webnovel

Taman

"Lo mau ke mana Bang?"

Arga langsung berhenti melangkah, dan menoleh ke arah Rian. Ia pun langsung berpose di hadapan adiknya itu.

"Udah ganteng belom gue?"

"Biasa aja."

"Sialan! Gue mau jalan sama Mika!"

Mata Rian langsung terbelalak lebar.

"Lo mau jalan pakai setelan jas kek gitu? Astaga, parah abang gue, asli!" pekik Rian dengan raut wajah tak enak.

"Kenapa sih lo? Ya masa gue pakai baju bola? Bukannya kalau jalan itu harus rapi, wangi, gitu ya?"

"Kalau lo jalan sama rekan bisnis lo sih ya silakan! Ini lo mau jalan sama perempuan! Gantilah, malu-maluin aja lo! Pakai jaket jeans, kaos oblong, sama celana jeans! Santai dikit tampilannya!"

Arga mengernyit bingung. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali ia mengenakan jaket jeans-nya. Apa itu saat ia masih kuliah?

"Banyak mikir, buang-buang waktu lo! Tahu nggak apa yang paling perempuan benci?" solot Rian.

"Apaan emang?"

"Pria karet yang datang telat pas janjian kencan!"

Tanpa mengatakan apa pun lagi, Arga langsung berjalan cepat menuju kamarnya. Ia lalu mengambil jaket, kaos, dan celana jeans.

Ia menghela napas panjang. Ia yakin, mamanya akan sangat terkejut jika melihatnya berdandan seperti anak muda.

Tapi ya sudahlah, ia melakukan ini semua demi mendekatkan diri pada Mika.

***

"Lo yakin mau pakai itu? Nggak mau ganti gaun, atau apa gitu yang lebih elegan dan sexy?" celetuk Jessi begitu Mika keluar dari kamar mandi.

"Kan kamu bilang kalau aku harus jadi diri sendiri biar akrab sama tu om-om? Lagian ya, dia harus terbiasa dengan aku yang apa adanya, biar besok pas udah nikah, nggak kaget!"

Jessi merengut sambil memicingkan matanya melihat Mika yang dengan cueknya memakai jumpsuit warna pink-putih dengan rambut di cepol.

Tidakkah itu terlalu santai untuk berkencan?

"Pikirin deh Mi, gimana kalau dia pakai baju rapi, dan formal gitu? Kalau lo jalan sama dia, nanti bakal dikira lo anaknya!" pekik Jessi menggebu-gebu.

"Weh, hati-hati kamu kalau ngomong! Mas Arga itu nggak setua itu tahu! Bagkan, kalau dia pakai setelan jas sekalipun, dia bakal tetep kelihatan ganteng!" sergah Mika tak terima.

"Emang tadi gue bilang dia jelek? Gue juga tahu kalau dia ganteng! Itu muka dia sering nangkring di majalah! Pebisnis muda, berprestasi, dan tampan! Njir, beruntung banget lo!"

Mika hanya melirik sekilas ke arah Jessi. Enggan rasanya gadis itu menanggapi setiap ocehan sahabatnya itu.

"Non, ada tamu!" celetuk salah satu ART Mika.

Bukannya Mika, justru Jessi yang langsung melompat dengan riangnya, dan berlari menuruni tangga untuk menemui sang tamu.

"Mas Arga, ya?" sapa Jessi dengan santainya.

"Iya. Mika ada?"

"Ada. Masih di atas!" sahut Jessi dengan santainya.

Gadis itu langsung duduk di sofa, berhadapan dengan Arga. Matanya tak pernah lepas dari pria itu.

Jessi memperhatikan Arga dari ujung kepala, hingga ujung kaki.

Benar kata Mika, Arga jauh lebih tampan dari yang ada di foto.

"Jess, mata tolong dijaga!" seloroh Mika yang baru saja menuruni tangga.

"Diem lo, Mi! Sekali-sekali mengangumi karya Tuhan nggak ada salahnya, 'kan?" sahut Jessi dengan santainya.

"Salahlah! Yang kamu pandangin itu jodoh orang! Nanti yang punya marah!"

"Wah, songong ini anak!" Jessi langsung berdiri dan menatap Mika tajam.

