6 Sosis Dan Keju

"Kenapa gue mesti ketemu dia sih?" ucap Ana di dalam busway.

Seorang gadis yang tengah berdiri di dekat pintu busway, mengenakan earphone di kedua telinganya, dan mengucapkan kalimat kesalnya dengan keras. Ia tak menyadari, bahwa ucapannya membuat beberapa penumpang menatapnya aneh.

Sebuah lagu terputar, menyela pendengarannya yang tengah mendengarkan playlist di ponselnya. Nampak sebuah nama tertera di layar ponsel Ana_'Nono'.

Ana langsung menjawab panggilan tersebut dengan suara yang jauh lebih kecil ketimbang saat dia mengucapkan kalimat kesalnya tadi.

"Iya Kin."

"Dimana?"

"Busway."

"Busway arah mana?"

"Arah kontrakan."

"Yaudah, gue udah di depan kontrakan lu sekarang."

"Heh, ngapain di situ."

"Adalah pokoknya, makannya buruan! Jangan belok-belok"

"Ya pasti beloklah, kalau kagak, nabrak dong" ucap Ana sedikit menertawakan kalimatnya sendiri.

"Iya dah iya, pokoknya buruan!"

"Iya."

Ana mendapat sebuah panggilan dari Kino, sahabat terdekatnya. Hari ini Ana memang pergi tanpa dia, karna biasanya, selalu ada Kino di samping Ana. Entah saat Ana ingin membeli pakaian, sepatu, makanan, maupun kebutuhan pribadi bagi dirinya, Kino selalu menemani Ana.

Setelah percakapannya dengan Kino selesai, Ara memandang jauh ke luar busway, sambil mengucapkan sesuatu dari dalam hati. "Gara-gara gak ngajak Kino nih, gue jadi ketemu om-om itu" sambil giginya seolah menggeretak di dalam mulut.

Entah mengapa, Ana tak seantusias teman-teman wanitanya jika didekati oleh seorang yang berpakaian rapi dan terlihat kaya. Salah satunya, Kirana, ia akan sangat antusias menanggapi lelaki kaya tersebut, lalu meminta hal-hal yang Kirana inginkan. Terkadang Ana suka berpikiran untuk melakukan seperti yang Kirana lakukan, meminta sesuatu, untuk memenuhi kebutuhannya.

Karna untuk saat ini, Ana sangat membutuhkan lebih banyak uang untuk biaya hidup dan kuliahnya. Berkat keputusan Ana yang menolak perjodohan dan kabur dari rumah, sang ayah menghentikan segala fasilitas yang Ana dapatkan selama ini. Walau tak semewah fasilitas yang Kirana dan Kino miliki, sih.

Ana berhenti di salah satu halte busway di dekat tempat kostnya. Setelah dari halte, Ana akan menggunakan angkutan umum untuk mengantarkannya ke gang menuju tempat kostnya. "Coba kalau Kino nunggu guenya di halte ini, gue kan jadi gak harus naik angkot lagi" gerutu Ana setelah keluar dari halte.

Setelah cukup lama menanti angkot ngetem, akhirnya Ana meluncur juga untuk pulang. Angkutan umum bukan seperti busway, yang tidak pernah menunggu kursi penuh untuk mulai berjalan. Tapi setidaknya, di dalam angkutan harus ada 3 atau lebih penumpang, agar mereka mau memutuskan untuk melaju. Apalagi jika angkotnya bukan milik sendiri, bakal makin banyak penumpang yang ditunggu, oleh para sopir.

Ana berhenti tepat, di sebrang gang Iman, suatu gang yang menuju letak kamar kostnya. Ternyata, sudah ada lelaki yang sangat tampan menurut kaum hawa dengan kaos putih berlengan pendek, tengah mensedekapkan kedua tangannya di dada bidangnya, ia berdiri di samping papan nama gang Iman.

Lelaki tersebut adalah Kino, lelaki yang selalu menjadi pusat perhatian. Bahkan, penumpang yang ada di dalam angkot yang baru saja Ana naiki, karna ternyata, banyak penumpang yang memperhatikan Kino.

"Lam... manya" ucap Kino sambil menoel hidung mancung milik Ana.

Sambil tersenyum, Ana hanya mengucapkan "Sorry yaa?" dengan muka imutnya yang tersenyum manis, memejamkan mata, dan menggeleng-gelengkan kepalanya, di depan Kino.

Sepersekian detik, Kino terpesona dengan sikap imut Ana tersebut. Kino selalu menganggap, sikap imut Ana adalah, saat dia melakukan hal barusan, dan saat dirinya ketakutan, menonton sebuah acara atau pun hal-hal yang berbau horror.

