webnovel

Tentang Olivia Zahra

Olive teramat ingin menjadi cantik, tetapi sayang kebutuhanya yang mendesak dan gajinya yang selalu dipermainkan oleh bosnya membuat ia tidak dapat membeli alat-alat skincare atau pun make up.

Hanya bedak tabur saja yang dapat ia beli, itu pun hasil uang tabungan sisa-sisa.

Bahan-bahan alami sudah ia coba, hasil ia mencari di internet. Namun, tidak ada hasil sama sekali, yang ada hanya membuat uangnya habis yang akan berdampak di marahi oleh ibunya.

Orang-orang menyuruhnya serta mendesaknya untuk tampil cantik. Dengan cara perawatan, pergi ke salon, klinik kecantikan dan lain-lain nya. Tetapi, tidak satu pun yang ingin memberi kan nya modal.

Apa lagi, bosnya. Laki-laki itu sangat menyebalkan, mengejek, mencemooh, mencacinya karena fisik tetapi selalu mempermainkan gajinya, tidak ada angin, tidak ada hujan gajinya dipotong, lalu sesuai moodnya kalo moodnya jelek dirinya tidak diberi gaji, terkadang diberi hanya dua puluh ribu rupiah satu bulan.

Sempat ingin keluar dari pekerjaan ini, lalu dirinya tersadar hanya disinilah tempat yang menerimanya kerja, tidak ada lagi.

Kalau saja, jodoh dan cinta, serta kata-kata. "Kamu akan terlihat sempurna di mata orang yang tepat" itu ada, Olive akan sangat-sangat bersyukur.

Tetapi, apakah benar? Dirinya rasa itu sama sekali tidak benar. Lagi pula, memang siapa yang menganggapnya cantik? Ibunya saja tidak pernah mengatakan bahwa dirinya cantik.

Dua puluh empat tahun, tidak pernah ada yang mengatakannya cantik sama sekali, Olive tidak pernah mendengar kata-kata yang tertuju padanya bahwa ia cantik.

Ya sudah, kenyataan bahwa dirinya memang lah tidak cantik. Penampilan nya sangat tidak menggugah selera, pakaian yang ia pakai saja sembilan belas tahun lalu ia beli dan tidak pernah membeli pakaian lagi.

Itu pun pakaian bekas dan grosir yang dibelinya, bukan lah hasil beli di mall, toko baju, dan lain-lain nya.

Beberapa saat melamun, Olive di kaget kan dengan datangnya Mas Fiki yang tengah berdecak pinggang.

"Enak ya melamunnya?" sindir Fiki

"Asal anda tahu, saya tidak menggaji mu hanya untuk melamun, wanita jelek!" umpat Fiki pedas, umpatan itu sudah biasa Olive terima. Baik di rumah maupun di tempatnya kerja.

Namun, walau begitu seluruh umpatan itu menyakiti hatinya. Bahkan dirinya sendiri pun turun mencemooh.

"Anda seharusnya sadar, bahwa anda jelek! Anda ini mandi tidak sih? Kok tetap dekil? Pantas saja, tidak ada yang menginginkan mu, dan pelanggan ku pergi semua semenjak ada anda! Dasar wanita dungu! Sudah jelek, dekil, suka melamun, dungu lagi!" caci Fiki pedas, sangat-sangat pedas.

Olive mengangguk, menerima seluruh umpatan, cacian dan cemoohan yang dilontarkan oleh bosnya. Tidak apa, ini sudah menjadi kebiasaan nya, Olive anak yang hebat dan lagi kuat, mental Olive tahan banting!

"Maaf, Mas s-saya tidak sengaja, s-saya tidak akan mengulanginya lagi!" ucap Olive penuh sesal, kepalanya menunduk dengan tangan yang tertaut di depan paha.

"Halah! Anda selalu berbicara omong kosong! Saya tidak percaya lagi! Sekarang anda dapat pergi dari sini!" usir Fiki kasar, dirinya bahkan membentak Olive.

"Lalu, siapa yang akan menjaga minimarket punya Mas ini? Mas kan kuliah," tanya Olive takut-takut.

"Tentu, saya tidak sepertimu gadis kampungan yang miskin, ah lebih tepatnya perawan tua. Atau sudah tidak perawan? Saya tidak peduli, intinya saya sudah memiliki penggantimu yang tentu cantik, mempunyai badan yang bagus, tidak sepertimu. Dekil, jelek dan miskin," balas Fiki dengan suara lantang.

