2 Bab 2

Usai membuatkan sarapan ibu tiri dan kakaknya, Lisa bergegas mempersiapkan diri. Ia harus segera mandi dan mencuci pakaian milik salah satu pelanggannya.

Lisa harus datang setiap dua hari sekali untuk mencuci pakaian dan menyetrikanya di beberapa rumah pelanggan. Sementara dua hari sekali juga ia berjualan nasi uduk.

Memang itu semua dilakukan karena pelanggannya tidak terlalu banyak. Bagaimana pun juga dia harus menghidupi Rossa dan Elga.

Matahari masih menghangatkan tubuh, Lisa harus menyusuri jalan kecil untuk sampai ke rumah salah seorang pelanggannya.

Hanya mengenakan sandal jepit dengan atasan kaos dan rok panjang tetap membuatnya terkesan manis. Rambutnya yang panjang ia ikat ke atas yang memperlihatkan leher jenjangnya.

Sungguh malang nasib Lisa, usianya baru menginjak dua puluh tahun tapi dia harus merasakan pengalaman hidup sepahit ini.

Setibanya di rumah majikannya, Lisa langsung membaur menggarap semua cucian yang menggunung. Ia mencuci semua pakaian tersebut dengan tangan kosong tanpa bantuan mesin.

Wajar saja, pakaian milik orang kaya tersebut harganya mahal - mahal dan harus dicuci dengan berhati - hati.

Hari sudah semakin siang, Lisa baru saja menyelesaikan cuciannya. Tapi dia belum tuntas menjemurnya.

Ia pergi ke sebuah dapur tersebut, untuk mengambil minuman. Lisa memang sudah terbiasa di tempat itu, jadi sang majikan tidak melarangnya kalau hanya sekedar mengambil air putih.

"Gleg... Gleg... Gleg..."

Tegukan demi tegukan mulai membasahi kerongkongan Lisa. Ia beristirahat sejenak, mengelap keringat di dahinya dengan punggung tangan.

Lisa mencuci kembali gelas yang ia kenakan tadi dan bersiap untuk kembali menuntaskan pekerjaannya.

Sementara itu dari arah yang berlawanan, seorang laki - laki tampan yang hanya mengenakan celana kelor mendekati Lisa.

Mereka bertabrakan karena Lisa baru saja memutar tubuhnya hendak pergi dari tempat itu. Namun nasih berkata lain, ulahnya menabrak seorang laki - laki.

"Bruk...."

"Cup...."

Tak sengaja bibir mereka saling bersentuhan. Mereka berdua sama - sama mematung sejenak.

Tubuh Lisa kala itu langsung melemah karena itu adalah pertama kalinya seorang laki - laki menyentuh bibirnya.

"Astaga apa ini," batin laki - laki tersebut menatap kedua bola mata Lisa.

Laki - laki tersebut tidak tinggal diam, dia hanyut dan hendak melumat bibir Lisa.

Lisa juga saat itu hanyut sehingga tidak melakukan perlawanan. Kedua tangannya berada di dada bidang milik laki - laki tersebut.

Wajah Lisa sedikit digerakan karena risih dengan bulu - bulu halus di sekitar wajah laki - laki tersebut.

Buru - buru laki - laki tersebut melepaskan bibir Lisa di tengah keasyikannya. "Maafkan aku, aku sungguh tidak sengaja."

Lisa langsung menundukkan kepalanya, bibirnya mengunci tidak tahu harus berkata apa lagi.

Perlahan Lisa membuka mulutnya, "a.. a...aaaa." Lisa gugup namun laki - laki tersebut mendongakan dagu Lisa dengan lembut, "kau tidak apa - apa."

Lisa tak sanggup lagi menatap mata laki - laki tersebut. Tanpa laki - laki tersebut duga, Lisa berlari meninggalkannya.

"Astaga apa yang ku lakukan dengan seorang pembantu," batin laki - laki tersebut menatap punggung kepergian Lisa.

Matahari semakin terik, Lisa masih melanjutkan pekerjaannya yang hampir rampung itu.

Sementara laki - laki yang menabrak Lisa tadi adalah Kendra atau Ken. Sedangkan majikan Lisa adalah Risa.

Risa dan Ken berdiri di ruang tengah. Risa menemani Ken yang tangah merapikan jasnya hendak beranjak dari tempat tersebut.

"Nanti assistenku akan memberikan imbalan utukmu hari ini," ujar Ken sambil mengancingkan kemajanya.

Risa hanyalah teman kencan Ken sehari saja. Seusainya Ken melakukan adegan panas dengan Lisa, Ken membayarnya dan pergi untuk selamanya. Ken tidak ingin berurusan dengannya lagi, baginya hubungan mereka telah berakhir.

Risa tidak tinggal diam, dia mengusap pipi dan bahu Ken. "Aku sebenarnya tidak ingin uang sayang," Risa sedikit menggoda Ken.

Ken dengan siap menampik tangan Risa tersebut, "buang jauh - jauh tanganmu itu dariku !"

Risa tersenyum tipis, "aku cuma mau kamu sayang."

Ken geram akan tingkah Risa barusan. Wajahnya sudah penuh dengan murka. "Diam perempuan murahan, aku tidak ingin mendengar omong kosong dari mulutmu itu. Semua telah berakhir, aku juga sudah membayarmu."

Tanpa memeperhatikan Risa lagi, Ken berlalu. Bagi Ken hubungan sehari yang singkat ini telah berakhir.

Di kejauhan sana, Lisa tak sengaja mendengar percakapan Ken dan Risa. Lisa tadinya hendak masuk dari halaman belakang karena pekerjaanya telah usia. Namun langkahnya terhenti melihat mereka berdua.

Wajah polos Lisa yang kusam itu nampak kesal. Dia tidak menyangka Ken berbuat seperti itu. Padahal tadi di luar sana, Lisa sempat tersenyum sendiri mengigat kejadian indah di dapur tadi

"Dasar pria brengs*k, cassanova." Batin Lisa yang sudah geram

Benar, Ken adalah seorang casanova. Dengan uangnya yang banyak ia bisa melakukan semua hal yang ia inginkan.

Tak ingin lama - lama di tempat yang menyebalkan ini. Lisa segera berpamitan dengan majikannya dan mengambil upahnya untuk hari ini.

Wajah Lisa ditundukkan ketika menghadap Risa yang masih berdiri di ruang tengah. Risa memang belum beranjak, dia menatap kepergian Ken sampai Ken benar - benar hilang dari pandangannya.

"Aku akan membuatmu jatuh ke pelukanamu Kendra," ucap Risa lirih.

"Permisi nyonya," tegur Lisa lirih.

Risa segera menoleh ke arah Lisa. "Pekerjaan saya telah usia, saya mau pamit pulang !" Lisa masih menunduk sebagai rasa hormatnya sebagai majikan.

Risa mengambil uang dua lembar seratus ribuan dan diberikannya untuk Lisa. "Pegilah, ini upahmu hari ini."

"Terimakasih nyonya," Lisa membalasnya dengan senyuman.

Bagaimana tidak senang, akhirnya dia mendapatkan uang untuk di bawakan kepada ibunya. Dia tak akan mendapat ampun jika pulang tak membawa sepeserpun uang.

Lisa segera berlalu, karena masih ada satu majikannya lagi yang belum ia datangi.

Langkah kaki Lisa sedikit berat. Di samping karena telah mebenci ulah Ken yang tadi ia juga kesal karena masih membayangkan hal yang tadi.

"Aku padahal sudah berusaha melupakannya," batin Lisa

avataravatar
Next chapter