1 Cinderella dan Peter Pan

"Eruin, kamu harus belajar mandiri mulai dari sekarang."

Ayahnya yang berkata seperti itu hampir membuat hati kecil Eruin retak.

Soalnya semenjak kecil, ayahnya selalu menyayangi dan memanjakannya. Eruin pikir hal itu akan berlangsung selamanya.

"Kenapa aku tercampakkan di tempat terpencil ini?"

Di sebuah pohon yang terletak di pinggiran desa, Eruin merangkul tubuhnya.

Tubuhnya serasa berat karena dia baru saja kabur dari mobil yang berhenti di rumah orang tua angkatnya.

"Huuuhhhhh~"

Padahal di rumahnya yang besar seperti istana itu benar-benar tempat yang nyaman. Tetapi entah kenapa ayahnya malah mengirimnya ke desa yang tak ada sesuatu yang menarik itu.

Yang ada hanyalah pohon hijau rindang, lahan sawah seluas ribuan hektar, dan desa asri yang sangat membosankan.

Tapi, "Kalau aja ada pangeran yang bisa menolongku?"

Satu kalimat itu seperti mantra penyemangat yang bisa membuat Eruin segar kembali. Tapi sayang, "Apa ada pangeran seperti itu di tempat terpencil ini?"

Kalau dibilang terpencil, sebenarnya tidak.

Desa Sri Asri memiliki luas 2km persegi dan ada banyak warga yang sebenarnya tinggal di situ. Tapi sayang, Eruin bahkan tak menemukan satupun laki-laki yang bisa dia jadikan pangeran.

"Mas Elang."

Eruin memasukkan kepalanya ke dalam rangkulan dan menyebutkan satu nama itu.

Laki-laki pemilik nama itu dulu selalu ada untuk Eruin. Benar-benar seperti pangeran untuknya.

Namun sayang, ketika dia menginjak usia dewasa, dia meminta ijin ke ayah mereka untuk pergi dari rumah untuk hidup sendiri.

"Dimana kamu?"

Dan Eruin tak tahu dia sedang ada dimana.

"Apa mungkin dia sekarang sedang berada dengan seorang perempuan dan mereka tinggal seatap?!"

Itu mungkin saja.

Mengingat Mas-nya sudah menginjak di usia dimana dia bisa menikah dan punya anak.

Seharusnya itu menjadi sebuah berita yang bahagia. Tapi tidak bagi Eruin.

"Aaaaaaaaaa!"

Dia tak mau pangerannya yang berharga itu dimiliki oleh orang lain.

"Kenapa dia?"

"Kerusupan mungkin?"

"Kesurupan bego."

"Kalau dia kesurupan terus apa?"

Saat Eruin sedang bergelut dengan perasaannya, empat suara yang berbeda berbicara entah darimana.

Eruin mencoba melihat ke kiri dan ke kanan, tapi tak ada orang selain dia.

Kepala Eruin masih berputar, lalu tiba-tiba ada yang melayang tepat di depannya.

"Laba – LABA-LABA!"

Dengan cepat Eruin menutup wajahnya dengan tangan. Laba-laba adalah satu dari seratus binatang yang dia tak suka. Dan saat itu salah satunya berada tepat di depannya entah bagaimana.

Saat Eruin masih ketakutan, suara empat orang anak-anak terdengar menertawainya.

"Hahahaha!"

Eruin baru sadar kalau mereka berada di atasnya.

Puas menjahili, empat anak laki-laki itu turun dari atas pohon.

"Kenapa dia?"

"Kayanya dia memanggis."

"Menangis bego."

"Kalau dia nangis terus kenapa?"

Empat anak-anak itu berdiri di depannya, tapi Eruin tak berani untuk membuka mata.

"Oi-oi, apa yang kalian lakuin ke gadis cantik itu?"

Suara yang berbeda dan lebih besar kali itu terdengar. Setelahnya seseorang yang lebih besar dari empat anak itu turun dari pohon.

