1 Bab 1 Prolog

Bab 1 Prolog

Kayla menyandarkan tubuhnya di dinding kamar. Dia menatap benda kotak pipih pemberian ayahnya sebelum meninggal, yang pastinya benda itu sama sekali tidak ada yang tahu termasuk ibu dan saudara tirinya. Kini Kayla sudah benar-menjadi seorang anak yatim piatu. Tidak ada lagi orang yang bisa menjadi sandaran Kayla ketika dia merasa sedih. Kepergian ayahnya menjadi suatu bencana dalam hidup Kayla. Dia harus menerima kenyataan kalau dia hidup bersama keluarga yang tidak pernah mengharapkan dirinya ada.

Ibu dan kakak tiri perempuan Kayla selalu memperlakukan dia layaknya seorang pembatu. Bak seperti kisah Cinderella, begitulah hidup Kayla saat ini. Kayla tahu betul harta peninggalan ayahnya sangatlah banyak dan itu yang membuat kedua orang yang sangat dia benci berulang-kali hampir mencelakakannya agar semua peninggalan ayahnya tidak ada yang jatuh padanya. Walaupun dia sangat membenci keduanya, tapi tidak sedikitpun Kayla mempunyai dendam untuk membalas semua perlakuan ibu dan saudari tirinya itu. Hanya Feri, saudara tiri laki-laki yang seumuran dengannya selalu mendukung dan melindungi dia, di saat ibu dan kakaknya mencoba melukai dirinya.

Perlakukan kasar oleh ibu dan kakak perempuannya kerap membuat kayla terluka. Entah apa salah dia sehingga mereka sangat membencinya. Kalau untuk harta, Kayla akan suka rela memberikan harta hak dia pada ibunya. Untuk saat ini yang Kayla inginkan hanya kasih sayang, tapi itu tidak juga dia dapatkan. Pengorbanan Kayla sia-sia untuk pengakuan dari kakak perempuan dan juga ibunya. Hanya Feri satu-satunya orang yang bisa dia harapkan dalam hidupnya.

Beruntungnya Kayla, sebelum sang ayahnya meninggal, ayah Raisa memberikan kartu debit beserta buku dan surat kuasa kepada anak satu-satunya itu. Dia tahu kalau sang istri tidak memperlakukan anaknya dengan baik. Ayahnya berpesan pada Kayla agar dia bisa melanjutkan kuliahnya dengan uang yang ditinggalkan sang ayah dalam benda pipih itu.

Entah berapa isi dalam kartu ATM itu, Kayla hanya bisa menatapnya sambil menangis. Mendapat amanat dari sang ayah, akhirnya Kayla memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya ke Jakarta, seperti yang diinginkan almarhum ayahnya. Kayla tidak peduli apa uang sepeninggal ayahnya akan cukup untuk dia merantau ke Jakarta, yang ada di otaknya sekarang adalah dia ingin hidup menjauh dari keluarga yang tidak pernah menganggapnya ada.

Rencana Kayla ke Jakarta jelas tidak berjalan dengan mulus. Ibu tirinya tidak menyetujui dia untuk ke sana, karena ada beberapa hal yang ibunya takuti. Dengan pembelaan dari Feri akhirnya sang ibu luluh. Ibu tirinya tidak bisa menentang apa yang sudah diucapkan anak lelakinya itu. Dengan bermodalkan satu benda pipih kecil itu Kayla pun berangkat ke Jakarta dengan diantar oleh Feri menggunakan angkutan umum.

"Jaga diri kamu baik-baik ya!" ucap Feri pada saudara yang seumuran dengannya. Kayla hanya mengangguk tersenyum menahan tangisnya. Di sini dia harus benar-benar bisa hidup sendiri. Air matanya sudah tidak bisa tertahan lagi, Kayla langsung memeluk tubuh Feri dengan sangat erat.

"Terima kasih ya, Feri! Tanpa kamu, aku tidak akan bisa sampai ke sini. Aku janji akan hidup dnegan baik di sini." Feri mengangguk sambil menepuk bahu Kayla. Bukan hanya Kayla saja yang merasa sedih, tapi begitu juga dengan Feri. Dia harus berpisah dengan saudara sekaligus sahabat tempat berbagi cerita.

