12 Menjelang jadi pacar palsu

Liu Yu sedang bersiap-siap ia ingin berangkat agak pagi. Pikirnya hari Senin semoga membawa keberuntungan untuknya. Ibunya menyuruhnya segera sarapan, Liu Yu makan sangat lahap seperti anak-anak.

"Ibu, aku sudah selesai sarapan," ucapnya.

"Bersihkan dulu bibirmu yang belepotan," jawab ibunya.

Liu Yu mengambil tissu dan mengelap bibirnya, dia bergegas mengganti sandal rumahnya dengan sepatu high heels peach kesukaannya.

"Ibu aku berangkat dulu," pamitnya sambil mencium pipi ibunya.

"Hati-hati, semoga harimu menyenangkan," Ibunya melambaikan tangan melihat Liu Yu melangkah keluar rumah.

"Anak itu, selalu saja semangat," gumam ibunya memandangi punggung putrinya dari jauh.

---

Pagi itu Daijun berangkat agak pagi, ia melajukan mobilnya dengan cepat di jalanan, karena sedikit senggang.

*drrtt drrtt*

Handphonenya berbunyi, daijun melihat di layar ada pesan masuk, ternyata dari desainer langganannya.

"Tuan Daijun, maaf sebelumnya, kurir kami tidak bisa mengantarkan pesanan anda ke kantor anda. Bagaimana apabila anda mengambilnya kesini?" tertulis di layar handphonenya.

"Baiklah, aku akan segera kesana," jawabnya melalui voice note.

Ternyata baju yang dia pilihkan untuk Liu Yu, harus dia ambil ke tempatnya. Dia memutar arah mobilnya menuju butik desainer itu, ia memacu laju mobilnya cepat agar segera sampai, ke tempat itu.

Setelah mengambil pesananannya, Daijun kembali melaju di jalanan. Daijun sudah mengambil pesanannya yang akan dipakai Liu Yu untuk menemui Xiao Lee dan keluarganya saat makan malam nanti.

Perasaannya cukup bagus pagi itu, dia memutar musik di mobil, lagu yang tenang dan menandakan orang jatuh cinta mulai mengalun pelan, seirama dengan perasaannya.

Beberapa saat Daijun sudah tiba di pelataran parkir kantor, dia memarkirkan mobilnya di pelataran yang masih kosong. Kemudian membawa tas belanja berisi baju dan sepatu yang akan dipakai Liu Yu nanti dan berjalan masuk ke dalam kantornya, ia melihat masih sepi kantornya hanya keamanan yang sudah standby di depan kantor.

"Selamat pagi, pak Direktur," sapa penjaga kemanan.

"Pagi," jawabnya singkat dan berlalu naik lift menuju ruangannya.

Keluar dari lift dia segera menuju ke ruangannya, dia berjalan sedikit-sedikit tersenyum.

Karena ada sekat dia tak melihat bahwa Liu Yu sudah tiba lebih pagi darinya.

Liu Yu yang melihat Daijun datang segera berdiri dari kursinya untuk memberi salam padanya.

"Selamat pagi, pak Direktur," seru Liu Yu yang berdiri sedikit membungkuk memberi salam.

Daijun yang tidak tahu, terkejut dan langsung menoleh, ternyata Liu Yu sudah datang sepagi ini pikirnya.

"Pagi," dia mencoba tampil cool di depan Liu Yu.

"Ini untuk kau pakai nanti malam," Daijun menyerahkan tas belanja yang dia bawa pada Liu Yu dengan agak sebal karena terkejut tadi.

"Terima kasih, pak Direktur," ucap Liu Yu.

Daijun tersenyum dan melangkah masuk ke ruangannya.

Liu Yu melihat dalamnya sekilas dan menaruhnya di sebelah tempat duduknya.

"Pasti sangat mahal, aku tak akan mampu membelinya," gumam Liu Yu.

Daijun memandangi Liu Yu dari dalam ruangannya, ia tersenyum sepertinya Liu Yu suka apa yang dia berikan.

Liu Yu sadar, Daijun melihatnya dari dalam kantor lewat jendela transparan, ia melemparkan senyum padanya.

Daijun yang tahu Liu Yu sadar, segera memencet remote kaca agar berubah tidak transparan.

---

Makan siang sudah berlalu, Liu Yu kembali dari makan di cafe lantai 1 kantornya bersama teman-teman divisi lain.

"Saya duluan," ucapnya sedikit membungkuk, teman-temannya mempersilakan. Liu Yu berjalan dengan anggun ke meja kerjanya.

Teman-temannya sangat suka dengan Liu Yu. Dia cantik, cerdas, dan multitalenta, selain itu dia tidak sombong akan jabatan yang ia terima.

Liu Yu kembali duduk di kursinya. Dan mengecek beberapa email masuk di komputer di depannya, tiba-tiba telfon masuk.

*tililit tililit*

"Selamat Siang, dengan sekretaris Yu disini," ucapnya sambil mengangkat gagang telfon.

"Sekretaris Yu, bisa kau ke ruanganku sekarang?" tanya Daijun dari ujung telfon.

"Baik, pak Direktur," jawabnya sebelum menutup telfon.

Liu Yu meraih tablet disampingnya dan berjalan memasuki ruangan direktur.

"Ada yang bisa saya bantu, pak Direktur?" tanya Liu Yu.

