webnovel

Bukan Main

Sebulan telah berlalu sejak malam yang menyesakkan itu.

"Fiuh," hela Starla sambil merentangkan kedua tangannya, menghirup dalam-dalam udara yang segar.

Starla sekarang sudah berada di kota kelahirannya, jauh dari Ibukota. Kota Washington. Ia sudah memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya setelah sekitar dua tahun ia berada di Ibukota. Menjadi pelayan bar sampai dinikahi alien ganteng tapi pengkhianat.

Starla bukanlah penduduk asli Amerika, melainkan pendatang. Ia berdarah Indonesia, maka dari itu wajahnya lebih condong ke Asia.

"Baru seumur jagung sudah harus begini, malang sekali," kata Starla geleng-geleng kepala sendiri.

Biarpun seumur jagung, kenangan bersama Galaksi begitu kuat. Tapi Starla pasti bisa melupakan Galaksi, bagaimana pun caranya. Sementara keluarganya sudah diberitahu soal perceraian tersebut dan mereka terima-terima saja. 'Jika itu yang terbaik untukmu, Nak.'

Tentu saja itu yang terbaik untuk Starla. Ia bukan tipe orang yang rela dimadu apapun alasannya.

Tapi menyebalkannya, Galaksi tidak menceraikan Starla bahkan setelah dipaksa. Galaksi membolehkannya pergi ke manapun, namun Starla tetaplah istrinya.

'Tapi kau bilang kemarin--'

'Sudahlah, aku tidak mau berdebat! Pergi sana! Tapi kau tetap istriku!'

Pintu apartemennya dibanting dengan keras kala itu. Bahkan sampai saat ini, Starla masih mengingat suara bantingannya.

Jadi berdasarkan hukum negara, Starla masihlah istri Galaksi. "Enak saja! Aku tidak sudi menganggapnya sebagai suamiku lagi!" umpat Starla mengepalkan kedua tangannya gemas. Ia membayangkan muka Galaksi lalu meludahinya.

Sekarang fokus Starla adalah melupakan Galaksi dan memulai semuanya dari nol. Mencari pekerjaan sampai dengan... Suami baru.

"Haa, kelihatannya sangat sulit mencari pria yang setia," kata Starla dengan nada getir.

"Starla!" suara panggilan seseorang membuat gadis bermata cokelat yang indah itu menoleh--berbeda dengan Galaksi yang bermata biru cerah.

"Kau lagi!" umpat Starla ketika tahu bahwa Reygan yang memanggilnya. Seorang macan kampus, yang satu tahun lebih muda darinya.

"Kenapa jutek begitu," kata Rey--begitu nama panggilannya. Ia mencolek dagu Starla yang langsung membalas dengan mencubit pinggangnya.

"Aw! Cubitanmu seperti cubitan ibuku saja! Sakit!"

"Di mana-mana cubitan itu sakit, idiot!" sembur Starla. "Sudah mahasiswa tapi yang begitu saja tidak tahu!"

Rey terkekeh. "Ada juga cubitan yang tidak sakit, Nona Cantik..."

Muka Starla memerah ketika Rey mencubit hidungnya. Tapi cubitannya mesra dan lembut.

"Kau merona?" ledek Rey. "Itu berarti sudah sah, kan, kau menyukaiku?"

"Enak saja!" Starla meninju dada bidang Rey dan nyaris menjungkalkan lelaki itu.

Rey dan Galaksi itu berbeda menurut sudut pandang Starla. Perbedaan yang paling mencolok dari keduanya adalah berapa usia mereka. Kalau Rey masih sembilan belas tahun, sedangkan Galaksi sudah berusia sembilan puluh sembilan tahun.

Starla awalnya juga tidak percaya jika melihat perawakan Galaksi. Tapi setelah teringat kalau Galaksi bukan manusia biasa, Starla pun percaya saja.

'Kau hidup abadi?' tanya Starla selesai mereka bercinta habis-habisan di rooftop apartemen Galaksi.

'Ya, begitulah.'

Saat itu entah kenapa perasaan Starla condong sedih daripada kagum mendengar kenyataan bahwa Galaksi itu abadi. Tapi ia menyembunyikannya.

Sampai pikirannya teralihkan sempurna ketika Galaksi kembali menyerangnya dengan cinta. Seakan tidak pernah puas...

Cinta?

Tapi di mana mereka berdua sekarang? Apakah ini yang dinamakan dengan perasaan yang suci tersebut?

"Kenapa malah melamun jorok?" ledek Rey. "Kalau mau dicium bilang saja. Aku akan memberikannya secara gratis."

Starla melotot. "Kau bilang apa?! Ciuman?!"

Rey mengangguk tanpa beban sementara mukanya sangat mesum sekarang. Starla pun semakin dongkol dibuatnya.

"Ini ciuman untukmu!"

Tanpa diduga Starla memutar tubuhnya dengan sebelah kakinya melayang dan mulut Rey kena secara telak.

Pemuda itu berakhir pingsan dengan mulut berdarah. Sementara orang-orang yang berjalan melewati mereka memandang takut-takut. Ada yang berhenti dan menyeletuk.

"Bukan main. Dia monster?"

Monster? Starla terkekeh. Belum tahu saja mereka dengan Galaksi. Kalau Starla kembali mengingat malam di bar itu. Bukanlah orang yang normal ketika Galaksi dengan enteng mematahkan leher seorang pria besar yang terkenal sangat kuat di wilayah itu.

Next chapter