2 Part 2 : Keputusanku

Ingatanku kembali ke waktu beberapa tahun di belakang. Tahun yang bagiku merupakan tahun terberat yang pernah aku jalani selama hidupku. Terasa berat karena di tahun itu, aku harus bisa mempertahankan cintaku. Di tahun itu juga aku harus bisa memberikan gelar terindah untuk kedua orang tuaku. Pada tahun yang sama aku juga harus memperjuangkan cintaku, yang selama ini ku impikan. Tahun dimana aku harus mengejar cinta yang pernah ku punya.

Tahun-tahun itu kini telah terlewati. Namun, dalam sebuah cerita aku harus kembali mengenang itu semua. Bertaut antara cita-cita, cinta, perjuangan dan keikhlasan menjalani hidup yang ku tak pernah tahu di titik mana semuanya akan berakhir.

Benar kata dunia, waktu tidak pernah berhenti sedetikpun. Berputar dan terus berputar menulis cerita untuk dia yang punya cerita. Ini ceritaku, ceritamu dan ceritanya.

Dalam ceritaku ada dia yang selalu hadir menemani setiap goresan cerita yang ku tuangkan dalam sebuah tulisan. Meskipun kata-katanya tidak seindah penyair, tapi melukiskan guratan takdir yang telah ku jalani. Aku terus melangkah beserta izin, restu dan do'a kedua orang tuaku.

Terbayang olehku bagaimana nekatnya aku pada saat itu. Kota Jakarta tempat dimana aku dilahirkan dan dibesarkan. Sekalipun tidak pernah aku pergi jauh, hingga berjam-jam di dalam kendaraan seorang diri.

Tiba-tiba, demi seseorang yang sangat aku sayangi dan aku cintai dengan sepenuh hati. Aku rela menghilangkan rasa takut dan memupuk seluruh keberanianku untuk menyebrang lautan. Mengarungi lautan luas bersama kapal besar yang mengantarku. Lautan yang mempertemukan pulau yang satu dengan pulau yang lainnya. Berbeda pulau dan provinsi.

Keberanianku muncul karena kekuatan cinta yang ada di dalam diriku. Saat itu yang ada dalam hati dan fikiranku hanyalah aku harus menjemput cintaku kembali. Di dalam kapal kelud aku hanya seorang diri. Tidak ada seorang pun yang aku kenal. Aku hanya dapat duduk, berbaring dan berjalan di dalam kapal seperti tidak berpijak. Saat itu aku merasa benar-benar sendirian dan kesepian. Bagiku dunia ini hanya sebatas pertemuanku dengan orang yang paling ku cintai Sandyan.

####################################

Seharusnya hari itu adalah hari kepulanganku ke Jakarta. Tapi, semuanya ku batalkan. Aku lebih memilih untuk menetap di kota Batam. Meskipun sebenarnya aku sendiri tidak tahu kehidupan di kota ini. Tanpa ditemani sanak saudara. Aku nekat memulai hidup baruku di sini.

Di hatiku yang teramat dalam, hanya Sandyan yang membuatku kuat untuk memulai semuanya. Aku berjanji tidak akan pergi jauh darinya. Aku tidak ingin meninggalkan kak San sendirian. Dia cintaku, dia lelaki impianku. Aku ingin hidup bersamanya. Meskipun keadaan sangat tidak memungkinkan.

Setelah mengetahui keadaan kak San, aku pun berkeliling mencari tempat kost yang dapat ku tempati. Dengan sisa uang saku di dompet. Akhirnya, aku mendapat tempat kost yang harganya hanya Rp. 300.000/perbulan.

Malam pertama di kamar kost, aku menulis surat untuk kedua orang tuaku. Aku masih ingat dengan mereka berdua. Aku juga merindukan belaian ayah dan ibuku yang telah berbesar hati melepas kepergianku ke kota Batam.

Batam,

Teruntuk Ayah dan Ibuku

Terkasih

Bersama dengan datangnya surat ini ke tangan kalian berdua.

Anakmu ini senantiasa berdo'a kepada yang Maha Kuasa. Semoga kalian selalu sehat dan dalam lindunganNya.

Begitu pun dengan keadaanku di sini.

Ayah ibu,

Di kota ini aku telah menemui Sandyan. Namun, keadaannya tidak seperti kita. Dan aku sungguh sangat mengkhawatirkannya.

Ayah ibu,

Sampai kapanpun aku tetap mencintai kalian berdua.

