1 Rukha Salayya

Suasana hening menyelimuti ruang makan saat sebuah keluarga menikmati sarapannya.

Sesekali hanya terdengar gesekan garpu dan pisau yang saling berlaga dan mempertahankan.

Kicauan burung yang seakan bernyanyi terdengar seiring dengan heningnya keadaan. Interior ruang makan yang sangat kelasik tertata dibagian dinding dan meja makan, memperlihatkan bahwa tuan rumah memiliki selera seni yang baik.

Bunga mawar putih dengan kelopak bermekaran dirangkai dalam vas kayu yang dibaluti benang goni bewarna coklat tua menambah kesan indah ditengah meja.

Meja makan jati yang cukup besar untuk diisi oleh tiga orang penghuni rumah.

Lelaki paruh baya dengan postur badan ideal bergaris wajah tegas dan berkarisma duduk dikursi utama meja, ia menikmati makanannya tanpa memperhatikan sekitar seolah sedang berada sendiri diruang itu.

Ialah Darto Semirang Sandjaya kepala keluarga Sandjaya yang juga seorang pengusaha tekstil tersohor didaerahnya. Bahkan usahanya sudah merambah kepasar Internasional.

Tepat disamping kanannya duduk seorang wanita paruh baya berparas cantik khas wanita Turkey yang tidak lain adalah istrinya bernama Hanum Zulaikha Sandjaya. Ia juga terlihat menikmati makanannya namun sesekali melihat kearah suaminya untuk mencari-tahu barangkali suaminya membutuhkan sesuatu.

Dan disisi depan Hanum, seorang gadis berambut panjang tebal bergelombang duduk yang juga sedang menikmati sarapannya.

Rambut coklat tuanya terurai indah bagaikan gelombang lautan menari lembut disaat tiupan angin pantai yang sedang bersahabat.

Ditambah kain bercorak bunga daisy terikat membentuk pita dibagian atas belahan rambut dan menyisakan rambut bagian depan yang dibiarkan terurai menambah kecantikannya.

Seperti hamparan padi yang tersusun rapi nan indah, begitu pula alis tebalnya tersusun lebat dibagian depan dan semakin mengerucut diujung bagai mata pedang yang siap menebas siapa saja yang menghalangi.

Hidungnya yang mancung bisa membuat siapa saja iri ketika melihatnya. Bibirnya sedikit tebal dengan garis tegas ditengah bibir atas yang menghubungkan antara garis hidung seolah membentuk gunung simetris.

Bola matanya bak dasar laut yang tidak bertepi berwarna biru tua dan gelap. Semakin menyelam semakin kita merasa ada hal besar yang tersimpan didalamnya.

Bulu mata lentik nan tebal menambah keindahan mata yang penuh rahasia. Gaun cream bercorak bunga daisy yang dipadukan dengan kain renda mengikuti warna gaun membaluti tubuhnya. Gaun yang kontras dengan warna kulitnya bagai taman bunga daisy yang sedang bermekaran pada musim salju.

Ia adalah putri tunggal Darto Semirang Sandjaya dan Hanum Zulaikha Sandjaya bernama Rukha Salayya.

Gadis yang memiliki garis keturunan Indo-Turkey ini tidak sedikit pun mengikuti garis wajah ayahnya yang asli Indonesia bersuku Jawa.

Rukha menyuap makanannya dengan perlahan dan hikmat. Pandangan datar yang tidak lepas dari menu sarapannya. Gaya anggun yang ditawarkannya memperlihatkan bahwa ia terlahir dari keluarga kelas atas.

"Kau membutuhkan sesuatu mas?" tanya Hanum pada Darto sambil mengoleh dan menatap wajah Darto.

"Aku sudah selesai" Darto berkata sambil berdiri tanpa menghiraukan pertanyaan Hanum.

Darto meninggalkan ruang makan bergegas untuk berangkat bekerja. Bersamaan dengan itu Hanum juga meninggalkan ruang makan untuk menyusul Darto, sebelumnya ia melemparkan sedikit senyuman kepada Rukha, dan Rukha membalas dengan senyuman seolah memberikan kehangatan yang penuh arti.

Rukha sendiri diruang makan yang semakin terasa keheningannya. Ia melanjutkan kunyahannya yang sempat terhenti dan meminum setaguk teh hijau hangat yang sudah tersedia disamping piring makannya. Tatapan yang penuh arti terpancar dari raut mata Rukha.

*****

Meja rias klasik diletakkan tepat di samping jendela berukuran besar. Sinar matahari pagi akan langsung masuk membiasi se-isi kamar melaluinya.

Rukha duduk sambil memegang sisir didepan cermin rias yang dihiasi pinggiran jati yang terukir berbentuk oval.

Sejenak ia mengadahkan wajahnya keatas merasakan hangatnya mentari pagi yang menyapa dan membuat kekuatan baru didalam hati dan jiwanya.

