10 Tanpamu... Berat Ya Ternyata ,

Dya menghirup udara pagi ini dengan suasanan hati yang sulit untuk dijelaskan.

Kemarin dia baru saja mengucapkan selamat tinggal pada Mas DHani , orang penting di hidupnya saat ini.

Hari ini, dia harus menata hati untuk melangkah maju ke depan tanpa menghiraukan sosok itu lagi.

SULIT. NAMUN HARUS.

Langit begitu biru.

Matahari bersinar terang , seperti sedang tersenyum lembut ke segala arah.

Dya menghempaskan tubuhnya ke atas rumput di taman kampus yang memang sering jadi tempat pelampiasan para mahasiswa yang lelah menghadapi kejamnya dunia ini (wolloohhh).

Dia memejamkan matanya , melepaskan seluruh beban di hatinya. Ingin rasanya berteriak sekencang mungkin dan menangis sejadi-jadinya hanya supaya dia merasakan sedikit kelapangan... namun tidak mungkin di tengah hiruk pikuk kampusnya ini.

Tiba-tiba...

"Dya, lagi apa disini?" Kia memandangi sahabatnya itu heran dengan sikap Dya belakangan ini yang sok melankonis gini. Tidak seperti Dya yang selalu ceria, usil dan tegar dalam kesehariannya.

"Aku lagi patah hati, sakit banget ternyata rasanya ya Kia"

Kia mendengar kalimat barusan agak terpana, kaget.

"Ah yang bener. Patah hati sama siapa, Eki kan belum nembak kamu? Atau jangan-jangan kalian jadian tapi gak bilang ya?"

Dya tersenyum sedih "Sori. bukan sama Eki kok. Kamu belum tahu orangnya yang mana , karena aku memang belum sempat cerita atau memperkenalkan kamu ke dia hehee keburu "the end" story nya, Say"...sambil menerawang jauh menatap langit biru di atas sana ... langit itu seperti tahu kesedihan Dya dan menghiburnya dengan awan putih berarak pelan.

Kia hanya diam saja , dia mengerti sahabatnya ini berusaha terlihat kuat namun hatinya menangis berdarah-darah. Dya bukan orang yang dengan mudah mengeluh atau menceritakan kesusahan yang sedang dihadapinya. Sebisa mungkin dia pasti mengatasinya sendiri. Selama ini Kia mengenal Dya sebagai pribadi yang tangguh dan mandiri. Sekarang, Kia melihat betapa letih sorot mata sahabatnya itu seperti sudah berhari-hari tidak tidur saja.

"Dya , oh my sweety...kamu bisa melewatinya ya. Tenang ada aku kok. Kamu tidak perlu cerita. Yang pergi tidak perlu diingat kembali, oke ?" Kia menggenggam erat tangan sahabatnya seraya memberi dukungan.

Dya tersenyum, Kia memang yang paling memahami sifatnya. Sejauh ini, mereka tidak pernah ribut tentang hal-hal sepele apapun dalam persahabatan mereka.

Kia cukup dewasa untuk memahami karakter Dya. Seperti sosok kakak perempuan bagi Dya, selalu ada untuknya..memberi nasihat yang tidak menggurui. Dya begitu sayang dengan sahabatnya ini.

"aku akan bisa melewati ini semua , Kia. Aku tidak mau berduka sepanjang hidupku hanya karena kepergian dia. aku mencintainya...maka aku melepasnya dengan keikhlasan..., sungguh" Dya hampir saja meneteskan air matanya jika saja tidak ada Eki yang datang menghampiri mereka.

Dya pun segera menghapur air matanya, Kia yang melihat itu hanya bisa diam dan berusaha mengalihkan perhatian Eki barang sejenak dengan maksud memberi ruang buat Dya menenangkan dirinya terlebih dahulu.

"Hai Eki , darimana saja?"

"Hai Kia, Dya.." jawab Eki sambil menatap ke arah Dya yang tertunduk.

"Kalian udah denger kabar belum? Bu Cindy masuk RS lho karena maagh kronis...mau ikut besuk?" Eki menunggu Dya mengiyakan ajakan nya, entah kenapa gadis itu lebih diam dari biasanya.

"Hmmm kayaknya hari ini tidak bisa Ki, Dya lagi tidak enak badan. Ini saja kita berdua mau pulang, antar balik Dya nih" jawab Kia mencari alasan menghindari Eki demi membantu sahabatnya.

"kalau gitu biar aku anter pulang Dya , yuk jalan...." Eki memaksa, dan akhirnya Kia dan Dya pun ikut mobil Eki.

avataravatar
Next chapter