webnovel

Pahatan Batu – bagian 1

Editor: Wave Literature

Pancaran sinar matahari yang hangat menerangi asrama 1987 milik empat sekawan itu yang sedang bersantai di halaman belakang.

Yale, George dan Reynolds sedang bersenda gurau disana. Saat ini, Yale dan George berusia 16 tahun sedangkan Reynolds berusia 14 tahun. Mereka bertiga tumbuh tinggi dengan sangat cepat bahkan Reynolds yang dulunya sangat pendek sekarang memiliki tinggi 1.6 meter. Yang paling tinggi dari mereka semua adalah Yale yang telah mencapai 1.9 meter.

"George, sudahlah akui aja. Bahkan saudara keempat sudah kehilangan keperjakaannya. Kok kamu dan saudara ketiga masih belum? Bagaimana jika begini, nanti di akhir bulan, kamu dan saudara ketiga pergi ke "Jade Water Paradise" di kota Fenlai. Aku bayari semuanya. Aku yakin kalian berdua akan merasa nyaman, dan aku juga berani jamin kalau gadisnya masih perawan juga. Setuju?" Sambil memegang dua barbel dari batu, Yale sedang melakukan latihan selagi berbicara pada George.

Kedua barbel itu memiliki berat belasan kilo. Linley tentu saja membenci beban yang segitu ringan.

George tertawa. "Bos Yale, jangan memaksa. Kenapa kalian tak pergi saja ke Jade Water Paradise sedangkan aku dan saudara ketiga minum. Bukankah itu ide bagus?"

Reynolds mengejek dari samping, "Alah George, kau tak jantan."

George hanya dapat tertawa.

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki dari luar. Yale meletakkan kedua barbel batu itu dan menuju halaman selagi berkata, "Pasti itu saudara ketiga. Ayok, waktunya makan…" Sebelum Yale selesai berbicara, ia langsung terdiam seribu bahasa.

Ia melihat Linley berjalan sambil membawa sebuah batu besar di pundaknya yang memiliki tinggi sekitaran tiga kaki dan memiliki berat ratusan kilo.

Tapi Linley jelas membawa batu besar ini menuju asrama mereka dengan sangat mudahnya. Yale, George, dan Reynolds hanya bisa melihat dan melongo. Linley meletakkan batu itu di pojokan halaman dan terdengar suara hentakan batu yang menghantam tanah begitu keras hingga membuat hati mereka berdebar.

"Apa-apaan ini? Saudara ketiga aku tau kamu kuat, tapi kok bisa sekuat ini?" Yale melihat batu itu. "Batu ini kosong atau bagaimana?" Selagi ia bicara, Yale menghampiri batu itu dan mencoba untuk mengangkatnya.

"Hrrrrrnngggg!"

Yale menggunakan seluruh kekuatannya dan seluruh wajahnya berubah menjadi merah, tapi batu besar itu sepertinya tidak bergerak sedikitpun seakan melekat ditanah bagaikan sebuah pohon.

"Bos Yale, jangan kuras tenagamu. Tak mungkin kamu bisa menggesernya." Linley Tertawa.

Kekuatan fisik Yale bahkan lebih lemah daripada seorang Warrior tingkat pertama. Bagaimana ia mampu untuk mengangkatnya?

Reynolds melihat batu itu dengan terbelalak. Sambil bernafas dengan tergesa-gesa ia langsung menoleh dan bertanya pada Linley. "Heh, kenapa kamu bawa batu ke asrama kita? Oh aku tau!" Mata Reynolds berkobar. "Aku pernah lihat seorang Warrior melatih tubuh mereka dengan mengangkat sebuah batu besar. Apa kamu juga akan memulai berlatih dengan mengangkat batu itu Linley?"

"Batu sebesar ini akan mengubahku jadi daging giling." George melihat batu itu dan juga bernafas dengan tergesa-gesa dan akhirnya ia menoleh pada Linley juga. "Saudara ketiga, kok kamu bawa batu besar ini ke asrama kita?"

Linley tersenyum pada mereka bertiga dan ia hanya mengatakan dua kata saja, "Mengukir batu!"

Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Doehring Cowart, Patung batunya sekarang lolos untuk di pamerkan di aula standard. Tapi akan menghabiskan banyak waktu di tiap pemahatannya, dan biasanya satu hari saja tidak cukup, ia biasanya mengukir di belakang gunung tanpa takut melakukan kesalahan, tapi sekarang keadaannya berbeda.

"Mengukir batu?"

Reynolds, George, dan Yale semuanya melihat Linley dengan tatapan kebingungan.

"Apa? Mengejutkan sekali?" Linley melihat mereka bertiga.

Reynolds langsung menjawab, "Tidak, tak mengejutkan. Tapi luar biasa mengejutkan! Kita semua tinggal bersama selama enam atau tujuh tahun, tapi aku tak pernah sekalipun melihat kamu mengukir sebuah batu sebelumnya. Kamu berencana mulai latihan sekarang?"

Linley tertawa, "Siapa bilang aku tak pernah latihan? Aku sudah berlatih mengukir batu ini di belakang gunung selama lima tahun, tapi sekarang setelah aku menyelesaikan patung batuku, aku berencana untuk meletakkannya di galeri Proulx dan memamerkannya dan mungkin saja ada yang berniat untuk membelinya."

Demi mendapatkan uang yang cukup untuk membiayai adiknya, Wharton. Agar memiliki uang yang cukup untuk mendanai adiknya yang dikawal oleh pengurus Hiri menuju Kekaisaran O'Brien untuk mendaftar dan berlatih, klan Baruch saat ini telah menghabiskan seluruh kekayaannya.

Namun dari hal itu semua, Hogg merasa sangat bangga.

Memangnya kenapa kalau dia sendiri bangkrut? Anak sulugnya, Linley, adalah murid di institut Ernst, dan setelah kelulusan ia akan menjadi seorang Mage yang sangat kuat. Dan anak bungsunya, Wharton, memiliki kemungkinan untuk menjadi seorang Dragonblood Warrior.

Hogg dapat memperkirakan apa yang terjadi kedepannya pada klan Baruch!

"Galeri Proulx?" Mendengar perkataan itu, Yale dan keduanya menatap Linley dengan terkejut.

Linley adalah kebanggaan dari asrama mereka, asrama nomor 1987. Selain hanya berusia lima belas tahun, ia telah menduduki kelas lima di institut Ernst, dan juga diakui bersama Dixie sebagai 'Duo Jenius dari institut Ernst. Yale dan yang lainnya mengakui kalau Linley adalah seorang jenius, tapi…

Mengukir batu adalah sebuah seni yang sangat mendalam.

Banyak orang berlatih mati-matian selama puluhan tahun, tapi hanya bisa dianggap sebagai pemahat batu biasa. Sebagai bentuk seni yang kuno dan telah bertahan dengan sangat lama ini, bagaimana bisa seni mengukir batu itu dapat dengan mudah dikuasai? Kok berani-beraninya Linley bermimpi untuk meletakkan patung batunya untuk di pamerkan di galeri seni paling mewah di galeri Proulx?

"Saudara ketiga, yang benar saja." George bercanda dengan nada menasihati.

"Linley, aku khawatir… Patung batumu akan ada orang yang mau beli?" Reynolds mengerut terlihat wajah ketidak percayaan di wajahnya.

Yale tertawa dengan keras. "Mengapa kalian seperti itu? Saudara ketiga, teruskan aja dan letakkan di pameran. Selama patungmu ada di pameran, akan kubeli dengan harga sepuluh ribu keping emas dan menyebarluaskan patung batumu."

"Aku sungguhan lho." Linley mengeluarkan sebuah straight chisel dari dalam pakaiannya.

"Straight chisel?" Kata Reynolds dengan terkejut. "Linley, sepertinya kamu sudah bawa persiapan. Tapi dulu, aku juga berniat untuk mempelajari seni ukir batu, jadi aku tahu banyak peralatan yang dibutuhkan, termasuk straight chisel, butterfly chisel, triangular chisel, jade bowl knife, dan peralatan lainnya seperti gergaji. Tapi kok kamu hanya menyiapkan satu alat aja?"

