3 Bab 2

Cinta berawal dari mata lalu kemudian akan turun kehati dan terkadang akan hilang tanpa ada yang mengetahuinya.

*****

Gadis berlari menyusuri koridor kampusnya. Pagi ini ada jadwal kuliah yang mengharuskan mahasiswanya mempresentasikan tugas yang di buatnya. Dengan susah payah Gadis berlari sambil memegang buku diktat kuliahnya dan tas punggung yang berat karena di isi laptop.

Gadis duduk manis di bangku belakang mendengarkan kawan sekelasnya membawakan presentasi tugas. Di sampingnya Devi duduk dengan santai sesekali memainkan pulpen di tangannya.

"Oke. Selanjutnya...Gadis silahkan presentasikan tugasmu."

"Iya bu."

Gadis segera berdiri membawa bahan presentasinya ke depan. Gadis dengan luwes membawakan tugasnya dan menyampaikan dengan pelan hingga pendengarnya mengerti. Memberikan jawaban yang memuaskan jika ada pertanyaan tentang presentasinya atau menjelaskan kembali bagian yang tidak di mengerti.

"Sekian presentasi dari saya. Saya ucap terimakasih untuk perhatian kalian yang bersedia mendengarkan presentasi saya dari awal hingga akhir."

Tepukan tangan mengakhiri presentasi Gadis. Gadis kembali ketempat duduknya dan mendengarkan dosen yang mengulas kembali bahan yang di presentasikan. Hingga jam kuliah selesai.

"Sekian kuliah dari saya. Terimakasih. Selamat siang."

"Siang buuuu," jawab serempak.

"Eh Dis habis ini mau kemana lo?!" tanya Devi setelah dosennya keluar.

"Gak tau Dev mungkin ke perpus bikin tugasnya Mr.Rahman. Kenapa?!"

"Gak papa gue cuman tanya. Nanti bareng ya kalo lo ke perpus."

"Ya udah ayo sekarang," ajak Gadis dan beranjak dari kursinya.

"Tapi ke kantin dulu ya gue haus banget," pinta Devi dengan puppy eyes.

"Iya iya gak usah melas gitu juga wajahnya. Gue juga haus. Ya udah yukk buruan jam ke dua juga masih lama."

"Oke ayooo cussss."

Devi dan Gadis keluar kelas dan berjalan menuju kantin. Memesan minuman dan makanan yang mereka inginkan. Makanan yang mereka pesan sudah terhidang di hadapan mereka. Di tatapnya makanan yang menggoda dan mereka bergegas memakan hingga piringnya bersih. Mereka beranjak dari kursinya setelah menyelesaikan makan dan bergegas menuju perpustakaan kampusnya.

Gadis menyusuri lorong perpustakaan kampusnya. Memilih buku yang akan di gunakan untuk menyelesaikan tugas dari Mr.Rahman. Tiga buku tebal di bawanya ke tempat duduk saat dia menaruh tasnya. Mulai membolak balikkan kertas-kertas di buku mencari materi yang di perlukan. Mencatat di binder kuliahnya, merangkum yang penting untuk penunjang tugasnya.

"Hoaammm.....," Gadis menguap dan merentangkan tangan setelah tugasnya selesai. Melirik jam yang bertengger manis di pergelangan tangan kiri. Kurang satu jam lagi kuliah berikutnya akan di mulai. Gadis beranjak dari tempat duduk dan mengembalikan buku yang di ambil ke rak dan di susunnya dengan rapi.

"Yuk Dev ke kelas. Kuliah Miss Noor sebentar lagi," ajak Gadis.

"Kosong Dis Miss Noor," jawab Devi sambil merapikan bukunya dan memasukan salam tas ranselnya.

"Sumpeh lo?!" jawab Gadis semangat.

"Iye lahh. Yukk mendingan sekarang kita balik dari pada bengong ntar kesambet lho."

"Oke yukk cusss," Gadis menggait lengan Devi dan berjalan keluar perpustakaan menuju halte bus.

☆☆☆☆☆

"Iya iya saya lagi di jalan."

"..."

"Di sini macet."

"..."

"Oke saya usahakan."

Tut.

Ndurrrttt.....ndduuurrrttttt...

"Eh kenapa nich mobil."

Abimanyu menepikan mobilnya di pinggir jalan. Membuka kap mobilnya mengecek kerusakan di mobilnya. Namun setelah di buka Abimanyu hanya bisa memandanginya karena dia tidak mengerti sama sekali soal otomotif. Ya meskipun sebagian laki-laki menyukai otomotif tapi itu tidak berlaku untuk Abimanyu.

Dia pikir hobi seperti itu membuang uang. Mending uangnya untuk membeli buku yang lebih bermanfaat karena buku jendela dunia dari pada untuk otomitif yang setiap hari selalu ada yang terbaru. Belum ada acara modifikasi yang menguras uang cukup fantastis.