Tapi, saat ini aku ingin sekali bersama dengan cintaku dan hidupku.

Meskipun aku tidak tahu, sampai kapan aku harus begini.

Menanti kembalinya cinta dan harapanku bersama dengan Sandyan.

Ayah ibu,

Malam ini aku tidur di kamar kostku.

Aku sudah makan sekepal nasi putih dan sepotong tempe goreng.

Aku juga beli air mineral sebotol, supaya tidak kehausan.

Setelah menulis surat ini, aku akan tidur.

Meskipun,

Hanya beralaskan baju-baju.

Berbantalkan tas.

Tanpa AC dan selimut.

Tapi, aku tegar.

Ayah ibu,

Anakmu ini tidak mengeluh.

Anakmu tidak menderita.

Ini semua bukti perjuangan cintaku.

Dan aku akan tetap menjalaninya di kota ini.

Do'akan aku semoga dapat melalui semuanya.

Tertanda,

Anakmu tersayang.

Malam sudah semakin larut. Aku pun menyudahi tulisanku di dalam surat. Ku lipat dan ku masukkan ke dalam amplop. Aku pun mencium surat itu tiga kali. Barulah ku tutup mataku rapat-rapat. Hingga aku pun terlelap dalam tidurku.

###################################

Sinar matahari pagi menyentuh wajahku, membangunkan aku dari tidur panjangku semalam. Pagi itu aku berencana pergi ke kantor pos. Selesai sarapan pagi ala kadarnya. Aku pun bergegas pergi menggunakan oplet ke kantor pos. Tanpa antrean panjang akhirnya aku bisa dengan cepat memasukkan suratku ke loket pengiriman. Entah mengapa mataku tiba-tiba saja tertarik melihat ke papan informasi yang terpajang di dalam kantor pos.

Dengan langkah pelan, aku mendekati papan informasi tersebut. Ternyata, di sana ada beberapa lowongan pekerjaan. Aku pun tersenyum bahagia. Aku merasa rezeki sedang menjemputku. Dengan cepat aku mencari pinjaman pena untuk menulis jenis lowongan dan alamatnya. Ketiga lowongan itu sangat cocok dengan waktu bekerjanya yang tidak full time.

Sepulang dari kantor pos, aku mampir ke rumah kak Eza. Kak Eza dan istrinya sangat baik kepadaku. Keduanya mempersilahkan aku menjenguk kak San kapanpun aku mau. Aku katakan kepada mereka, kalau aku akan menjenguk kak San satu kali sehari. Dan mereka menyetujuinya.

"Aku mau bertemu kak San, kak!" kataku pada kak Eza di rumahnya.

"Masuklah!"

Kak Eza pun mengantarku masuk ke dalam kamar kak San. Sebenarnya hati kecilku menjerit melihat keadaan kak San seperti itu. Terbaring lemah di atas tempat tidur. Perlahan aku mendekati tempat tidur kak San. Aku duduk di sebelahnya. Aku pegang tangannya yang masih diinfus. Lalu, aku sandarkan kepalaku di dekat tubuhnya yang terbaring lemah.

"Kak San, adek datang, kak!"

Aku usap-usap tangan kak San. Berharap dia bangun seperti sediakala. Namun, harapan tinggal harapan. Dalam hati aku hanya bisa merintih dan berdo'a. Berharap suatu hari nanti ada keajaiban buat kak San.

Aku pun kembali duduk. Dan terus memandangi wajah kak San. Perlahan aku usap keningnya. Dengan suara pelan aku mengajaknya bicara. Walaupun aku sendiri tidak tahu, apakah dia bisa mendengar suaraku.

"Kak, adekmu ini akan tetap di sini."

"Bersamamu."

"Yuna mu tidak akan pernah meninggalkanmu."

"Kita berdua akan terus bersama."

"Selamanya." Aku tidak kuat lagi menahan air mataku. Aku coba menutup wajahku dengan kedua tanganku. Agar tangisku tidak pecah di depan kak San. Aku tidak ingin dia mendengar dan melihatku menangis. Aku harus kuat dan tegar.

Tiba-tiba, aku melihat mata kak San terbuka. Dia menatap ke arahku. Aku pun membalas tatapannya. Aku kuatkan hatiku untuk tersenyum padanya.

"Ini Yuna, kak!" ucapku sambil memegangi tangannya.

"Kak San....kakak menangis!" aku lihat ada air mata mengalir dari kedua matanya.

#######################################

avataravatar