Lelaki itu bahkan terang-terangan mengatakan hal tidak senonoh. Tentu dengan pandangan merendahkan.

Hati Olive merasa kan hancur, tidak terlalu dirinya sudah biasa. It's okay, no problem. Sudah biasa. Kata-kata itu yang selalu Olive gumam kan dalam hati.

Olive mengangguk. "Baik, terima kasih atas semua pujian yang anda lontarkan, senang bekerja dengan anda, saya permisi," pamit Olive dengan sopan lalu dirinya pergi dari hadapan Fiki.

Fiki berbalik lalu memanggil Olive. "Heh, kemari!" perintah Fiki

Olive berbalik, lalu kembali.

Fiki melemparkan uang sejumlah dua ratus ribu ke hadapan Olive. "Gaji anda! Sudah sana, pergi saya muak melihat anda!"

Olive memungut uang pecahan lima puluh ribu sebanyak empat buah di lantai lalu pergi dari hadapan Fiki.

Ia akan menerima uang itu, karena hidupnya membutuhkan itu semua. Uang dua ratus ribu rupiah itu sama sekali tidak sebanding dengan dua tahun cacian, makian, cemooh yang diberikan oleh Fiki. Namun tidak apa, hatinya sudah biasa.

Olive berjalan luntang lantung, tanpa arah tujuan. Kalau dia pulang, bagaimana reaksi Kartika? Pasti Kartika akan terus memarahi nya, atau menjodohkan nya pada Bapak-bapak tua yang memiliki tiga orang istri sekaligus itu.

Jelek-jelek begini, dirinya tidak mau dengan orang itu. Orang itu bahkan umurnya sepadan dengan kakeknya. Yang benar saja.

Dirinya duduk di halte bus, bahu nya merosot, lemas tidak berdaya, tubuhnya bergetar karena menangis, dirinya menangis di halte bus, Olive tidak peduli dengan tatapan orang-orang. Dirinya perempuan jelek, tentu tidak ada yang memperdulikan nya.

Orang-orang berjalan lalu lalang, jalanan tampak padat dengan transportasi dan orang lalu lalang.

Tiba-tiba, ada seseorang yang menepuk bahunya pelan.

Olive terkejut, lalu menaikan wajahnya guna melihat siapa dalang dari orang yang menepuk bahunya.

Rupanya, orang tersebut adalah orang yang sama tadi. Yaitu pelanggannya.

Dirinya menghapus air matanya, secepat kilat.

"Maaf, kalau saya mengganggu mbak," ucap lelaki itu merasa bersalah. Olive menggeleng

"Mengganggu? Tidak kok, saya tidak apa-apa, ada yang bisa saya bantu?" Lihat, Olive menyembunyikan lukanya lagi dan berkata pada dunia bahwa ia baik-baik saja.

"Boleh saya duduk?" tanya lelaki itu memastikan, Olive sedikit bergeser lalu mengangguk.

"Tentu," balas Olive

"Kalau boleh tau, anda kok di sini? Bukan nya tadi menjaga minimarket?"

Olive menetralisir rasa sakit hatinya terhadap cacian yang dilontarkan Fiki beberapa menit yang lalu.

"Saya dipecat," jawab Olive singkat, jawaban yang mampu membuat Laki-laki itu terkejut.

"Mengapa?"

Olive menggeleng. "Tidak tahu, sudah biar kan memang saya yang salah, saya jelek, saya dekil pantas untuk saya mendapat kan itu semua," cetus Olive merendahkan diri sendiri.

Laki-laki itu menyimak, lalu mengusap bahu Olive. "Jangan bersedih, dan jangan merendahkan diri sendiri. Anda istimewa dan sempurna di mata orang yang tepat, percayalah kekuatan Allah itu ada," saran laki-laki itu memberi masukan pada Olive, yang tengah merasa insecure, dan minder.

Olive menoleh. "Tapi, apakah kata-kata itu benar adanya? Saya benar-benar tidak percaya dengan adanya kata-kata itu." Olive meremeh kan kata-kata yang selalu dirinya baca, tidak hanya sering dibaca kata-kata itu bahkan dengan lancang masuk dan membuat otaknya berpikir tentang kebenaran dari kata-kata tersebut.