1 Pria Impian

"Hai, Aku Fariz."

Pria bertubuh tegap, tinggi, berotot dengan jambang yang penuh di wajahnya tiba-tiba menghampiri Rara dan mengulurkan tangannya untuk mengajak berkenalan. Tubuh atletis dengan kaos yang ketat membuat Rara setengah melongo karena bingung ada pria setampan itu mau menghampiri Rara ketika duduk di kursi bawah pohon, tepatnya di sebuah taman bunga yang tidak jauh dari rumah Rara. Rara biasa mengunjungi tempat itu ketika ingin melepas penat dan beban yang dia rasakan saat itu.

"Hei, kok diam!" Tegur pria itu lagi seketika menghentikan lamunan Rara.

"Eh, maaf-maaf. Kamu tadi bilang apa?" Rara berusaha meyakinkan diri bahwa dia tidak sedang bermimpi.

"Aku ajak kamu kenalan, dan aku tadi sebut nama aku Fariz. Nama kamu siapa? Dari tadi tangan aku di anggurin nih?"

"Duh, lupa. Maaf! Habis aku kaget saja tiba-tiba ada yang ajak aku kenalan. Aku Rara." Jelas Rara meringis malu sembari membalas uluran tangan Fariz.

"Oh, Rara. Salam kenal ya. Kamu suka datang ke tempat ini ya?"

"Iya, kenapa?" Rara terus senyum dengan tersipu malu menyimpan rasa gereget dengan pria yang duduk bersama di sampingnya Rara.

"Nggak, aku sering saja lihat kamu di sini duduk sendiri. Teman kamu mana? Kok tidak dengan teman kamu?"

"Iya aku suka aja duduk sendiri di sini, dan aku tidak ada teman. Mana ada yang mau berteman dengan aku." Rara mulai pasang wajah cemberutnya.

"Loh, kok ngomongnya begitu. Jadi aku di anggap apa nih. Kan aku sekarang teman kamu. Kenapa harus sedih."

Jawaban Fariz, pria yang tidak di kenalnya itu sontak membuat Rara semakin bingung dan kaget akan ucapannya. Sungguh pria misterius, entah datang dari mana pria itu. Namun kali ini berhasil membuat Rara menjadi tersipu malu. Tidak perduli dari mana datangnya pria itu lagi, dari surga kah? Dari kerajaan mana kah? Yang penting masih ada pria tampan yang mau berteman dengannya. Maka dari itu dia tidak ingin melewatkan kesempatan baik itu.

"Kamu mau berteman dengan aku?" Tanya Rara dengan mata melotot kian membesar.

"Iya, kenapa tidak. Memang tidak boleh? Jangankan teman, mungkin bisa saja kamu jadi jodoh aku." Godanya dengan senyum manis di bibirnya.

"Yang benar saja kamu? Aku serius ini!"

"Ya aku serius. Kok dari tadi kamu heran dengan semua ucapan aku."

"Bagaimana aku tidak heran! Kita baru saja beberapa menit yang lalu kenal. Itu pun kamu tiba-tiba ajak aku kenalan. Dan kamu beri kata-kata itu dengan aku. Kamu tahu sendiri kalau aku gendut, hitam, jelek. Lalu apa pantas dengan kamu?"

Rara mengayunkan kedua tangan menunjuk tubuh Fariz dari atas sampai bawah. Kali ini, Rara tidak ingin lagi tertipu dengan pria. Apa lagi yang baru saja dia kenal. Bisa saja ada maksud buruk yang ingin Fariz lakukan. Memang baru kali ini dia berhadapan dengan pria yang terlihat begitu serius ketika bicara langsung dengan Rara. Sebelumnya, pria bicara dengan Rara hanya bermaksud untuk mencemooh Rara saja.

"Ya ampun, Ra. Memangnya aku terlihat seperti penipu atau penjahat ya?" Tanya Fariz dengan heran.

"Tidak sih," jawab Rara singkat.

"Lalu?"

"Tidak, lupakan saja."

"Aku serius, Ra. Boleh tidak aku minta nomor handphone kamu?"

"What? Buat apa? Mau kamu isikan pulsa ya?"