Plak, bunyi suara tepokan terdengar sangat keras. Hingga membuat Ana yang tengah terpejam matanya, langsung membuka matanya, lalu menanyakan sesuatu. "Kin, ada apaan?" Ana penasaran.

"Oh, gak ada apa-apa An, tadi berasa ada nyamuk di pipi, makannya gue tepok pipi gue," ucap Kino sambil mengelus-elus pipinya yang memerah karna tepokan keras tangannya sendiri.

"Ya tapi, enggak kenceng-kenceng juga Kin, pipi lu merah banget tahu," ucap Ana dengan khawatir sambil memegangi pipi Kino.

"Udah gak papa, ayo jalan! Gue udah laper," ucap Kino sambil memegang pergelangan tangan kanan Ana dengan tangan kiri Kino, lalu ia menariknya untuk mengikuti langkah kakinya.

"Dasar tukang laper!" gerutu Ana di balik Kino.

Kino menghentikan langkahnya, lalu menghadap ke arah Ana, "Gue, apa elu nih, yang tukang laper?" tanya Kino dengan nada yang menegaskan.

"Hehehe, gue Kin," Ana tertawa malu.

Mereka berdua berjalan bersamaan, masih dengan pergelangan tangan kanan Ara yang di genggam oleh Kino. Terkadang, sikap kedua anak tersebut, membuat orang-orang memperhatikan perilaku mereka. Tak terkecuali, tetangga sebelah kamar kost Ana, mas Hardi.

"Ciye ciye, romantis amat nih berdua?" goda mas Hardi, saat Kino dan Ana sudah ada di depan pintu kamar kost Ana.

Ana memang tinggal di sebuah bangunan yang memiliki banyak kamar kost, ada dua lantai di bangunan yang ditempati Ana. Bangunan tersebut menyediakan kamar dengan ukuran yang lumayan besar, dan fasilitas yang cukup nyaman. kamar kost campuran, itulah yang tertulis di depan pagar bangunan.

Ana tinggal di lantai 2, mayoritas penghuni kamar kost tersebut adalah para karyawan yang belum berkeluarga, dan para mahasiswa. Bangunan tersebut tidak menerima penyewa yang membawa satu keluarganya_ibu, bapak dan anak. Tapi jika telah berkeluarga dan hanya tinggal berdua, pemilik bangunan bisa menerimanya. Ia hanya tak ingin ada anak-anak di dalam bangunannya. Pemiliknya terlihat aneh ya?

"Apaan sih mas Hardi, cowok kok ngegosip mulu sih?" respon Ana sambil membuka kuncian kamar kostnya.

"Emang gue ngegosip, Kin?" ucap mas Hardi dengan nada menggoda ke Kino, seolah mas Kino tahu tentang isi hati Kino.

"Oh, au dah. Sini mas! Ikut makan bareng?" ajak Kino mengalihkan pembicaraan.

"Tuh tuh tuh, elu gak ngerasa, An?" tanya mas Hardi masih dari pintu kamar kost miliknya.

"Ngerasa lah mas, ngerasa laper banget ini," ucap Ana yang sempat membuat kedua mata Kino membelalak kaget, lalu mulai tertawa setelah itu.

"Dasar lu, An!" ucap mas Hardi kesal, merasa tertipu.

Kino membawakan dua dus pizza dengan topping sosis dan keju, tak lupa dengan pinggiran berisi sosis juga. Kino sangat suka sekali dengan keju, sedangkan Ana, ia sangat suka sekali dengan sosis. Apalagi sosis bakar yang banyak dijual di pinggiran, saat ini. Ana bisa habis 2 buah sossis berukuran jumbo, dengan di beri topping mozarella dan saos pedas.

"Tahu aja gue udah lama gak makan pizza, Kin." ucap Ana dengan mulut mengembung, mulut yang masih penuh dengan gigitan pizza.

"Telen dulu apa, telen!" ucap Kino sambil menyeka sekitaran bibir Ana yang sudah cemong dengan saos yang Ana bubuhkan di pizzanya. Ana hanya mengangguk-angguk mendengar perkataan Kino, seolah ia bilang, iya Kin iya.

Tapi ada satu orang yang melihat kedua manusia yang bilangnya bersahabat tersebut, dengan tatapan aneh dan menerka-nerka. Mas Hardi mengunyah pizza yang ditawarkan Kino, dengan memperhatikan gerak-gerik Ana dan Kino bergantian, lalu saat Kino tersadar, mas Hardi akan mengalihkan mata nya yang memandang penasaran ke Kino dan Ana.

"Gue yakin, kalian pasti bakal pacaran nantinya!" ucap mas Hardi tiba-tiba, dan tiba-tiba juga, membuat Ana dan Kino tersedak dengan kalimat yang mas Hardi ucapkan.

avataravatar
Next chapter