1 Chapter 1

"Maaf Ryousuke-san, anak anda mengalami kebutaan 70%. Ia masih dapat melihat namun pandangannya akan kabur dan sulit untuk mengenali lingkungan sekitarnya. Saya sarankan agar anak anda untuk segera di operasi."

Ryousuke Sato terdiam. Lelaki itu memandangi anaknya yang terduduk diatas brankar dengan wajah memucat. Ditambah lagi dengan ekspresi istrinya, Ryousuke Tari yang sama terkejutnya.

Kecelakaan yang menimpa mereka seminggu yang lalu menyisakan bekas luka yang cukup parah di kaki Sato dan mengakibatkan dirinya harus cuti bekerja selama pemulihan. Keadaan itu pun baru disampaikan oleh atasannya pagi tadi.

Setelah pulang kerumah, istrinya mengatakan jika anaknya, Kou, sering mengalami pusing dan pandangannya kabur. Setelah kejadian kecelakaan itu, Kou jarang sekali tertidur dengan nyenyak. Hampir setiap malam, bocah berumur 10 tahun itu meringis merasakan sakit di kepalanya.

Hal ini mengkhawatirkan bagi Sato dan Tari hingga mereka memutuskan untuk pergi ke dokter. Sayangnya, bukanlah kabar baik yang harus mereka dengar. Dengan umur yang masih muda, mustahil rasanya untuk memaksakan operasi ini.

Kou turun dari brankar dan membuka pintu ruangan dokter. Ia berdiri disana tanpa berniat keluar lalu mengatakan sesuatu yang membuat ibu dan ayahnya terkejut.

"Aku ingin operasi."

***

"Aku menyesali ucapanku. Dasar mulut sembrono!" umpat Kou pada dirinya sendiri.

Ia kira, jadwal operasi akan sulit di dapat sehingga ia bisa menyiapkan diri untuk operasi. Nyatanya, dua hari kemudian, Dokter menyarankan agar Kou dirawat terlebih dahulu untuk serangkaian persiapan.

Sejujurnya, ia sangat takut. Ia tidak pernah sekalipun berhadapan dengan kamar operasi. Oleh karena itu, ia dapat bernafas lega ketika mendengar Dokter akan mempertimbangkan ucapan Kou dan mengabarkan orangtuanya beberapa minggu ke depan.

'apakah waktu berjalan lebih cepat sehingga hanya membutuhkan waktu dua hari untuk mengabarkan jadwal operasiku?' gumam Kou sendirian.

Ia sudah masuk ke dalam kamar rawat. Sebelumnya, ayah dan ibu ada disini menemaninya sebelum akhirnya mereka pergi untuk membeli buah dan mengabarkan kerabat.

Kou bersandar pada kepala ranjang. Ia memandangi langit-langit. Hari ini Jepang sudah memasuki musim panas. Untung saja. Jadi ia tidak perlu mengambil cuti sekolah atau membuat kabar heboh untuk teman-temannya.

Seluruh rencananya untuk berlibur pun sudah pasti akan batal. Bagaimana tidak, ia mengalami kecelakaan tepat seminggu sebelum liburan musim panas datang. Entah Dewa sedang kesal atau bagaimana, hingga ia menimpakan banyak kemalangan untuk Kou.

Ia baru saja mengabari Shinotaka atau biasa dipanggil Shino. Anak itu adalah satu-satunya teman yang dimiliki oleh Kou selama di Jepang. Ia pernah tinggal selama 5 tahun di kampung halaman ibunya yaitu Malang, Indonesia. Sayangnya, ayahnya harus segera berpindah tugas sehingga ia tidak bisa merasakan kehidupan tenang lebih lama lagi disana.

Ponsel Kou bergetar dan ada sebuah E-mail masuk dari Shinotaka.

From : Shino-Baka

'Aku akan berkunjung kesana dengan membawa seorang gadis cantik. Kau jangan iri ya, jika tidak bisa melihatnya tersenyum.'

Candaan Shino itu membuatnya berdecak kesal. Ia tahu jika Shino memang tidak pernah bicara secara serius dan memang tidak ada salahnya juga perkataan bocah itu. Kou memang tidak dapat melihat sekelilingnya dengan jelas. Ia pun membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya untuk mengetik dan membaca serta membalas E-mail.

Sekarang yang harus Kou hadapi adalah kesunyian serta perasaan cemas yang semakin menghampiri dirinya.

'Apakah ia akan selamat dalam operasi ini?'

'Apakah operasi ini akan berhasil?'

Kou menggelengkan kepalanya guna menghilangkan pikiran aneh yang ada di kepalanya. Ia harus selamat dan Dokter pasti akan membuat operasi ini berhasil. Pasti seperti itu. ia yakin.

Tepat ketika ia mengatakan hal itu pada dirinya, pintu kamar kembali terbuka dan Dokter serta Perawat datang untuk pengecekan kesekian kalinya. Kali ini, rasanya pemeriksaan saja membuat debar jantungnya terasa lebih kuat. Ia tahu, jika itu tidaklah menakutkan namun ia masih saja bergetar dengan nafas yang memburu.

"Jika kau ada di ruang operasi, kau harus lebih tenang. Kau tidak mau kan, Dokter salah suntik."

Ucapan itu bukan datang dari suara Dokter ataupun Suster. Kou menoleh dan mendapati jika mereka sudah tidak ada dan tergantikan oleh seorang gadis kecil yang memegang boneka putih.

