3 Cinta Palsu?

Setelah Diana masuk ke UGD, Arya berjanji kepada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan membahas rencana pernikahan mereka sebelum tunangannya benar-benar sehat.

Arya juga tidak berani menjelaskan tentang pertengkarannya dengan Diana di Kafe Atlantik hari itu. Dia berpikir apakah Tante Martha sudah memberitahukan semuanya pada Om Andre waktu di rumah mereka tadi?

Arya menggeser posisi duduknya mendekati Martha yang nampak murung dan sedih.

"Tante ... maafkan saya karena sudah menyebabkan Diana jatuh sakit," ucap Arya lirih.

"Sebenarnya ada masalah apa sampai kalian bertengkar, Arya?" tanya Martha ingin tahu.

"Tidak ada masalah apapun di antara saya dengan Diana, saya cuma membahas rencana pernikahan kami," jelas Arya.

"Pernikahan?? Kamu akan menikahi putri Om?" Andre tiba-tiba menyela pembicaraan Martha dan Arya.

"Betul, Om. Saya akan segera menikahi Diana, saya tidak mau menunda-nunda lagi." Arya menegaskan.

"Lalu bagaimana tanggapan Diana akan hal ini?" tanya Martha lagi.

"Dia ragu menikah dengan saya ... alasannya ...." Arya menghela napas. 

"Alasannya apa? Bicara yang jelas," tandas Andre.

"Maaf, saya tidak bisa memberitahukan alasannya ke Om dan Tante. Lebih baik tanyakan langsung pada Diana." Arya mendadak kesal dengan ucapan tunangannya saat di kafe tadi.

"Baiklah, nanti Om tanyakan sendiri padanya setelah dia sembuh."

"Mestinya dia tidak perlu ragu menikah dengan kamu, Tante malah bersyukur karena masih ada laki-laki baik dan bertanggung jawab seperti kamu," pungkas Martha tulus.

"Terimakasih, Tante. Saya sangat mencintai Diana, maafkan saya atas kejadian waktu itu," sesal Arya.

"Makanya punya anak perempuan dijaga, jangan sampai memberikan kesuciannya sebelum menikah." Andre blak-blakkan berkata seperti itu kepada istrinya.

"Lho, Papa kok malah menyalahkan Mama?! Selama bertahun-tahun Papa tidak pernah peduli dengan Diana, kamu hanya peduli pada Fiona dan Kelvin!" 

"Siapa bilang aku tidak peduli?!" Andre membelalakkan matanya.

"Semua itu salah saya ... saya terlalu sibuk dengan pekerjaan saya sehingga Diana berusaha mencari perhatian lebih," timpal Arya.

Mereka memperdebatkan siapa yang salah dan siapa yang benar, kemudian suster keluar dari ruang IGD dengan wajah masam.

"Bapak, Ibu, tolong jangan ribut di sini. Ini rumah sakit, nanti pasien terganggu dengan suara Bapak dan Ibu."

"Maaf, Sus," sahut Arya.

"Sus, bagaimana keadaan anak saya? Dia baik-baik saja, kan?" tanya Andre cepat.

"Kondisi ibu Diana tidak baik dan harus segera dirawat, Pak."

"Baik, Sus. Tolong berikan perawatan yang terbaik untuk anak saya."

"Biar saya urus semuanya, Om. Malam ini saya juga akan menemani Diana, Om dan Tante tidak perlu khawatir."

"Kamu baik sekali, Arya. Tante percaya Diana tidak salah pilih calon suami." Martha menepuk-nepuk bahu Arya.

"Kalau begitu Om serahkan semuanya ke kamu, nanti kalau sudah beres tolong antarkan kami pulang."

"Pasti, Om."

Sesudah berbincang-bincang sejenak, malam itu juga Arya meminta kepada perawat agar Diana langsung dipindahkan dari ruang UGD ke kamar rawat di VIP 1. 

Martha melihat ketulusan dalam diri Arya, dia tahu bahwa laki-laki itu sangat baik, rendah hati dan dewasa. 

Martha yakin jika Arya akan menjadi suami yang baik untuk Diana, sementara Andre tidak terlalu setuju dengan rencana pernikahan tersebut.

******

Malam itu Arya tidur di sofa di dalam ruangan VIP 1, kondisi Diana sudah mulai membaik tapi dia harus tetap dirawat selama beberapa hari sampai benar-benar sembuh.