Pertama kalinya Kayla menginjakkan kakinya di ibu kota. Tujuan dia pertama adalah mesin ATM, karena itulah satu-satunya harapan Kayla untuk tinggal di Jakarta. Kayla menuju ke ATM yang ada di dalam mini market. Dia langsung memasukan kartu ke dalam mesin yang ada di depannya. Raisa menutup mulutnya kaget saat melihat isi uang yang berada di kartu itu. Kayla tidak menyangka uang yang ada di dalam kartu itu sangatlah banyak, bahkan cukup untuk dia pakai sampai lulus kuliah. Kayla tidak habis pikir, bagaimana ayah bisa menyembunyikan uang sebanyak ini dari ibunya.

Mendapat uang sangat banyak, tidak membuat Kayla merasa santai. Pertama yang Kayla lakukan saat sampai di Jakarta adalah mencari tempat untuk dia tinggal. Dia memilih rumah susun, karena itulah tempat yang terjangkau untuknya saat ini. Sebenarnya bisa saja Kayla menyewa apartemen yang layak dengan uang yang dia miliki, tapi Kayla tidak akan menghambur-hampurkan uang pemberian ayahnya. Baginya bisa tidur dengan nyaman itu sudah cukup.

Sebelum kuliah dimulai Kayla mencoba mencari pekerjaan part time di salah satu tempat makanan cepat saji. Dia tidak ingin tergantung pada apa yang dia miliki sekarang. Karena apa yang dia miliki akan habis kalau terus-menerus digunakan tanpa adanya pemasukan.

'Aku harus berusaha untuk bisa menghidupi diriku sendiri,' Kayla mencoba menyemangati dirinya sendiri.

Beruntungnya Kayla langsung mendapatkan pekerjaan yang dia lamar. Hari pertamanya kerja, Kayla membuka pintu yang di dalamnya terdapat banyak alat-alat kebersihan. Dia ditugaskan untuk membersihkan lantai dan meja yang sudah selesai digunakan oleh pelanggan. Setiap sudut tempat itu dibersihkannya dengan sangat bersih. Deni karyawan senior di sana diam-diam memperhatikan Kayla yang sangat serius bekerja.

Deni pun menghampiri Kayla yang sedang membersihkan salah satu meja.

"Istirahatlah! Kamu dari tadi belum mengambil jatah istirahatmu." Deni mengambil lap dan semprotan yang ada di tangannya. Kayla mengangguk tersenyum. Dia melangkahkan kakinya menuju ruang istirahat pegawai. Kayla duduk dan mengambil tas, menarik resleting ranselnya mengambil sebungkus roti yang dia beli tadi siang, saat berangkat ke tempat kerja.

Deni yang melihat Kayla duduk menikmati sebungkus roti menghampirinya.

"Lo kenapa enggak makan makanan yang ada di dapur?" Raisa hanya tersenyum dengan mulut yang penuh dengan roti.

"Enggak, Kak. Aku sudah membeli roti ini, sayang kalau tidak dimakan," jawabnya.

"Oh iya, kenalin nama gue, Deni." Kayla menyambut tangan Deni dan memperkenalkan dirinya. Selesai istirahat Kayla kembali bekerja. Dan tidak terasa jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, semua bersiap untuk menutup kedai itu.

Setelah selesai bekerja Kayla memilih jalan, karena memang rumahnya tidak jauh dari tempatnya bekerja. Kayla berjalan melewati bahu jalan ditemani lampu-lampu jalanan. Tidak butuh waktu yang lama dia sampai di rumah kontrakannya yang berada di lantai kelima. Kayla menyimpan tasnya membersihkan diri dan membantingkan tubuh kecil ke atas tempat tidur yang berukuran kecil. Dia menatap lurus ke kaca yang belum tertutup tirai. Terlihat jelas bulan yang langsung menyinari kamarnya.

"Ayah, Ibu, aku kesepian." air mata mulai jatuh di atas pipi Kayla. Di saat seperti ini Kayla selalu menginggat kedua orang tuanya. Rasa lelah yang dia rasakan dihari pertamanya membuat tubuhnya lemas. Dia pun memejamkan matanya.

"Aku berharap bisa bertemu dengan kalian, walaupun hanya di alam mimpi," ucapnya sambil memejamkan matanya.

~Bersambung~

avataravatar
Next chapter