"Apakah saya ada jadwal siang ini?" tanya kembali dari Daijun pada Liu Yu, dengan tatapan tenang.

"Hari ini pukul 3 anda hanya bertemu perwakilan Pak Kwangso untuk tanda tangan peresmian pusat seni Gangnam di ruang meeting," ucapnya. Liu Yu melihat ke arloji berwarna peach di tangan kirinya, "Kurang setengah jam lagi sebelum pertemuan, pak Direktur," lanjutnya.

Daijun mengangguk mengerti, dia meminta Liu Yu membeli kopi latte di lantai bawah untuk menjamu perwakilan pak Jeongli.

"Kau, belikan kopi latte, di kafe bawah...," ucapnya pada Liu Yu, ".. sekarang," lanjutnya.

Liu Yu permisi dan segera menuju lantai bawah untuk membeli kopi latte. Untung saja cafe sedang sepi, karena para pegawai sudah kembali bekerja. Dia berdiri dengan sedikit mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di meja kasir.

"Ini pesanan anda, sekretaris Yu," ucap sang pramusaji.

"Terima kasih," Liu Yu menerima dua box kopi latte, masing-masing berisi 2 gelas kopi latte dan mengucapkan terima kasih.

Liu Yu segera kembali ke ruang kerjanya. Dia berhenti di depan pintu lift.

*ting*

Pintu lift terbuka dan Liu Yu segera masuk, ia kesusahan memencet tombol nomor lantainya karena membawa dua box kopi latte di tangannya.

Seorang laki-laki masuk dan membantunya memencet.

"Tolong, lantai 3," pintanya.

Setelah lift naik dan terbuka, ia turun dan mengucapkan terima kasih. Liu Yu segera menuju ruang pertemuan untuk mengantar kopi.

Setelah pertemuan selesai, Liu Yu kembali ke mejanya dan membereskan pekerjaannya sebelum pulang.

Daijun yang sudah berdiri di depannya mengingatkan apa yang akan dia kerjakan.

"Liu Yu, jangan lupa nanti pukul 7 malam. Aku sudah menelfon Johan untuk menjemputmu sebelum pukul 7 malam," ucapnya pada Liu Yu.

"Baik, pak Direktur," Liu Yu mengangguk dan bersiap pulang membawa tas belanja yang diberikan Daijun pagi tadi.

Daijun sudah pulang duluan. Liu Yu bergegas menuju halte dengan berjalan sedikit cepat karena bus sudah tiba.

---

Sesampainya di rumah Liu Yu segera mandi dan berdandan, dia menggerai rambutnya, kemudian menarik dua jumput ujung rambut, masing-masing satu di atas telinga kanan dan kirinya ke belakang. Ia menyematkan jepit dengan beberapa butir mutiara untuk menahan agar rambutnya tak berantakan.

Liu Yu mengeluarkan baju yang diberikan Daijun tadi pagi.

"Cantik sekali bajunya, dan warnanya peach seperti kesukaanku, apa Daijun masih ingat warna kesukaanku," gumamnya.

Liu Yu berputar-putar di depan cermin, dia berpikir selera Daijun tak buruk saat memilihkan baju untuknya, belahan bahu yang sedikit terbuka memancarkan bahunya yang indah.

Kemudian dia mengambil sepatu high heels yang juga diberikan Daijun. Warnanya peach juga dengan tinggi hak 7 cm.

Penampilannya begitu anggun dan mempesona, siapa pun yang melihatnya akan terpikat dengan kecantikannya.

"Liu Yu, cepat turun, Johan menunggumu," teriak ibunya.

Liu Yu melangkah turun dengan yakin, dia meraih handphone dan tas tangan putih.

"Waw, kau sangat totalitas, Liu Yu," goda Johan yang melihat penampilan Liu Yu, yang begitu cantik.

Ibunya terkesima, tapi Johan sudah menceritakan alasan kenapa Liu Yu berdandan cantik hari ini sebelum Liu Yu turun, jadi ia tidak terlalu terkejut dengan betapa cantiknya putrinya itu.

"Anak ibu cantik," ucap ibunya memuji.

"Ah, kalian menggodaku," rajuk Liu Yu.

"Kalian bergegaslah, mungkin Tuan Daijun sudah menunggu," ucap ibunya agar Liu Yu dan Johan segera berangkat.

"Ibu, kami berangkat dulu," ucap Liu Yu sambil mencium pipi ibunya. Ibunya membalas dengan lambaian tangan.

Johan sudah duluan berjalan membukakan pintu mobil untuk Liu Yu.

"Silahkan, tuan putri Liu Yu," ucapnya.

"Berhentilah menggodaku, Johan," pintanya sedikit cemberut.

Johan hanya terkekeh sambil menutup pintu. Kemudian dia masuk mobil dan bersiap berangkat.

"Are you ready? Kita akan berangkat jadi pacar palsu," ucap Johan semangat, sambil menginjak pedal gas.

"Readyyyy," teriak Liu Yu, walau pun sebenarnya jantungnya berdegup kencang, karena ia baru sekarang menemui orang tua Daijun sejak di Beijing dulu.

Johan melajukan mobilnya menuju ke sebuah restoran keluarga. Di tengah jalan mereka saling meyakinkan bahwa ini akan berhasil.

avataravatar
Next chapter