16 Daijun, kau salah paham

Liu Yu yang duduk di tempat tidurnya, masih menandangi handphonenya setelah Daijun sudah lama menutup telfonnya.

"Sebenarnya, ada apa sampai Daijun menjawab dengan ketus, telfon dariku," ucapnya pelan sambil melihat langit malam dari balik jendela.

"Bukannya tadi dia yang memintaku menelfonnya jika sudah sampai di rumah," gumam Liu Yu bingung dengan sikap ketus Daijun.

Liu Yu menendang-nendang selimut dengan kedua kakinya, dia kesal dengan sikap Daijun yang tiba-tiba menjadi menyebalkan.

"Apa aku melakukan kesalahan?" gumam Liu Yu lagi.

Liu Yu lelah memikirkan tingkah Daijun barusan. Dia merebahkan diri di tempat tidur dan menarik kembali selimut yang dia tendang-tendang tadi dan memasang alarm agar dia tidak terlambat bangun besok pagi.

Tangan Liu Yu meraih dan memutar kotak musik pemberian Daijun, kekasihnya yang dulu. Perlahan mengalun pelan lagu kenangan mereka saat masih bersama di Beijing dulu.

Entah rasanya damai sudah bertemu lagi dengan Daijun, walau pun dengan sikap yang berbeda.

Liu Yu terlelap dalam peraduannya ditemani suara kotak musik.

---

Hari ini Daijun yang masih berbaring di sofa ingin pergi ke kantor agak siang. Entah kenapa moodnya dari kemarin masih saja buruk, karena cemburu pada Liu Yu yang berjalan bersama seorang anak laki-laki.

Dia malas sekali pergi ke kantor hari ini. Daijun hanya ingin bermalas-malasan di apartemennya atau berjalan-jalan keluar mencari udara segar.

"Sebenarnya siapa anak laki-laki kemarin? Kenapa dia terlihat sangat akrab dengan Liu Yu," Daijun meracau. Ia penasaran sebenarnya siapa yang mengajak Liu Yu kencan kemarin.

Berkali-kali handphonenya berbunyi tidak dia hiraukan. Dia melihat ada 15 kali telefon masuk dari Liu Yu. Entahlah Daijun sangat malas saja rasanya.

Daijun sangat malas mengangkatnya. Karena sudah berkali-kali dia tidak mengangkat telfon dari Liu Yu, akhirnya dia mengangkat telfon itu.

"Halo," ucap Daijun ketus sambil memencet tombol loudspeaker dan menaruh handphonenya di meja.

"Pak Direktur, kenapa anda tidak mengangkat telfon dari tadi?" tanya Liu Yu terburu-buru, sepertinya ada sesuatu yang penting.

"Tak apa, ada apa?" tanya Daijun ketus.

"Apa pak Direktur lupa? Hari ini bapak ada janji pertemuan pukul 9 di restoran xx bersama beberapa investor saham perusahaan," ucap Liu Yu cepat.

"Gawat, ini sudah setengah 9," jawab Daijun yang melihat jam dinding di depannya.

"Baiklah, aku akan segera kesana. Kau berangkatlah kesana duluan dari kantor. Ada Johan kan?" ucap Daijun terburu-buru.

"Ya, pak Direktur. Johan yang akan mengantar saya," jawab Liu Yu sebelum memutuskan sambungan telfon.

Daijun terburu-buru mandi dan segera mengganti bajunya. Dia menyambar handphone, dompet dan kunci mobilnya yang ada di atas meja. Dia belum sempat memakai dasinya hanya di lingkarkan ke lehernya.

Dia bergegas menuju mobilnya dan mengendarai dengan kecepatan tinggi. Untung saja pagi ini lalu lintas menuju restoran tempat pertemuan sedang lengang.

"Arrgghhh.. bisa gila aku jika sampai terlambat kesana. Bisa-bisa para investor itu memutuskan kerja sama dengan perusahaan," racau Daijun sambil memasang dasinya dan berkendara.

"Arrgghh kenapa aku bisa lupa," tanyanya memaki dirinya sendiri.

Daijun menginjak pedal gas lagi, agar mobilnya cepat sampai di tempat itu.

Beberapa saat Daijun sudah sampai di depan restoran yang dimaksud. Tangannya sedikit gemetar melihat arloji. Untungnya masih pukul 08.55.

"Hah, hah, aku masih belum terlambat," ucapnya sambil ngos-ngosan.

Liu Yu yang melihat Daijun sudah sampai di depan segera menghampirinya.

"Pak Direktur," Liu Yu menepuk pundak Daijun.

"Hah, ya, kau siapa?" tanya Daijun yang terkejut dan segera membalikkan badan.

"Dasar kau, Liu Yu. Kau membuat jantungku hampir copot, hah, hah," Daijun yang terkejut melihat Liu Yu meracau dan masih saja ngos-ngosan.

Liu Yu hanya tersenyum lucu akan tingkah Daijun yang terkejut.

"Mari masuk, pak Direktur. Para investor baru saja datang," ajak Liu Yu pada Daijun yang masih membenarkan penampilannya. Daijun melangkah di depan Liu Yu menemui para investor. Untung saja mereka tidak terlambat, jadi para investor itu tidak akan memutuskan kerja sama. Mereka justru ingin memperpanjang kontrak kerja sama.