Abimanyu memencet-mencet ponsel layar sentuhnya. Berkali-kali di meletekan ponselnya di telinga tapi dia tidak berbicara sepertinya orang yang di telpon tidak menjawab panggilan darinya. Dengan wajah kesal Abimanyu mondar mandir di depan mobilnya. Langit putih berubah menjadi abu-abu menandakan akan turunnya hujan.

Gemuruh dan petir saling bersautan. Abimanyu begidik ngeri mendengarnya. Jika saja dia ada di rumah saat ini pasti dia sudah bersembunyi di balik selimut tidurnya yang tebal. Meringkuk dalam-dalam seperti kepompong. Ya meskipun Abimanyu memiliki badan yang kekar dia juga mempunyai ketakutan sendiri apa lagi kalo bukan petir. Jangan heran kalo Abimanyu benci dengan hujan karena jika hujan pasti ada petir.

"Huh...busnya lama banget yaaa," gerutu Devi sesampainya di halte.

"Iya tumbenan ini lama. Mana mendung lagi mau hujan."

Baru selesai berucap yang di bicarakan datang. Hujan turun secara perlahan membasahi bumi. Abimanyu berlari menuju halte di dekat dia menepikan mobilnya. Bau segar dari tanah akibat guyuran hujan menentramkan jiwa. Gadis menikmati saat hujan turun memberikan berkah bagi kehidupan. Mengadahkan tangannya menerima rintikan hujan.

Percikan air yang bersentuhan dengan tangannya mengenai wajahnya membuat Gadis tersenyum senang. Tersenyum senang seperti anak kecil yang menerima permen kesukaannya. Tanpa Gadis sadari, di sudut halte ada seseorang yang memperhatikan tingkah lakunya seperti anak kecil.

"Ihhhh...Dis lo kayak anak kecil dech mainan air hujan gitu."

"Seru kali Dev. Cobaain dech di jamin lo bakal ketagihan."

"Ogak ahh. Males banget dech," jawab Devi acuh.

Hujan semakin deras. Gadis merapatkan jaketnya dan duduk di samping Devi setelah selesai dengan aksi anak kecilnya. Duduk diam sambil menunggu bus datang yang semakin lama karena hujan. Di sudut lain seseorang yang tak henti-hentinya memperhatikan Gadis duduk sambil tersenyum-senyum sendiri.

Abimanyu memperhatikan Gadis dengan seksama. Melihatnya bermain air seperti anak kecil terlihat lucu. Sepertinya gadis ini menyukai hujan pikir Abimanyu.

Abimanyu melihat Gadis seperti menemukan senter di dalam kegelapan hatinya. Merasa nyaman meskipun hanya menatapnya. Teduh hatinya karena senyuman dan tawa Gadis. Ingin rasanya dia menjamah Gadis dan merengkuhnya tapi di urungkannya karena dia hanya pria asing.

Kriiinggggg.

Ponsel Abimanyu berdering. Abimanyu merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya. Mengusap tombol hijau dan menempelkannya di telinga.

"Hallo."

"..."

"Saya lagi di halte. Mobil saya mogok waktu mau saya benerin malah hujan."

"..."

"Oke oke kamu handle aja."

Tut.

Abimanyu mengedarkan pandangannya. Mencari sosok Gadis di tengah kerumunan orang di halte bus yang sempat teraliahkannya. Namun sosok itu sudah menghilang di barengi dengan deru mesin bus yang meninggalkan halte. Abimanyu mendesah kecewa karena pemandangan yang indah baginya sudah tidak ada.

"Besok aku akan kembali lagi dan menunggunya di halte ini," batin Abimanyu.

Langit sudah berhenti menurunkan airnya. Abimanyu mendongakan kepalanya menatap langit yang hitam pekat. Bibirnya melengkung ke atas menampilkan senyum menawannya. Kilasan gambaran tadi siang memenuhi pikiran Abimanyu. Rasanya tidak sabar menunggu hari esok.

☆☆☆☆☆

"Gadissss.....Ayo turun kita makan bareng," teriak ibu.

"Iya bu sebentar."

Gadis segera turun setelah mendengar perintah ibunya.

"Abang belum pulang bu?!"

"Belum Dis."

"Ya udah Gadis telpon dulu bu."

Tut.Tut.Tut

"Hallo abang lagi dimana?!"

"Abang masih di jalan Dis. Kenapa?!"

"Ya udah Gadis tunggu di rumah ya bang kita makan malam bareng."

"Males ahhh abang."

"Abang kok gitu sich sama Gadis. Gak sayang lagi sama Gadis," rajuk Gadik.

