1 Wenceslas [Arunika S.]

Dalam permainan yang menentukan hidup dan mati ini adalah kekuatan.

Barang siapa yang tak bisa mencapai akhir kisah dari game ini, maka selamanya mereka tak akan bisa kembali ke dunianya.

Sementara mereka yang tidak bisa memanfaatkan nyawa yang telah diberikan, maka mereka selamanya akan menghilang dari kehidupan, menyisakan sebuah nama dan kenangan yang memilukan bagi seseorang yang bermain bersamanya.

Wenceslas. Sebuah permainan yang membawa petaka bagi Kyle dan Livia yang semula hanya berniat menghabiskan waktu liburan sekolah mereka.

Game yang Livia pikir akan membosankan karena mendadak ditemukan oleh Kyle di gudang lama milik kakeknya, ternyata tidak semembosankan itu saat Kyle dan Livia terhisap ke dalam video game yang mereka mainkan.

Dalam Wenceslas dikisahkan seorang pengembara kembar yang hebat. Dikarena sang Kakak--Luke Sloane--adalah seorang alchemist hebat yang suka berpindah tempat mengikuti adiknya, Keila Sloane yang merupakan penulis terkenal.

Luke dan Keila yang saat itu sedang menetap di Kerajaan Gortha karena kebutuhan riset Keila untuk buku terbarunya membawa kedua tokoh populer itu ke dalam sebuah misi rahasia.

Ketika Pangeran Mahkota Iliyas de Gortha mengetahui identitas di balik Luke Sloane yang sebenarnya adalah seorang penyihir hitam dan Keila Sloane yang merupakan White Lily, pedagang informan paling misterius yang dikabarkan mengetahui segala rahasia yang ada di dunia ini.

Terkuaknya identitas Luke dan Keila membuat mereka harus mengambil kesepakatan pada Yang Mulia Putra Mahkota Iliyas untuk tetap menjaga identitas rahasia mereka dengan cara mengembalikan pusaka di wilayah Urodny yang dicuri oleh sekumpulan penyihir yang menyebut diri mereka sebagai Abyss Mage.

Dan di sinilah Kyle dan Livia berada. Di dalam tubuh karakter game yang sedang terlibat dalam perjanjian konyol hanya karena mempertahankan sebuah identitas.

Selama menjalankan misi ini, Kyle dan Livia menemui banyak kesialan karena sulitnya beradaptasi dan menyadari bahwa diri mereka adalah salah satu karakter dalam sebuah video game.

Mulai dari karakter Luke yang mati hanya karena terlalu banyak terpapar sinar matahari, sampai karakter Keila yang tak sengaja menginjak ular paling berbisa dan menyebabkan karakternya meninggal.

"Tidak adakah cara yang lebih menyakitkan dari mati digigit ular?" keluh Livia yang berada pada tubuh Keila yang baru saja kembali dihidupkan oleh game.

"Setidaknya kau tidak mengalami mati konyol," keluh Kyle--atau lebih tepatnya lagi Luke. "Apa-apaan itu, mati hanya karena terkena paparan sinar matahari berlebihan?" Luke berdecak kesal. "Pantas saja karakter ini memiliki pakaian serba panjang lengkap dengan tudung kepala dan sarung tangan. Ternyata ini tujuannya." Luke merapatkan tudung kepalanya agar merasa semakin terhindar dari sengatan sinar matahari.

"Sudah cukup mengeluh dan membuang-buang nyawanya. Kita harus segera mencapai Hutan Antherpop sebelum matahari terbenam," ujar Keila yang membuat Luke mengerutkan keningnya.

"Kenapa?"

Keila menunjukkan lembaran buku kosong yang dilihat Luke. "Karena di sini tertulis bahwa makhluk paling buas dalam hutan baru beraktivitas di malam hari."

"Kenapa sejak tadi kau terus menunjuk buku kosong itu sih?" keluh Luke yang tak mendapati tulisan, bahkan noda apa pun dalam lembar halaman yang selalu Keila coba tunjukkan padanya.

"Mungkin karena karakterku Keila si White Lily, jadi karakter ini menyimpan segala informasi penting untuk dirinya sendiri," sahut Keila secara asal.

"Ah, ya sudahlah. Ayo!" seru Luke yang kini telah memimpin jalan menuju Hutan Antherpop, di mana para Abyss Mage menyembunyikan pusaka yang menjaga kesuburan tanah Urodny.

***

Cukup sulit untuk mencapai akses Hutan Antherpop hanya dengan berjalan kaki. Semua disebabkan oleh rumor menyeramkan yang beredar di pemukiman rakyat mengenai kengerian Hutan Antherpop.

"Dan ... sepertinya ... itu ... mustahil," keluh Keila dengan suara napas terengah.

