukit ini, tempat mereka berdua memulai hubungan asmara mereka. Disini juga, kisahnya berakhir dengan Ali.

-----

Seminggu berlalu, Unin berusaha menyibukkan diri agar tidak terpaku pada Ali dan patah hatinya. Saat ia sedang memposting foto untuk kepentingan pekerjaannya, ia pun menggeser layar ponselnya untuk melihat postingan lainnya yang ada di beranda aplikasi biru. Ia tercekat saat melihat bahwa salah satu temannya dulu, memposting acara pernikahan mewah bertuliskan, [Selamat menempuh hidup baru ya, Ali Munaf dan Zulfa Hajeera.]

Banyak foto-foto yang di abadikan temannya tersebut. Unin merasakan dadanya sesak seketika. Bagaimana bisa Ali terlihat sangat bahagia sedangkan ia menyatakan bahwa ia tidak mencintai Zulfa.

Ada akun bernama Zulfa yang berkomentar, [Makasih ya semuanya buat do'a kalian. Maaf, gak bisa bales satu-satu.]

Unin langsung masuk ke akun milik Zulfa. Unin menggeser layar ponselnya dan mendapati postingan yang semakin membuatnya sesak. Air matanya tak terbendung lagi. Unin membuka foto dan video yang di posting Zulfa saat mereka menikah kemarin, [Akhirnya, hari ini datang juga. Aku bahagia banget sudah sah menjadi seorang istri. Walau hanya tiga bulan kita dekat dan mengenal satu sama lain tapi aku sudah menetapkan hati, kamulah yang akan jadi imamku Ali Munaf. Dari awal kita bertemu, kamu selalu mengatakan bahwa akulah wanita yang kamu cari selama ini. Akhirnya kita dipersatukan dalam ikatan sakral ini. Bimbing aku wahai imamku, jadikanlah keluarga kecil kita menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah, Warahmah. Aamiin. I Love You 'till Jannah.]

Hatinya semakin terasa sakit membaca tulisan Zulfa. Ia dibohongi oleh lelaki yang paling ia percayai. Saat emosinya memuncak, tak sadar ia berucap dalam hati, "Aku gak akan maafin kamu, Naf. Kamu udah bohongin aku. Aku pikir, selama ini kamu lelaki yang setia. Kamu terpaksa menikah karena permintaan orang tua. Nyatanya, kamu bilang kalau Zulfa adalah wanita yang kamu cari selama ini? Terus, kamu anggap aku ini apa? Sampai mati, kamu gak akan bahagia karena udah nyakitin aku. Tunggu karma kamu, Naf!"

-----

avataravatar
Next chapter