"Gadis kok ngomongnya gitu sich. Abang itu sayang banget sama kamu sama ibu sama bapak juga meskipun bapak suka marah-marah," sanggah Ardan.

"Bapak marah-marah juga karena kelakuan abang yang suka mabuk pulang ke rumah pagi hari."

"Abang kayak gitu karena abang punya alasana dek."

"Apapun alasan abang gak seharusnya abang kayak gitu."

"Kamu kok jadi ceramahin abang sich dek."

"Ya abang juga di kasih tau kayak gitu."

"Udahlah dek abang lagi di jalan ini ceramahnya nanti aja oke."

"Gadis tunggu di rumah kalo dalam waktu 30 menit abang gak nyampai di rumah Gadis gak mau bikinin susu putih hangat lagi buat abang."

"Yahh kok ngancemnya gitu sich Dis."

"Biarin."

Tut.

"Gimana Dis?! Abangmu mau makan malam bareng kita?!" tanya bapak.

"Mau pak. Abang lagi di jalan ini udah Gadis ancam tadi," ucap Gadis bangga sambil menepuk dadanya.

"Emang hebat anak bapak," jawab bapak sumringah.

"Iya donk anak siapa dulu hahaahah."

"Kenapa ini kok kayaknya seneng banget bapak sama Gadis?!" tanya ibu yang baru datang dari dapur membawa sup jagung kesukaan keluarganya.

"Ibu bu Gadis berhasil bujuk Ardan buat makan malam bareng kita," jawab bapak bahagia.

"Oh yaa....Ibu senang kita bisa makan bersama lagi seperti dulu sebelum Ardan memulai kebiasaannya mabuk-mabukan," ucap ibu sedih.

"Sudah bu jangan sedih nanti Gadis yang buat abang seperti dulu lagi. Gadis janji bu," ucap Gadis menghibur ibunya.

Ceklek.

Suara pintu di buka. Ardan memasuki rumahnya dengan gontai. Penampilan yang awalnya rapi berubah menjadi berantakan. Jas yang di tenteng dengan tas. Dasi yang sudah di longgarkan. Kemeja yang sudah keluar dari batasnya dan lengan kemeja yang sudah di gulung sampai ke siku. Ardan melepaskan sepatunya dan menaruhnya sembarangan karena sudah terlalu lelah.

Gadis yang mengetahui abangnya sudah datang tersenyum sumringah. Bapak dan ibunya juga terlihat bahagia. Gadis berlari menuju ruang tamu untuk menyambut abang tersayangnya. Mengambil tanganya dan menciumnya dengan sayang. Gadis segera menggamit lengan abangnya dan menuntunya menuju ruang makan dimana bapak dan ibunya menunggu.

"Assalamualaikum," ucap Ardan dengan berjalan menuju meja makan. Mencium tangan kedua orang tuanya.

"Waalaikumsalam," jawab bapak dan ibu.

Bapak mengusap lembut penuh sayang kepala Ardan saat Ardan mencium tangan bapaknya. Sedangkan ibunya memeluk putra sulungnya dengan penuh rindu. Tak di duga ibu nya meneteskan air mata. Ardan yang menyadari segara melepaskan pelukan ibu nya. Gadis dan bapak yang melihatnya juga merasakan haru biru antara ibu dan anak. Seperti acara tali kasih dengan judul ibu menemukan anaknya yang hilang.

"Kenapa ibu menangis?!" kata Ardan sambil mengusap air mata ibu nya.

"Ibu merindukanmu nak," jawab ibu dengan isakan.

"Ahh ibu seperti Ardan pulang dari rantau saja sampai membuat ibu menangis rindu."

"Ibu rindu Ardan ibu yang dulu. Sayang keluarga, penurut."

"Maaf kan Ardan bu."

"Berubahlah nak," ucap ibu sambil mengusap kepala anaknya lembut.

"Ardan akan berusaha bu."

"Ahhhh kenapa jadi melow gini sich," teriak Gadis.

Ibu, bapak dan Ardan seketika menoleh ke arah Gadis.

"Ibu sama bang Ardan mau pelukan terus?! Gak ada cita-cita buat makan malam gitu?!" protes Gadis.

"....hahahahaha...ternyata adik abang udah laper banget yaa."

"Iyalah bang. Oh ya abang punya utang penjelasan sama Gadis."

"Apa dek?!"

"Nanti aja setelah makan," di jawab anggukan oleh Ardan.

Mereka akhirnya memulai acara makan malam sederhana di ruang makan mereka. Dengan menu seadaanya namu mampu membuat yang melihatnya tergiur dan menyantapnya dengan lahap. Ramai riuh canda tawa sebagai pengisi kesenyuian malam.

"Semoga selalu seperti ini...Semoga," batin Gadis

*****

avataravatar