Setelah pertemuan selesai dan para investor pergi, Daijun mengajak Liu Yu makan siang sekalian di restoran itu.

"Kau mau kemana? Duduklah ini sudah jam makan siang," ucapnya tenang di depan Liu Yu.

"Ba, baiklah," jawab Liu Yu sedikit ragu-ragu.

Liu Yu takut salah bicara dan merusak mood Daijun seperti di telfon semalam. Dia sangat berhati-hati menanyakan sikap Daijun semalam.

"Pak Direktur," ucapnya pelan pada Daijun.

"Ini di luar kantor, panggil aku Daijun," jawab Daijun meminta.

"Da, Daijun, apakah aku melakukan kesalahan?" tanya Liu Yu.

Daijun melihatnya sebentar, lalu menengguk air di gelasnya.

"Tanyakan pada dirimu sendiri, Liu Yu," ucapan Daijun bagai perempuan yang sedang ngambek pada kekasihnya. Liu Yu menunduk kebingungan.

"Tolong katakanlah, aku tidak tahu jika kau tidak mengatakannya," Liu Yu meminta agar Daijun menjelaskan. Tatapan Daijun bak setajam pedang menghunus jantung Liu Yu.

Tangan Liu Yu sangat gemetar saat akan memasukkan makanannya ke dalam mulut.

"Siapa laki-laki yang kau temui kemarin?" pertanyaan Daijun langsung pada intinya.

"Ya, kau mengikutiku kemarin? Kenapa kau tak langsung mendatangiku saja?" tanya Liu Yu balik sedikit menyentak Daijun.

Daijun terkejut Liu Yu jauh lebih ganas saat marah mendengar pertanyaan yang ia lontarkan.

"Jadi, kau mendiamkanku selamaman karena kau melihatku bertemu seorang laki-laki?" ucap Liu Yu kesal.

"Hei, hei, tenanglah. Harusnya aku yang marah disini karena aku cemburu," Daijun kelepasan mengatakan bahwa dia cemburu.

"Ups.." Daijun langsung menutup mulutnya dengan tangan.

Liu Yu terkekeh melihat sikap Daijun yang sangat lucu saat cemburu. Entah kenapa tingkah Daijun seperti anak kecil yang tidak dibolehkan membeli permen kesukaannya.

"Kau harusnya mendatangiku, jika melihatku kemarin," ucap Liu Yu, "Dia Little Bun, temanku," jelas Liu Yu melanjutkan ucapannya.

"Hei, kau bahkan memberikan panggilan seperti itu untuknya," Daijun menunjuk Liu Yu semakin cemburu.

"Dengarkan aku dulu, Daijun Hwang. Dia memanggilku kakak, makanya aku memanggilnya Little Bun. Karena dia masih kelas 2 SMA mana mungkin aku berkencan dengannya sebagai kekasih," Liu Yu menjelaskan lagi pada Daijun yang masih belum percaya.

"Siapa namanya? Biar aku yang menghampirinya ke sekolahnya. Dari seragamnya sepertinya dia bersekolah di sekolah yang sama dengan adikku," tanyanya memburu jawaban Liu Yu.

"Namanya Yoongi, Yoongi Hwang," jawab Liu Yu.

Daijun mendengarnya tertegun. Nama itu mirip sekali dengan adiknya Yoongi. Jangan-jangan itu adiknya, bisa juga bukan karena nama Yoongi itu pasaran.

"Jadi, berhentilah menganggapku berselingkuh, Daijun. Aku ini kekasihmu, apa kau tak percaya padaku? Aku menganggapnya seperti adikku sendiri, jadi kami hanya makan teokbokki dan berkencan seperti adik kakak," ucapan Liu Yu menjelaskan kesalah pahaman di antara mereka berdua.

"Maaf, aku tak tahu. Lain kali aku akan langsung mendatangimu jika bertemu seseorang," ucap Daijun menunduk.

"Aku akan mengenalkanmu, jika kita bertemu dengannya," ucap Liu Yu menenangkan Daijun.

Daijun dan Liu Yu menyelesaikan makan siang mereka dan kembali ke kantor. Daijun terus menggenggam tangan Liu Yu di dalam mobil, takut melepaskan.

---

Saat mereka tiba di kantor, ada keributan yang terjadi. Miss Gwen dan Sarah sengaja menumpahkan kopi di atas laporan yang sudah dicetak oleh Liu Yu sebelum pergi menemui para investor.

"Ah, kenapa mejaku seperti ini," tanya Liu Yu yang kebingungan berkas di mejanya terkena tumpahan kopi. Daijun yang melihatnya naik pitam.

Salah satu tim cetak menghampiri mereka mengatakan, bahwa miss Gwen dan Sarah yang melakukannya dengan sengaja. Untung saja Liu Yu masih memiliki filenya di tabletnya dan bisa segera mencetak ulang laporannya untuk ditanda tangani Daijun.

Daijun yang geram akan tingkah mereka, memanggil mereka berdua dan Jeongli untuk melakukan sesuatu.

avataravatar
Next chapter