"Oi, kau gak apa-apa?"

Suara itu terdengar seperti seorang laki-laki. Dari suaranya, sepertinya dia mau menolong Eruin.

Meskipun begitu, Eruin masih takut. Tapi setidaknya sudah ada seseorang yang lebih tua dari empat anak itu di depannya.

Perlahan Eruin membuka mata untuk melihat siapa penolongnya. Namun sebelum dia bisa melihat wajah dari si penolong, perhatiannya terganggu oleh ulat yang menggeliat di bahu penolongnya.

"Aaaaaa, ULAT!"

Lalu Eruin menutup wajahnya lagi.

"Ha, ulat? Weeee, ulat gatel nih! Tolong!"

Penolongnya malah ikut panik dan mencari pertolongan ke empat bocah di dekatnya.

"Kenapa dia?!"

"Ulat-ulat!"

"Ulat gatel bego!"

"Kalau ulat terus kenapa?!"

Empat bocah itu malah ikut panik.

"Cariin kayu terus angkat ulat ini!"

"Oke-oke siap bos!"

Kejadian yang mengerikan itu berlangsung sesaat setelah ulat yang menumpang di bahu si pemuda diangkat lalu dibuang.

Kelima anak laki-laki menghela nafas lega.

"Untung aja."

"Pak untung."

"Pak untung siapa bego?"

"Kalau pak untung memangnya kenapa?"

Eruin tak tahu apa yang barusan terjadi. Namun dia tetap menolak untuk membuka mata sebelum merasa aman.

Melihat gadis cengeng seperti Eruin, Bagas bingung harus bagaimana.

"Oi, kau gak apa-apa, kan? Jadi gak perlu sembunyi terus begitu."

Kata-katanya terdengar lembut. Mungkin benar dia datang untuk menolong Eruin. Mungkin aja, dia pangeran yang Eruin cari.

Perlahan Eruin membuka tangannya. Mengintip sejenak untuk melihat siapa yang datang.

Saat Eruin membuka mata, apa yang dia lihat cukup mengejutkan.

Seorang pemuda tampan dengan rambut hitam yang sedikit berantakan, tapi gayanya keren jadi gak apa-apa.

"Oi-ooiii! Kau gak apa-apa kan?"

Eruin cukup terpesona dengan wajah penolongnya untuk sesaat.

Sadar kalau dia berada di posisi yang tak enak dilihat, Eruin dengan segera duduk dengan benar.

"Kenapa dia?"

"Keseleo mungkin.

"Mana ada keseleo begitu bego."

"Kalau dia keseleo terus kenapa?"

Eruin sudah duduk dengan posisi yang benar. Penolongnya di depan juga bersila di depannya.

"Terus, kau siapa? Kenapa merengek disini?"

"Si – siapa yang merengek?!"

Eriun menolak dibilang cengeng, tapi sayang lima anak laki-laki di depannya sudah melihatnya. Jadi dia tak bisa lari.

Perasaannya yang tetap tak enak setelah mengingat kalau dia tak ada di rumah membuar Eruin minder lagi.

"Kenapa di – "

"Kenapa kau begitu lagi? Seenggaknya ayo berkenalan dulu. Kalau kau begitu terus ceritanya gak bakal jalan nih."

Eruin tak mau percaya kalau benar-benar ada seorang pemuda yang mau jadi pangerannya. Tapi kalau dia benar-benar pangeran yang Eruin tunggu, Eruin gak mau kehilangan kesempatan itu.

"Kenapa lirik-lirik terus? Tunggu! Gak ada apa-apa lagi di badanku, kan!"

Pangerannya dengan cepat bangkit dan melihat badannya beberapa kali. Mengecek kalau tak ada serangga lain yang hinggap di pakaiannya.

"Cek."

"Gak ada serangga lagi bos."