"Udah, ga usah ribut, nanti kalau pulang, aku beliin Burger Queen! Jaga rumah baik-baik ya! Makanan di kulkas jangan dihabisin!" setelah mengatakan itu, Mika langsung menarik Arga keluar dari rumah sebelum Jessi murka dan melemparkan semua barang yang ada di dekatnya.

Arga melongo menghadapi situasi seperti tadi. Sialnya, kedua gadis ini jauh lebih parah dari Rian.

"Kita mau pergi ke mana, Mas?" tanya Mika begitu mereka berada di dalam mobil.

"Kamu maunya ke mana? Saya, eh, aku, antar!"

Mika terlihat bingung dengan sikap Arga.

"Mas kalau nggak nyaman pakai aku-kamu, jangan dipaksain, yang ada nanti jadi lebih canggung," ucap Mika pelan.

Arga tersenyum tipis, ia lalu melirik sekilas ke arah Mika, dan kembali fokus ke jalanan di depannya.

Setelah kejadian waktu itu, pria itu kini menjadi sangat berhati-hati saat menyetir. Ia tidak ingin kehilangan fokus dan membahayakan siapa pun lagi.

"Aku cuma lagi berusaha lebih akrab sama kamu!"

Mika langsung menoleh dan memperhatikan sosok di sebelahnya itu selesai Arga berbicara.

"Makasih. Tapi jangan sampai Mas nggak nyaman aja!"

"Santai aja. Kalau agak kaku pada awalnya, maklumin aja. Menjadi dekat itu juga butuh waktu." sahut Arga.

"Iya. Ya udah, aku mau jalan-jalan aja ke taman!"

"Nggak mau ke mall?"

"No, siang tadi udah ke mall sama Jessi."

Tidak ada percakapan apa pun lagi setelah itu. Keduanya disibukkan dengan pemikiran masing-masing.

Mika sudah memutuskan untuk menikah dengan Arga, jadi mau tidak mau, ia juga harus menemukan cara untuk bisa bahagia dengan pria itu.

Sesampainya di taman yang Mika maksud, Arga tersenyum tipis melihat jalan setapak di taman dihiasi dengan lampu-lampu taman yang sangat indah. Pria itu bahkan tidak tahu bahwa ada tempat yang seperti itu di Jakarta.

Banyak pasangan yang menghabiskan waktu di sini, duduk di bangku taman sambil memakan cemilan yang mereka bawa.

"Mas, beli cemilan dulu, yuk!" ajak Mika sambil menarik lengan Arga menuju penjual makanan yang ada di pinggiran taman.

"Mas mau apa?" tanya Mika dengan semangatnya.

"Terserah kamu aja."

"Oke. Kalau gitu ... Bang, saya mau cilornya sepuluh ribu."

"Siap, Neng!" sahut sang abang penjual.

Tidak berhenti di situ. Mika terus menyeret Arga untuk membeli bakso bakar, cireng, dan berbagai macam jajanan lokal lainnya. Setelah itu, mereka membawa semua makanannya ke bangku taman yang menghadap ke arah air mancur yang ada di tengah-tengah taman.

"Kamu mau makan ini semua?" tanya Arga tak percaya.

"Ya sama Mas dong, habisinnya."

"Kamu tahu, nggak? Makanan yang kamu beli ini nggak sehat!" seru Arga sambil menatap satu per satu makanan di dekat mereka itu.

"Mas pernah makan makanan kayak gini, belum?"

"Nggak pernah, dan nggak mau! Nggak sehat tahu!"

Mika menggeleng pelan. Ini pertama kalinya ia melihat ada orang yang mampu menolak pesona jajanan lokal yang sungguh menggugah selera itu.

"Mas pernah lihat orang mati karena makan cilor?!" tanya Mika dengan santainya.

"Nggak pernah sih!"

"Kalau mati karena makan bakso bakar? Cireng? Sosis? Pernah nggak?" tantang Mika.

Arga terdiam kesal, namun akhirnya ia menggeleng pelan.

"Selama itu nggak bikin mati, ya udah kita nikmatin aja!"

Arga hanya tersenyum tipis menghadapi si calon istri yang begitu frontal itu.

"Mas,"

"Ya?"

"Mas punya pacar, atau perempuan yang disayang, nggak?"

"Ha?"

Next chapter