1 My Fear

"Uso ...!"

"Sebenarnya, aku ini siapa ...?"

"Itu tidak benar kan?"

Gadis kecil itu bertanya-tanya pada wanita cantik di depannya. Ketika gadis kecil itu tahu bahwa dirinya tidak bisa hidup di dunia ini lagi, dan wanita cantik yang ada di depannya itu telah membantunya untuk mengabulkan permintaan terakhirnya, akhirnya gadis kecil itu pergi dan menjadi debu bertebaran di angkasa.

Wanita cantik itu kemudian menangis, dengan tangan kosongnya yang masih menggenggam sebutir kehangatan dari gadis kecil yang menjadi debu itu.

"Sampai jumpa lagi, onee-chan." Suara dari roh gadis kecil yang tengah berpamitan itu sampai ke telinga wanita cantik itu.

"Um~ sampai jumpa," jawab wanita cantik itu dengan sepelan mungkin dan menengadah ke langit.

'Sampai jumpa ... di surga.' Itulah yang dia ucapkan saat berhasil melakukan penguburan roh.

Semua berawal dari beberapa tahun silam ....

****

Namaku Haruka, saat ini aku bekerja sebagai pelayan di kedai kopi Tada. Sebenarnya pekerjaan ini sudah kulakukan sejak aku duduk di bangku SMA. Waktu itu, aku sangat membutuhkan uang untuk hidup. Aku sudah lama hidup tanpa kasih sayang orang tua sejak SD, ibu dan ayahku meninggal karena kecelakaan.

Tidak banyak yang bisa aku lakukan, aku akhirnya tinggal bersama dengan nenek.

Sekitar beberapa yang lalu, nenekku masih hidup, aku menjalani hidup seperti biasa.

Nenekku seorang penjajah kue yang sehari-harinya lewat di depan sekolahku. Kadang aku membantu nenekku untuk berjualan kue, menitipkan sejumlah kue itu di kantin sekolah. Memang, hasilnya tidak begitu banyak. Tapi, kurasa itu cukup untuk makan dan beli kebutuhan sehari-harinya.

Menjelang SMA di saat upacara masuk, nenek tiba-tiba terkena serangan jantung mendadak. Aku mendapat kabar itu dari tetangga, aku segera berlari pulang setelah upacara penerimaan itu selesai.

"Nenek!" aku berteriak keras, setidaknya nenek masih menghembuskan napas terakhirnya.

"Haruka ...." Ucap bisiknya pelan yang mengulurkan tangannya untuk menjangkau tubuhku. Namun, tangan itu tak sampai. Nenek perlahan memejamkan matanya.

"Nenek! Nenek! Nenek!" kupanggil berkali-kali, keras dan semakin keras aku memanggilnya, akhirnya dia tidak bangun juga.

Air mataku menetes, perlahan menetes dengan deras membasahi wajah nenek yang tampak pucat pasi itu.

Di belakangku banyak warga berkerumun, mereka melihatku dengan wajah sedihnya karena ditinggal nenenk. Lagi-lagi aku hidup sebatang kara ....

Pikirku, aku sebenarnya muak ingin mati juga tapi, aku tidak ingin hidupku berakhir dengan penuh dosa.

Andaikan saat itu, aku memiliki sejumlah uang untuk membawa nenek berobat ke rumah sakit, andaikan aku menyadarinya lebih awal ....

Mungkin, aku bisa menyelamatkan nenekku.

....

Sejak saat itu, hidupku menjadi hampa.

Aku tidak punya cita-cita yang bisa aku banggakan kepada orang tuaku maupun ke seorang pengasuh, karena aku memang benar-benar hidup sebatang kara.

Aku tidak hidup di rumah nenek lagi, aku pindah di rumah peninggalan orang tuaku, tepatnya itu rumahnya ibuku. Rumah yang aku huni bersama nenek tadi adalah rumah Ayah. Karena rumah itu terlibat dalam skandal kasus keluarga juga, maka aku pun menjualnya.

Uang hasil jual rumah itu, kira-kira cukup untuk makan sehari-hari di tempat tinggalku yang baru.

Aku tidak tahu, kalau rumah yang ibuku miliki cukup nyaman.

Aku baru tahu saat nenek meninggalkan beberapa dokumen penting lemariku, itu adalah alamat rumah ini. tulisan nenek juga cukup rapi saat dia meninggalkan sepucuk surat selamat tinggal untukku.

Aku kembali menangis saat membacanya, aku menutupnya erat-erat dan menyimpannya di dalam laci kamarku.

Aku baru sadar ketika nenek yang terkena serangan jantung saat itu sebenarnya hendak memberikan kunci rumah ini padaku, dan kunci lemari.

"Nenek ... terima kasih." Setidaknya aku ingin mengucapkan itu padanya tapi, aku hanya bisa menangis di depannya.