"Bego banget kalau ada serangga lagi/"

"Kalau ada serangga memangnya kenapa?"

Tak ada serangga lagi. Baguslah. Pangeran Eruin bisa bernafas lega dan sekali lagi duduk bersila di depan Eruin.

"Jadi, siapa kau? Dilihat dari penampilanmu, kau pasti anak kota ya?"

"Widih, anak kota."

"Anak kutang?"

"Kota bego!"

"Kalau dia anak kutang memangnya kenapa?"

"Anak kota dibilangin, bego!"

Sikap pangerannya sedikit mengejutkan. Namun itu bisa diperbaiki.

Eruin dengan elegan menaruh tangannya ke dada lalu menyebutkan namanya.

"Eruin Leina Lesmana. Itu namaku."

Lima anak laki-laki di depannya terpukau melihat sikap elegan Eruin.

Setelahnya mereka bertepuk tangan sambil menunjukkan wajah kagum.

"Kenapa dia seelegan itu?"

"Karena dia anak dari orang kaya bermartabat mungkin?"

"Dia memang anak orang kaya bermartabat beg – tunggu, itu tadi bener."

"Kalau dia anak orang kaya bermartabat terus kenapa?"

Lima anak laki-laki di depannya cukup lama bertepuk tangan untuknya. Bahkan pangeran di depannya entah kenapa sangat tertarik melihat perkenalan biasa Eruin.

Tak mau kalah, pangerannya bangkit dan mundur ke belakang dua langkah.

"Pinggir-pinggir kalian bocah."

Dia mengusir empat bocah di dekatnya untuk memberinya ruang yang lebih lebar.

Setelahnya dia membungkuk seperti seorang ksatria. Hal itu sangat menunjukkan untuk dilihat. Apalagi Eruin tak membayangkan kalau ada seorang pria yang akan melakukan perkenalan ksatria padanya.

"Namaku adalah Bagas Askara. Salam kenal, putri."

Bagas melakukan perkenalan yang tak terduga. Tak hanya dia melakukan perkenalan ksatria, tetapi dia juga memanggil Eruin dengan panggilan putri.

Mendengar hal itu, nafas Eruin terhenti sejenak. Dia tak percaya kalau benar-benar datang seorang pangeran di hadapannya.

"Wooo, keren bosqu!"

"Kerang-kerang!"

"10000 satu kilo! Eh, keren bego!"

"Memangnya kenapa kalau dia sekeren itu?!"

Empat bocah anak buahnya terkagum-kagum oleh sikap bosnya.

Bosnya yang selesai memperkenalkan diri dengan bangga melipat tangan dan mendongakkan kepala ke atas.

"Udah-udah! Aku tahu aku itu keren sedari benih. Jadi ga perlu berlebihan begitu."

Dunia Eruin serasa terhenti dan tak mendengarkan kalimat Bagas satu itu.

Dia menyadari, kalau dia menemukan alasan dia bisa tinggal di desa itu.

"Bagas!"

"Ha?"

"Apa kamu, mau jadi pangeranku?"

"Pangeran?"

Bagas cukup terkejut dengan pertanyaan itu. Eruin juga tak sadar mengatakannya.

Beberapa detik terlewat dalam diam. Eruin takut kalau dia akan mendapatkan penolakan. Tapi respon yang dilakukan Bagas cukup mengejutkan.

Bagas dengan santainya mengorek upil dengan jari kelingkingnya dan menjawab.

"Maap, tapi aku gak tertarik jadi pangeran."

Bagas secara langsung tak menolak Eruin, tapi, bagaimana mengatakannya...

"Bos kami itu Peterpan."

"Petirpan!"

"Peterpan bego!"

"Kalau dia Peterpan terus kenapa?"

Eruin masih tak percaya dan bingung bagaimana harus bereaksi.

Melihat kebingungan Eruin, Bagas melanjutkan.

"Gimana kalau kau yang jadi peri kecilku?"

avataravatar