webnovel

1 Cahaya

Angin bertiup perlahan, menerbangkan butiran salju dari pucuk—pucuk pohon di sebuah padang salju yang putih menyilaukan. Shin menggerakkan badan,membebaskan diri dari tusukan hawa dingin yang menghunjam tiap rongga di permukaan kulitnya. Rasanya sakit dan pedih.Mata Shin menyipit, menghalau silau yang terpantul dari hamparan putih yang terbentang di sekelilingnya. Dia hanya mampu menggerakkan sedikit anggota badannya.Lutut Shin kaku. Pergelangan kakinya sulit bergerak.Seluruh persendian tubuhnya bagai sebatang kayu yang teronggok tak berdaya. Beku.Tujuh menit yang sangat menyiksa. Tujuh menit yang tak pernah Shin bayangkan sebelumnya, tetapi sejak itu dia merasa hidupnya takkan bebas. Sejenak yang bisa berarti selamanya. Sekujur tubuhnya menggigil mengingat beban baru yang kini bersemayam di dadanya. Beban yang menggelayut di setiap langkah hidupnya.Shin masih sempat menertawakan dirinya. Tawa pahit. Getir, karena menyadari akal sehat dan nalurinya tidak bisa bereaksi dengan baik. Mengapa dia bertahan terpendam dalam salju dengan posisi jongkok selama itu, seperti yang diperintahkan kepadanya? Mengapa dia patuh, padahal si pemberi perintah meninggalkannya sendirian setelah itu? Seharusnya, dia bisa pergi, tak perlu menunggu selama tujuh menit dengan badan setengah terkubur.Shin memandangi telapak tangannya yang menyembul di permukaan selaju.

mukaan salju. Pucat. Dia berusaha mengembuskan napas dari sela—sela rongga dadanya yang terasa sesak. kepulan asap hangat dari napasnya itu menyentuh telapak tangan. Setidaknya mereka masih berbaik hati membiarkan telapak tangannya tetap berada di permukaan salju. Meskipun, itu cuma untuk membiarkan Shin menyaksikan lewat jam tangannya bahwa detik demi detik yang berjalan terasa amat lambat.untuk memastikan Shin mematuhi waktu yang mereka tentukan.Sebuah gerakan halus berhasil menggugurkan sedikit tumpukan salju di sekitar siku Shin. Dia melakukan sekali lagi sambil menahan sakit di ototnya yang makin menggigit. Lengannya yang terbalut warna hitam gakuran( Seragam sekolah.) mulai terlihat, tersembul setelah guguran kedua. Memberinya sedikit tambahan tenaga untuk lebih berusaha.Shin berhenti. Tubuhnya belum siap melakukan gerakan lain. Matanya terpejam, berharap bisa mengenyahkan seluruh rasa sakit yang dia rasakan. Namun,kegelapan yang menyertainya malah semakin membuat Shin sakit. Shin masih diam tak bergerak. Matanya terbuka, menatap nanar telapak tangannya.Dia terkesiap saat tiba—tiba beban dingin yang melingkupi bahunya menjadi ringan. Ada sedikit kehangatan menyentuhnya. Sakit dan sesak yang tadi dirasakan Shin perlahan berangsur berkurang.Sebuah suara menyapanya dengan rasa khawatir,"kau membiarkan dirimu terpendam begini?"Shin membuka mata perlahan. Dia menoleh, lalu mendapati seorang gadis tengah sibuk menyibakkan tumpukan salju sampai sepatu Shin terlihat. kemudian, terdengar desah napas lega dari bibirnya yang pucat."Ayo! Aku bantu kamu berdiri," katanya dalam desah napas yang pendek—pendek.Shin mencoba bangkit walaupun sulit, dan sakit.ia merasakan tubuhnya oleng, menimpa tubuh mungil yang sigap menangkap lengannya. Dingin tangan gadis itu terasa menyentuh kulit di balik gakuran yang melindungi tubuh Shin. Cengkeramannya kuat menopang tubuh lemah Shin walaupun Shin merasakan gadis itu sebenarnya kepayahan. Tetapi, tak ada yang bisa Shin perbuat. Dia terlalu lemah, bahkan untuk menopang tubuhnya sendiri.Gadis itu dengan sabar memapah Shin menjejak tumpukan salju ke tepi padang, dengan langkah yang dia lakukan dengan susah payah. Shin pun merasakan ada yang tidak biasa dengan ayunan langkahnya. Pijakan kaki kanan gadis itu lebih dalam daripada yang kiri. Shin terus berusaha melangkah. Dia terlalu lemah untuk memikirkan hal lain."Arigatougozaimashita…." ( Terima kasih.) Suara lemah Shin hampir tak terdengar. kepalanya pun tak sanggup memberi anggukan untuk mewakili rasa terima kasih.Gadis itu menggeleng, memberi isyarat kepada Shin bahwa dia tak perlu repot—repot mengucapkan terima kasih. Sebotol teh yang mulai berkurang kehangatannya disodorkan kepada Shin yang duduk bersandar pada sebuah batu. Gadis itu membuka tutupnya dengan cepat."Minumlah," katanya, "supaya badanmu lebih hangat."Shin meneguk teh dari botol itu perlahan. Merasakan hangat yang mengaliri kerongkongan dan menyebar ke seluruh tubuhnya. Pori—porinya yang dingin dan beku mulai terbuka dan merasakan kehangatan itu."Hajimemashite( Perkenalkan.) ... kawamura Shin desu... yoroshiku onegaishimasu( Mohon bantuannya.) ...," ujar Shin mengenalkan diri dengan suara yang masih lemah, tetapi lebih jelas dari sebelumnya.kemudian, dia mengucapkan terima kasih sekali lagi dengan badan membungkuk sedalam yang dia bisa."Yamamoto Hikari desu. Yoroshiku onegaishimasu,"balas gadis itu, menyebutkan namanya.Lalu, mereka terdiam. Shin membiarkan Hikari membersihkan sisa butiran salju yang masih menempel pada gakuran—nya."Sudah lebih baik?"Shin mengangguk."kalau begitu, aku pulang dulu. Sebaiknya, kau segera pulang dan ganti baju."Hikari bangkit meninggalkan Shin. Sailorfuku yang dikenakannya bergerak berayun—ayun menyesuaikan langkah kakinya yang tak seimbang. Mata Shin tidak sanggup mengiringi langkah Hikari sampai hilang dari pandangan. Mata itu justru memandang hamparan padang salju yang luas. Tempat dia pernah setengah terkubur dalam tumpukan salju. Tubuh dan harga dirinya pernah terkubur di sana.Tujuh menit. Tujuh menit tubuhnya terbungkus dinginnya salju. Tujuh menit yang menggetarkan dan menghempaskan dirinya ke gelap alam bawah sadarnya.Tiba—tiba, tubuh Shin bergetar hebat.

Next chapter