George, Reynolds, dan Yale tahu setidaknya tentang peralatan seni.

Linley tidak berkata apapun.

Sambil menggenggam sebuah straight chisel ditangannya, Linley memasuki kondisi kejiwaan yang tenang. Auranya dapat merasakan esensi bumi yang mengitari batu yang berada didepannya, dan dapat merasakan sekilas bentuk asli dari batu itu. Dengan senyuman, Linley mulai mengayunkan chisel itu.

Chisel itu memantulkan cahaya dari matahari yang membuat Reynolds dan yang lainnya menyipitkan mata mereka. Tapi mereka semua terus melihat pada batu besar itu.

"Wuuuuuuussss!"

Disaat bayangan chisel itu mengenai batu itu, banyak bagian batu mulai berjatuhan juga.

"Bagaimana mungkin?" Yale melihat dengan terkagum. "Untuk memotong bagian batu yang sangat besar membutuhkan sebuah gergaji. Dia bisa memotong bagian itu hanya dengan menggunakan straight chisel. Seberapa kuatnya pergelangan tangannya?" Disampingnya, Reynolds dan George juga hanya terdiam saja.

Kekuatan pergelangan tangan?

Untuk melakukan itu semua seperti yang dilakukan Linley yang bagian batunya terpotong dengan sempurna bukanlah sesuatu yang hanya bisa dilakukan dengan kekuatan pergelangan tangan saja.

Linley saat ini tenang seperti kolam yang airnya tak bergejolak. Straight chisel di tangan kirinya bergerak cepat yang mengukir seluruh bagian dari batu besar itu dan bagian batu yang tak berguna terus berjatuhan. Sikap yang elegan nan alami itu yang dipancarkan oleh Linley adalah pemandangan yang mengagumkan.

"Saudara ketiga, dia…."

Yale, George, dan Reynolds saling menatap. Saat ini, mereka semua merasa dalam hatinya bahwa mungkin Linley memang benar-benar seorang master seni ukir batu.

Tenang. Alami. Tentram.

Linley juga menikmati rasanya dari mengukir sebuah batu. Di tingkatnya sekarang, Linley tidak harus mempedulikan seberapa besar usaha atau kekuatan yang digunakan di bagian tertentu. Straight chisel di tangannya itu seakan akan melakukan segalanya dengan sendirinya. Itu adalah sebuah efek yang tidak disadari.

Dibandingkan dengan Straight Chisel School?

Tak ada sekolah mengukir batu lain yang bisa begitu santainya. Semua master dari sekolah lain juga harus memikirkan banyak jenis peralatan yang harus digunakan di bagian tertentu pada patung batu mereka. Hal itu saja sudah sangat melelahkan.

Dengan sikap yang alami dan tenang ini, patung batu Linley membuat kekuatan spiritualnya juga bertumbuh seperti rumput yang tumbuh akibat hujan. Perasaan pertumbuhan alami itulah yang sangat disukai Linley yang bisa membuatnya sangat nyaman hingga ke bagian inti terdalamnya.

Tangan kanan Linley tiba-tiba terhenti.

Debu yang berterbangan dan bintik-bintik batu itu masih mengitari batu itu, tapi garis besar dari Magical Beast merangkak bisa dilihat dari batu itu.

"Mengapa kalian berdiam diri saja disana? Terkejut?" Linley tertawa selagi melihat Yale dan yang lainnya. "Aku hanya membuat garis besar yang sederhana. Akan butuh banyak waktu dan usaha yang dibutuhkan nantinya. Ayok, kita makan."

Yale, George, dan Reynolds saling menatap.

Dari apa yang ditunjukkan oleh Linley, mereka bertiga meyakini satu hal:

"Jenius." Kata Yale memuji.

"Seorang jenius dari semua master." George menambahkan.

Bahkan dari seluruh pemahat batu yang ada, untuk menyamai tingkatan Linley dalam berlatih seni ukir batu hanya dalam lima atau enam tahun itu hanya terjadi mungkin sekali dalam ratusan tahun.