Kou mengerutkan keningnya dan berpikir keras untuk mengingat siapakah gadis kecil di hadapannya sekarang ini. karena ia benar-benar tidak familier pada apapun yang ada di tubuh gadis kecil ini.

Gadis kecil itu melemparkan bonekanya ke wajah Kou hingga Kou terkejut dan berteriak.

"HEI!! PERHATIKAN TINDAKANMU!!" Sentaknya dan membuang boneka itu ke lantai.

Gadis kecil itu terdengar mendengus kesal, "Dasar! Kou-kun baka." Ucapnya.

Kou menatap gadis kecil sembari mengingat suara serta sikapnya. Karena ia akan membalaskan dendamnya setelah ia sembuh nanti. Ia akan membuat perhitungan pada gadis kecil nakal ini.

Derakan pintu yang bergeser membuat Kou mengalihkan pandangannya. Ia melihat ayah dan ibu datang dengan dua orang dewasa lainnya. ia dapat menebak jika mereka adalah kedua orangtua gadis kecil ini karena terbukti jika gadis kecil itu kini memeluk salah satunya dengan erat.

"Apakah kau sudah bertemu dengan Mai, Kou-kun? Dia sangat baik, bukan."

Perkataan ibunya dibalas dengan decihan oleh Kou.

'gadis kecil itu sangat jauh dari kata baik. Ia menyeramkan.' Batinnya.

"Ucapkan salam kenal pada Kou-kun." Perintah ibu dari gadis kecil itu.

Dengan terpaksa, gadis kecil itu membungkukkan tubuhnya dan mengucapkan salam kenal pada Kou. Kou hanya membalasnya dengan asal. Ia tidak mau berkenalan dengan gadis itu terlalu jauh.

"Maafkan jika Mai kurang sopan pada Kou-kun. Ia terlalu dimanja oleh Kakaknya." Ucap ibu dari gadis kecil itu, lagi.

"Bagaimana kabar dari Zen-kun? Ia lebih tua dua tahun dari Kou, kan. Pasti ia sudah masuk SMP sekarang."

Dan, percakapan membosankan khas dari para orangtua pun dimulai. Kou lebih memilih keluar dari kamarnya dan pergi menjauh dari keramaian. Seingatnya, ibu sudah memberitahunya jika di depan kamarnya ada taman kecil yang jarang didatangi orang-orang.

Kou mendatangi taman itu dengan langkah pelan dan meraba jalan. Ia harus melakukan itu demi menghindari kakinya akan tersandung karena jalanan itu berundak dan berantakan. Mungkin itulah alasan taman ini jarang di datangi oleh pengunjung atau pasien lainnya.

Kou menemukan sebuah bangku dari batu dan ia memilih duduk disana. semilir angin musim panas memancingnya untuk menengadah ke langit dan memejamkan mata. ia menikmati musim panas. Bahkan Kou sangat menyukainya. Terutama karena musim panas selalu datang ketika dirinya sedang liburan. Sehingga ia dapat menikmati banyak kesempatan untuk berkunjung ke berbagai tempat selama musim panas.

Ia rindu bermain sepeda di taman dan menikmati Festival Kembang Api di Nagaoka yaitu kampung halaman ayah. Sesekali juga ayah mengajaknya pergi ke Resor di Karuizawa. Ah, Kou merindukan hari-hari itu.

Sekarang ia tengah menantikan detik demi detik yang mendebarkan bagi dirinya. Perasaan takut itu semakin menyerang. Kekhawatiran itu tampak di wajahnya. Ia semakin ragu untuk memulai operasi ini.

'apakah aku akan selamat?' batinnya.

Meskipun berulang kali ia mengulangi untuk tidak khawatir dan semuanya akan baik-baik saja, tetap saja hati kecilnya tidak berkata demikian.

'Tuhan, aku ingin sembuh namun aku takut menghadapi operasi ini. dapatkah kau memberikanku penawar rasa sakit?' pintanya dalam hati dengan menangkupkan kedua tangannya serta kepalanya yang menengadah ke langit.

Seolah suaranya itu terdengar oleh malaikat, seorang gadis kecil tampak menghampirinya dan duduk di samping Kou yang menyendiri di taman Rumah Sakit.

"Kau sedang apa. Apakah kau tersesat?"

Pertanyaan gadis kecil itu membuat Kou menoleh dan melihat dengan samar seorang gadis kecil duduk di sebelahnya. Ia tidak dapat melihat wajah gadis kecil itu dengan jelas namun indra penciumannya membaui aroma cokelat jeruk.

"Apakah kau sedang memakan cokelat jeruk?" tanya Kou yang dibalas gadis kecil itu dengan tawa pelan.

"Kau mau?" tawar gadis kecil itu.

Jari-jari mungil menyentuh bibir Kou dan ia dapat merasakan jika gadis kecil itu menyuapinya cokelat yang ada di tangannya. Kou memakannya dan tindakannya itu membuat gadis kecil itu senang.

"Namaku Ayane, umurku 5 tahun. Namamu siapa?"

Kou tersenyum lembut. Meskipun ia tidak dapat melihat dengan jelas, namun ia tahu jika gadis kecil di sampingnya adalah anak baik.

"Panggil aku, Kou-kun."

avataravatar
Next chapter