Matahari sudah hampir terbenam, sementara mereka baru saja tiba di hutan. Sialnya lagi, hutan ini memiliki kawasan yang sangat luas jika dilihat dari sebaran wilayah pada peta yang dibawa Keila.

"Ayo adikku sayang! Kita tidak boleh tergeletak di hutan, terutama saat matahari tenggelam," ledek Luke sambil berusaha menarik tangan Keila. "Kau tidak ingin jadi makanan pembuka para karnivora itu, kan?"

"Ya, dan kau makanan penutupnya," ketus Keila, lalu langsung meraih tangan Luke.

Pria itu tertawa kecil mendengar respon sahabatnya--atau mungkin adiknya karena mereka sedang berada dalam game. "Lalu, ke mana kita sekarang, Kei?"

Walau masih kesulitan mengatur napas, Keila tetap merogoh sakunya, membuka lembaran kertas map yang ajaibnya terasa seperti digital map yang bisa Keila sesuaikan skala petanya.

"Mari kita lihat. Hm ... jika kau adalah kelompok penyihir dalam game, di mana kamu akan meletakkan markas persembunyianmu? Dalam goa, atau di balik air terjun?"

Luke mencoba mengingat-ingat karakteristik penyihir menurut orang zaman dulu.

Dari semua karakteristik penuh mistis dan kutukan khas penyihir zaman lampau adalah penyihir bisa terbang menggunakan sapu terbangnya. "Bawah tanah," gumam Luke yang membuat Keila binging dibuatnya.

"Di hutan ini tidak adakah jurang atau apa pun yang bisa membuat kita mengakses ke sesuatu di bawah tanah?" tanya Luke sambil memandangi wajah kebingungan Keila.

"Ini hutan di kawasan dataran rendah. Mana ada jurang," ketus Keila. "Kalau mau ya, masuk sumur sana!" Tunjuk Keila pada sebuah sumur tua yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Luke tak bisa menahan senyumannya saat melihat sumur tua yang ternyata memiliki diameter cukup besar dibanding sumur pada umumnya.

"Keila, kau memang adik paling berguna di muks bumi ini."

Tanpa basa-basi lagi, Luke langsung membopong Keila.

"Hey! Apa yang kau lakukan, Kyle! Kau sinting, ya? Turunkan aku!" protes Kyla.

"Percaya saja padaku, atau kau mau menunggu di luar sumur sambil menjadi incaran makan malam para predator?"

Keila langsung menepuk dada bidang Luke. "Aku percaya padamu sepenuhnya, Luke," sahut Keila dengan mantap.

Benar saja, setelah mereka sampai di sumur tua itu, tidak ada satu pun pegangan atau akses yang bisa membantu mereka untuk turun. Satu-satunya cara sampai ke dasar sumur dengan selamat ya dengan sapu terbang. Tapi baik Luke maupun Keila tidak memiliki sapu terbang, jadi terpaksa mereka ....

"Kyle! Kau gila, ya!?" jerit Keila saat Luke tanpa ragu meloncat ke dalam sumur yang entah berapa ratus meter dalamnya.

Saat sekitarnya terasa semakin menghitam, Keila tanpa bisa menahan dirinya langsung memeluk Luke erat-erar sambil memejamkan mata.

Anehnya, angin kencang yang menyelimuti mereka saat terjun bebas kini sudah tidak Keila rasakan lagi.

"Kau bisa melepaskan peganganmu sekarang. Kita sudah sampai," bisik Luke.

Perlahan wanita itu memberanikan dirinya mengintip, membiasakan diri dengan barisan cahaya obor yang entah dari mana asalnya.

"Kau nyalakan obor?" tanya Keila.

Luke menggeleng. "Saat kupijakkan kakiku, tahu-tahu deretan obor itu menyala."

Setelah turun dari gendongan Luke, perempuan itu masih memandang penuh ketidak percayaan pada pria di hadapannya saat ini.

Seolah ia bisa membaca pikiran Keila, Luke berkata, "Kau tahu, kenapa penyihir hitam itu disebut sangatlah kejam?"

Keila spontan menggeleng.

"Karena mereka sangat serakah, terutama pada hal yang berkaitan dengan kekuatannya, sihir," jelas Luke.

***

Lorong panjang yang diterangi oleh obor tiap beberapa meter itu membuat keduanya berpikir bahwa ini adalah jalan menuju akhir kisah permainan ini.

Mereka pasti akan diharuskan untuk melawan para penyihir yang mencuri pusaka Urodny, menimbulkan kekeringan di wilayah utama penghasil makanan Kerajaan Gortha.

Benar saja. Saat tiba di ujung lorong, mereka disuguhkan oleh pemandangan sebuah ruangan luas dengan beberapa obor sebagai satu-satunya penerangan di ruangan ini.

Di tengah-tengah ruangan ada sebuah pohon yang tiap-tiap cabangnya mencengkram sebuah pusaka. Bila dihitung-hitung, jumlahnya bisa sekitar 20an.