Ia memejamkan mata dan menarik napasnya perlahan seakan melepas segala penat. Kemudian perlahan ia membukanya kembali dan memandang pantulan dirinya dalam kaca rias. Rukha mulai menyisir rambut panjang bergelombang yang tampak lebih indah dibawah pancaran cahaya mentari pagi.

Sedikit alat rias yang tersusun dimeja rias gadis berumur 18 tahun ini. Hanya ada beberapa perona bibir, botol parfum dan sebuah tempat yang berbentuk bulat, sepertinya wadah bedak tabur yang tampak sesekali dipakainya.

Namun, disamping kiri meja riasnya terlihat syal-syal rajut dan beberapa kain panjang berukuran setengah meter, selebar dua jari yang sudah dijahit rapi. Bercorak bunga dan warna-warna polos seperti hitam, putih, abu-abu dan coklat tersusun rapi digantungan. Itu adalah beberapa koleksi syal dan bando pita miliknya.

Ia sangat suka menghiasi rambut indahnya dengan pita yang dibuatnya sendiri. Dari sisa-sisa bakal baju, Rukha memanfaatkannya untuk menjadi bando pita yang nanti akan disesuaikan dengan pakaian yang dikenakannya.

Sebagai seorang anak pengusaha tekstil Rukha memiliki selera fashion yang bagus. Ia sering melihat model-model baju disurat kabar atau majalah sebagai inspirasinya.

Lalu ia merancang sesuai dengan imajinasinya dan membawa hasil rancangan kepada tukang jahit langganannya.

Tok…tok…tok…

"Rukha, bolehkah ibu masuk?"

Rukha meletakan sisirnya dan ia bergegas membuka pintu kamarnya.

"Tentu ibu."jawab Rukha sambil membuka pintu kamar dan memberi senyuman kepada Hanum.

"Kau sedang menyisir rambutmu? Sini biar Ibu bantu." Hanum mengatakan sambil tersenyum dan menuntun Rukha duduk kembali dikursi meja riasnya.

"Ibu selalu mengetahui apa yang tengah aku lakukan." Rukha berkata sambil melihat pantulan Hanum didalam cermin dan mereka saling memandang satu sama lain kemudian tersenyum bersama.

Hanum menyisir rambut Rukha dengan penuh kelembutan.

"Bagaimana ibu tidak tahu, belahan rambutmu masih terlihat acak anakku."

Mereka sama-sama kembali tersenyum.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang?"

Hanum kembali bertanya sambil perlahan-lahan menyatukan rambut Rukha dibagian tengah kepala.

Hanum mengetahui kebiasaan anak perempuan sematawangnya. Jika ia sudah menata rambutnya kembali setelah selasai sarapan, maka ada-hal yang akan dikerjakannya, seperti mengurus bunga ditaman kecilnya, menjahit atau merajut. Tak jarang ia membantu para pekerja mengurus ulat sutra bahkan ia membantu pekerjaan rumah yang lainnya.

Tidak membutuhkan waktu yang lama, Hanum sudah membentuk bulatan sanggul dan menyisakan sedikit anak rambut pada bagian yang berdekatan dengan telinga kanan dan kiri. Hanum juga mengikat bando pita pada bagian bulatan sanggul kecil untuk memperindah penampilan anak perempuannya.

"hari ini aku akan melakukan banyak hal ibu, sebelum keberangkatan ku ke Yogyakarta."

Tangan Hanum yang tadinya sibuk mengikat bando pita tiba-tiba terhenti dan bibir yang sedikit tertarik membentuk senyuman kecil kini sudah tidak tersenyum lagi. Wajah Hanum berubah menjadi datar dengan tatapan murung.

Rukha menggenggam tangan Hanum yang masih terdiam dipita sanggulnya. Sambil berdiri dan ia melontarkan senyuman yang lebar kepada Hanum.

"Ibu, bukankah kita sudah membicarakan hal ini sebelumnya. Jika kau seperti ini bagaimana aku bisa tenang nantinya dalam perjalanan."

Hanum kembali tersenyum sambil memandang wajah Rukha dan membenarkan rambut Rukha yang tidak berantakan.

"Ibu hanya sedikit terkejut mengingat lusa adalah hari keberangkatanmu anakku. Ya sudah bergegaslah dengan rencanamu hari ini".

Hanum mengatakannya sambil tersenyum.

Kemudian Hanum membalikan badan dan menarik senyumnya sambil berjalan keluar menuju pintu. Ia terdiam sejenak menggenggam erat knock pintu kamar Rukha yang sudah ditutupnya dari luar. Hanum menarik napas panjang sambil memejamkan matanya dan tanpa sadar butiran air jatuh kepipinya.

Didalam kamar Rukha masih berdiri diposisi ketika Hanum meninggalkannya.

'Percayalah ibu, suatau hari nanti. Setelah kepulanganku, Segalanya akan berubah. Aku yakin kehangatan itu akan menghangatkan kita pada setiap ruang dan waktu, hingga rasa kosong dan dingin yang sudah membeku ini bisa larut dan menghilang.'

Ucap Rukha dalam hati.

Rukha meneteskan air mata dalam diamnya.

avataravatar
Next chapter