"Idih, kamu ini ya. Jadi pingin cubit pipi kamu deh! Ya untuk hubungi kamu lah, Ra. Soalnya aku di sini kan orang baru, siapa tahu dengan kenal kamu, kamu bisa bantu aku."

"Oke, baiklah." Rara menyebutkan nomor handphone dan fariz pun dengan sigap mencatat nomor di ponsel miliknya.

"Thanks ya! Oh iya, kamu sudah punya pacar belum?" Pertanyaan Fariz semakin membuat Rara terheran dan serasa melayang ke udara. Karena memang baru kali ini ada pria yang berani mendekatinya. Tapi selain itu Rara juga merasa senang masih ada yang peduli dengannya.

"Belum," jawab Rara singkat.

"Oh!" Bentuk bibir Fariz membulat ketika merespon jawaban Rara.

"Kenapa?" Tanya Rara dengan penasaran.

"Tidak apa-apa kok. Oh ya, lain kali kita jalan yuk." Fariz mengajak Rara dengan penuh keyakinan pasti jawaban Rara tidak akan menolak ajakan Fariz. Benar saja, Rara dengan yakin dan cepat tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Kapan lagi coba bisa jalan bareng pria impian setampan Fariz.

Setelah perbincangan lama itu terjadi, Rara memutuskan untuk segera kembali ke rumah. Sedangkan Fariz juga melakukan hal yang sama. Mereka berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing. Bagi Rara apa yang dia alami barusan seperti mimpi. Tapi, kadang-kadang dia juga sedikit terus merasa heran.

"Apa ada yang salah dengan diri aku ya? Selama ini, tidak ada seorang pun yang begitu menghargai aku. Tapi sekarang malah sebaliknya? Mimpi apa sih aku!" Rara berbicara dengan dirinya sembari mengamati tubuh gempalnya di sebuah kaca. Tak lama kemudian, suara nada message berasal dari ponsel milik Rara berbunyi. Dengan sigap Rara mengambil ponsel di atas meja lalu membuka isi pesan tersebut. Benar saja, ternyata ada sebuah pesan masuk dari Fariz pria yang di kenalnya beberapa jam lalu.

'Ra, aku pingin besok kita jalan. Kamu bisa kan? Aku ingin katakan sesuatu.' Isi pesan fariz semakin membuat jantung Rara berdebar kencang.

'Secepat inikah?' gumam Rara. Tanpa berpikir panjang lagi, Rara membalas pesan Fariz dengan jawaban singkat. Yaitu jawaban iya dengan bertuliskan huruf kapital semua. Menandakan jawaban Rara sangat setuju dengan disertai emoticon senyum.

"Yes, akhirnya aku punya kekasih sebentar lagi." Ucap Rara dengan penuh keyakinan. Rara merebahkan tubuh yang gempal itu di atas kasur tipis miliknya dengan memeluk ponsel. Mata lebar menatap celah-celah cahaya yang masuk melewati atap kamarnya dengan penuh senyuman.

Lalu Rara dengan semangat kembali mengangkat tubuhnya untuk menuju dapur mencari kucing kesayangan. Dia biasa mencurahkan isi hati dengan seekor kucing yang di beri nama Cinta.

"Cinta! Meong! Pussss!" Panggil Rara hingga menundukkan kepala untuk mencari Cinta di bawah meja.

"Oh, ternyata kamu di sini." Setelah ketemu, Rara tak berhenti terus mencium kucingnya. Lalu dia pun menceritakan semua kejadian yang dia alami tadi bersama kucing. Mungkin terlihat seperti orang gila, karena Rara hobby berbicara dengan hewan kesayangannya. Tapi tidak membuat ibunya heran dengan kebiasaan yang dilakukan Rara sepanjang hari.

"Cin, aku tuh sudah tidak sabar tauk, tunggu hari esok. Menurut kamu bagaimana? Dia itu cocok tidak untuk aku? Dia tampan kan?"

'Meong,' jawaban kucing membuat Rara tersipu malu.

"Ups! Maaf Cinta. Kamu kan tidak tahu wajahnya. Bagaimana bisa tahu tampan atau tidaknya." Rara terkekeh dengan pertanyaan dan jawaban dia sendiri dengan kucingnya. Rara benar-benar seperti orang gila yang sedang kasmaran.

avataravatar
Next chapter