"Sudah berapa wilayah yang mereka hancurkan untuk mendapatkan pohon itu?" gumam Keila.

Perkataan itu spontan membuat keduanya siaga saat asap ungu pekat ini mulai mengitari ruangan, menutup satu-satunya akses keluar mereka.

Keduanya dikejutkan oleh sebuah notifikasi bahaya abyss breath yang mampu melumpuhkan keduanya.

Keila langsung jatuh terduduk setelah tak sengaja menghirup abyss breath. Seluruh tubuhnya terasa melemah, napasnya terasa terbakar.

"Keila, bar nyawamu baik-baik saja?" tanya Luke.

Pria itu tampak cemas melihat sahabatnya kesakitan akibat asap dari abyss breath.

"Sini, biar kubantu kau ...." Belum selesai Luke bicara, sebuah petir berwarna ungu melesat dengan cepat mengenai tepat menghantam tubuh Keila.

"Livia!" jerit pria itu sebelum tubuh karakter adik perempuannya meledak tepat di hadapan Luke.

Untunglah wanita itu masih memiliki 1 nyawa cadangan.

Begitu karakter Keila muncul, Luke langsung membekap perempuan itu.

"Tutup hidungmu dengan apa pun, jangan sampai kau menghisap asapnya."

Keila mengangguk. Ia langsung mencari sesuatu dalam tasnya.

"Pemandangan yang mengagumkan, Sloane bersaudara," ujar seseorang yang mendadak muncul di depan pohon penuh pusaka.

Kemunculan sosok misterius berjubah hitam itu dibarengi dengan munculnya sebuah notifikasi.

[Final boss - kalahkan Grand Mage untuk mendapatkan semua pusaka yang dicuri para Abyss Mage]

"Kita bahkan belum mengalahkan bawahannya, tapi langsung melawan final boss?" ujar Keila yang kini telah mengenakan sapu tangan untuk menutupi hidungnya.

"Abyss Mage, serang!" seruan sang Grand Mage membuat beberapa penyihir langsung muncul di dekatnya dan secara bersamaan melancarkan serangan ke arah Sloane bersaudara.

Luke dan Keila berhasil menghindari serangan.

Mereka tahu betul, jika sekali saja petir itu mengenai tubuh, mereka akan langsung meledak.

Keila harus mewaspadai tiap serangan karena kali ini ia tidak memiliki cadangan nyawa. Sekali lagi ia meledak, maka ia akan benar-benar mati.

"Keila, apa abyss breath memengaruhi mereka?" tanya Luke dengan suara lantang.

Jika dilihat dari ekspresi, pergerakan napas dan tidak ada notifikasi muncul selain bahaya abyss breath, artinya para penyihi di ruangan ini tidak mendapat efek apa pun dari abyss breath ini.

"Tidak," jawab Keila tanpa melepaskan pandangan dari para penyihir.

Luke tereenyum puas. "Bagus. Entah kenapa abyss breath ini terasa manis dan menggelitik untukku," ucap Luke yang membuat Keila spontan menoleh ke arahnya.

Luke mengambil napas dalam-dalam, berusaha menghirup sebanyak mungkin abyss breath yang tersebar di seluruh ruangan.

[Luke menerima buff dari abyss breath. Seluruh status dan kekuatannya naik sebesar 10%]

"Semua arwah yang terperangkap dan mendiami tanah ini, aku, Luke Sloane, memanggil kalian untuk segera tunduk dalam perintah kegelapan!"

Kumpulan bayangan hitam mulai bermunculan. Entah itu dari dinding, bawah tanah, sampai dari dalam pohon.

"Kekuatan penyihir hitam, membangkitkan yang telah mati?" ungkap Keila yang takjub memandangi pasukan prajurit kematian saudara kembarnya.

Mulai dari penyihir sampai kesatria, semua roh terkuat keluar dari dalam pohon itu.

"Abyss Mage, jatulah kalian dalam kegelapan Luke Sloane."

Begitu Luke memberikan perintah, pasukan perangnya langsung melawan musuh tanpa ampun, tanpa rasa takut.

Mereka yang lenyap terkena serangan musuh langsung digantikan oleh kawanannya untuk membunuh.

Pertarungan yang bringas dan tanpa ampun dari Luke Sloane membuat Sloane bersaudara selamat dan dapat mengembalikan pusaka-pusaka yang pernah dicuri Abyss Mage.

Dan begitulah Kyle dan Livia bisa keluar dari game terkutuk ini. Setelah menyerahkan pusaka-pusaka itu ke Pangeran Mahkota dan mendapat ucapan terima kasih darinya, Livia dan Kyle langsung kembali ke tempat mereka, ruang tengah dengan sebuah TV menyala menunjukkan tulisan 'Wenceslas'.

***

[Tamat]

avataravatar