"Aku gadis yang tidak tahu diri ...." Itu pikirku.

Kini aku menjadi hampa.

Aku tidak tahu harus bagaimana aku menjalani hidup yang sebatang kara ini? Tapi, aku tidak boleh diam saja! Aku harus bisa hidup dan menemukan kehidupan baru.

....

Beberapa hari setelah kematian nenekku, aku merasakan sesuatu yang aneh yang mungkin tidak di rasakan oleh orang lain. Aku dapat merasakan sejumlah aura yang gelap yang mengitari sekolah ini.

Aku juga sering merasakannya di rumah baru yang aku tinggali ini.

Aku merasa cemas setiap kali aku ingin tidur sendirian, dan takut.

Akhirnya, keesokan harinya ....

Aku sering ketiduran di sekolah, aku sering dihukum guru.

Ah~ sungguh parahnya aku ini ....

Aku sangat mengantuk tapi, aku tidak ingin kembali ke rumah, karena di sekolah masih banyak orang sedangkan di rumah membuatku takut karena sendirian.

....

Tapi, tidak baik rasanya aku terus menerus di sekolah, aku juga butuh istirahat dan mengerjakan PR-ku. Apalagi aku ....

Aku yang sekarang, sama sekali tidak memiliki teman di sekolah.

Awalnya aku memiliki beberapa teman dekat tapi entah kenapa semenjak aku merasakan keanehan itu, dan sering tidur di sekolah, teman-teman mulai menjauhiku.

Aku tidak masalah meskipun aku tidak punya teman di sekolah, asal aku menjalani kehidupanku dengan baik saja itu lebih dari cukup.

....

Perlahan aku merasakannya ....

Aura hitam yang sering aku lihat itu, kini semakin jelas wujudnya menyerupai manusia.

Aku menjadi takut!

Aku menjadi sangat takut, dengan keanehan ini!

Aku sempat mengurung diriku selama sehari.

Tapi, aku tidak bisa mengurung diriku terus menerus, aku bisa mati kelaparan. Bukankah itu sama saja dengan aku melakukan bunuh diri?

Di lemari dapur yang kini aku sediakan hanyalah sebungkus mie instan yang dimasak hanya tinggal merebusnya saja. Masaknya gampang dan tidak ribet, dan jadi selama 3 menit saja.

Setelah mie instan itu matang, aku meletakkannya ke dalam sebuah piring, dan aku memakannya di meja persegi depan televisi.

Sebelum menyantapnya, aku meniupnya terlebih dahulu karena masih panas.

....

Di malam hari ini, aku tidak merasakan aura aneh apa pun, aku menyalakan televisi dan menonton acara-acara komedi untuk menghibur rasa ketakutanku. Tidak lupa, aku membayar tagihan listrik dengan rutin.

Saking lucunya acara komedi di televisi itu, aku tertawa terbahak-bahak hingga lupa waktuku untuk mencuci piring setelah makan.

Lampu masih menyala terang.

Tiba-tiba, saat acara komedi di televisi itu selesai, listrik rumah mati!

"Loh kok!"

Aku segera beranjak dari tempak dudukku, berjalan dengan meraba-raba di kegelapan menuju ke arah pintu depan rumah.

'CKLEK!'

Aku membuka pintu, dan ternyata ... rumah di sekelilingku juga gelap.

Berarti di Tokyo sekarang mati lampu total, itu pikirku.

Aku tadinya kaget kukira kenapa dan ada apa, atau kukira hanya perasaanku dan rumahku doang yang mati listrik, ternyata seluruh rumah juga gelap.

Aku segera menuju kamar hendak mencari senter dan mencuci piring kotorku ini, tidak lupa aku mencabut kabel televisi untuk mematikannya.

*Maklum masih tipi analog :"v

....

Sekarang aku di depan wastafel dan mencuci piringku, tapi ....

Aku mendengar bunyi aneh!

'Srreeek! Srreeek! Srreek!'

Aku menoleh ke sekitarku hingga ke belakang tubuhku juga sambil menyinarinya dengan senter, tidak ada yang aneh di sini.

Aku mencoba menuju ke arah pintu depan, tapi ....

'TAP! TAP! TAP!' bunyi langkah kaki seseorang yang pelan menuju ke arahku. Apa karena sebenarnya rumah ini angker? Sehingga tidak ada yang menghuni rumah ini sejak ibuku meninggal? Apa karena rumah ini sengaja ditinggalakan untukku.

Saat aku memberanikan diri mendekati asal suara langkah itu entah di mana tepatnya, tiba-tiba sosok bayangan hitam menyerupai manusia itu muncul di depanku.

"HIYAAAAAAAA!!!" Aku menjadi kaget hingga terjatuh ...!

Sosok itu ...!

Sosok apa itu ...!?

*To be Continued*

avataravatar
Next chapter