Mereka berdua terlelap dan melupakan masalahnya masing-masing untuk sesaat. Di rumah Diana, Andre tidak bisa tidur memikirkan hubungan Arya dengan Diana.

Sejak dulu Andre selalu berbeda pendapat tentang laki-laki itu, Martha menyukai kepribadian Arya sementara Andre tidak. Kejadian hari ini menyebabkan Andre semakin yakin bahwa Diana harus secepatnya putus dari Arya.

Bagaimanapun juga Arya adalah orang yang sudah mengambil kesucian anaknya, Andre berpikir kalau di kafe tadi mereka sudah bertengkar hebat hingga Diana pulang dalam keadaan pingsan.

Keesokkan harinya Arya bangun pagi-pagi sekali untuk melihat keadaan Diana dan ternyata dia sudah bangun, namun betapa terkejutnya Arya ketika kekasihnya kembali menyebut-nyebut nama Ryan.

"Ryaann ... saya sakit ...." Diana terisak.

Hati Arya terluka karena cintanya dikhianati, selalu saja orang itu yang ada dalam pikiran Diana. Tekat Arya untuk mencari tahu siapa laki-laki yang disebut oleh Diana tadi semakin bulat, saat itu juga dia urung menghampiri Diana.

Arya menyimpan semuanya sendiri, dia tidak akan bertanya pada Diana.

"Ryaann ...." panggil Diana lirih.

Arya mengepalkan telapak tangannya, rasa cemburu membangkitkan emosi Arya. Dia segera keluar dari kamar rawat Diana lalu berlari menuju lobby rumah sakit yang masih sepi.

Di situ Arya meluapkan semua kemarahan yang disimpannya sedari tadi, ia memukul-mukul kursi besi dengan sangat geram seolah-olah kursi itu adalah rivalnya.

"Dianaaa! Kamu pikir saya siapa, hah?! Ryan?!" teriak Arya pada dirinya sendiri.

"Gua mesti gimana sama dia? Sebentar lagi gua bakal tau siapa cowok itu dan gua bakal putusin dia!"

Setelah meluapkan emosinya Arya beranjak dari lobby kemudian pergi ke kantin untuk sarapan. Ia perlu menenangkan pikiran sejenak sambil mengisi perutnya yang keroncongan.

Sesampainya di kantin tampak beberapa gerai ada yang masih belum membuka lapaknya karena waktu itu baru sekitar jam setengah enam pagi.

Sambil menunggu semua gerai makanan buka, Arya mengambil ponsel yang ia simpan di dalam saku kemejanya. Ia mencoba menelepon seseorang untuk mencari sesuatu darinya.

Tuutt ... tuutt ... tuutt ... klik

"Haloo ...."

"Ryan, sorry pagi-pagi gini nelepon lo," ujar Arya.

"Iyaa, Ya. Gua masih ngantuk, nih."

"Sorry, sorry. Nanti siang bisa ketemuan di kantor, gak? Gua mau ngomong sama lo," balas Arya pada Ryan.

"Keliatannya serius banget ... tapi oke deh nanti siang gua samperin lo ke sana."

"Thanks, Yan."

Klik, Arya menutup teleponnya dengan Ryan.

Pagi itu Arya mulai menjalankan rencana pertamanya yaitu mencari kebenaran dari Ryan, dia berniat memancing rekan bisnisnya tersebut.

Tak lama kemudian sesudah menelepon Ryan, orang-orang pemilik gerai di kantin rumah sakit mulai berdatangan untuk menyiapkan dagangan mereka masing-masing.

Sementara itu di ruang VIP, Diana merasa dadanya sudah tidak sesak dan nyeri lagi. Dia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi kepadanya sampai harus dirawat di rumah sakit.

Diana mengira kalau yang menemaninya semalam adalah Ryan sehingga ia berulang kali memanggil nama Ryan saat bangun tidur tadi.

Ketulusan cinta Arya tidak mampu mengubah bagian terdalam hati Diana yang telah berisi cinta dari laki-laki lain. Diana juga tidak ragu

memberikan semua miliknya pada Ryan, dia begitu mudah jatuh cinta.

Benarkah jika Ryan pun memiliki perasaan yang sama dengan Diana atau hanya sekadar cinta palsu?

******

avataravatar
Next chapter