31 Bagai Petir Di Siang Bolong

Liu Yu dan Daijun lahap memakan kue yang mereka terima dari pegawai kantor.

"Kau haus kan, sayang?" tanya Liu Yu pada Daijun yang masih saja lahap memakan kue manis di depannya.

"Hehehe, kau tahu saja. Biar aku saja yang turun ke cafe membeli cappucino latte," Daijun menatap Liu Yu sambil tersenyum.

"Ah, tidak, tidak. Biar aku yang ke cafe, sekalian aku mengecek jadwalmu hari ini," Liu Yu bangkit dari sofa dan Daijun hanya bisa mengangguk.

Perasaan Liu Yu sebenarnya campur aduk, dia senang menerima hadiah dari para pegawai lainnya. Tapi perasaannya seperti ada sesuatu yang mengganjal saat ia berjalan menuju pintu.

*tok tok tok*

Saat Liu Yu akan keluar dari kantor Direktur untuk ke cafe kantor di lantai 1 membeli cappucino latte, tiba-tiba ada perempuan cantik berambut panjang sepinggang berwarna hitam legam, dengan bola mata seperti emerald mengetuk pintu ruang Direktur tepat saat ia akan membuka pintu.

"Ah, permisi. Maaf saya mengetuk pintu," ucapnya sopan sambil memandang Liu Yu.

"Iya, tidak apa-apa," balas Liu Yu dengan sopan.

"Apakah tuan Daijun Hwang ada di dalam? Saya ingin menemuinya sebentar," wanita itu membuat Liu Yu curiga sekaligus penasaran. Perasaan Liu Yu tak enak melihat wanita yang ada di depannya, tapi Liu Yu berusaha bersikap profesional.

"Ya, pak Direktur ada di dalam. Ada perlu apakah anda, Nyonya?" tanya Liu Yu sedikit menyelidik sambil tersenyum.

Wanita itu sedikit menunduk, raut wajahnya seperti menunjukkan ada suatu masalah yang membuatnya tidak nyaman. Dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan menatap Liu Yu yang berdiri di depannya.

"Saya hanya ingin membicarakan isi surat ini dengan Daijun, hanya sebentar karena ini masalah pribadi," jawabnya lirih sambil menunjukkan surat beramplop putih yang ada di tangannya.

Liu Yu mengerti, walaupun perasaannya sebenarnya tidak enak. Akhirnya ia mengizinkan wanita itu untuk masuk ke ruangan Direktur.

"Baiklah, silahkan masuk. Saya permisi dahulu," ucap Liu Yu sebelum berlalu dari wanita itu.

Liu Yu meraih dompet yang ada di tas, di sebelah komputer yang ada di meja kerjanya. Ia berusaha tenang dengan perasaannya yang masih campur aduk, hal itu membuatnya menjadi melamun sambil berjalan. Bahkan saat Hana Lee menyapanya, Liu Yu bisa sangat terkejut.

"Sekretaris Yu, mau ke cafe?" Hana Lee menepuk pundak Liu Yu pelan.

"Ah, hah? Iya kak Hana," ucapnya seperti orang terkejut dengan sesuatu.

"Ada apa? Kenapa sepertinya kau banyak pikiran?" Hana Lee menemani Liu Yu ke cafe.

Liu Yu terdiam dan memesan pesanannya tadi, lalu menatap Hana Lee dalam.

"Kak Hana, perasaanku tidak enak sejak tadi keluar dari ruangan pak Direktur," Liu Yu mulai memberanikan diri bercerita tentang apa yang terjadi. Hana Lee mengangguk, dia tahu wanita yang dimaksud Liu Yu, wanita itu mantan pacar Daijun yang sudah putus sejak 3 bulan lalu karena berselingkuh. Walau pun Hana tahu, ia tidak bisa memberitahukannya langsung pada Liu Yu, menatap Liu Yu penuh pikiran, membuatnya semakin tak tega untuk memberitahukan kenyataan yang ia tahu sebenarnya.

"Liu Yu, aku harap kau tak mencemaskan apa pun," Hana Lee menenangkan pikiran Liu Yu yang risau.

"Iya, kak Hana," Liu Yu menerima pesanannya dan kembali ke ruangan Direktur.

---

"Daijun," sapaan yang terdengar manis dan lembut, membuat Daijun menoleh dan mengira itu suara Liu Yu. Tapi apa yang dilihat Daijun membuatnya jengkel dan memasang wajah datar.

"Ada apa?" tanya Daijun memastikan.

"Jika, kau kesini hanya untuk berkata menyesal, maaf aku tidak bisa menerimamu kembali," Daijun memperjelas kondisi diantara mereka.

"Maafkan aku, Daijun. Aku tak seharusnya melakukan itu, ku mohon maafkan aku," ucap wanita itu sedikit terisak.

"Jena, aku sudah memaafkanmu. Lantas kenapa kau masih kemari?" Daijun memasang wajah geram pada wanita bernama Jena itu, mantan kekasih yang meninggalkannya dan menghilang bak ditelan bumi.

Wanita bernama Jena itu masih terisak menangisi apa yang sudah dia lakukan dulu pada Daijun. Ia menyerahkan amplop putih yang dia bawa kepada Daijun.

"Aku hanya ingin memberitahukan ini," tangannya gemetar menyerahkan itu pada Daijun.

"Apa ini?" Daijun menerima dan mengerutkan dahi. Daijun menebak-nebak apa yang sebenarnya direncanakan wanita ini.

Tatapan nanar wanita yang ada di depannya membuatnya semakin jengkel dan menghela nafas sebelum membaca isi amplop itu.

"Itu, hasil tes lab. Aku mengandung anakmu, Daijun," ucap wanita itu.

Liu Yu yang masuk ke ruangan Daijun terkejut dan hampir menjatuhkan box cappucino latte yang ada di tangannya. Hatinya remuk bagai disambar petir di siang bolong.

Ia berusaha menata hatinya, menata perasaannya. Liu Yu berusaha menahan isakan tangis yang hampir membuatnya lepas kendali.

"Ini, cappucino latte anda, pak Direktur," Liu Yu menaruh cappucino latte di meja depan Daijun.

"Saya permisi," ucap Liu Yu sambil terus menunduk. Daijun meraih tangannya dan meminta Liu Yu menjelaskan surat yang ada di tangannya. Ia tahu kemampuan Liu Yu membaca surat tak main-main. Bahkan Liu Yu bisa mengetahui mana surat yang asli dan palsu yang dikirimkan oleh kolega Daijun.

"Berhenti, bacakan ini. Apakah ini surat asli?" Daijun menarik tangan Liu Yu dan memaksanya meneliti isi surat itu.

Liu Yu membaca tiap barisnya dengan detail, hampir tidak ditemukan kepalsuan dalam surat itu.

"Pak Direktur, isi surat ini tentang kandungan wanita ini?" tanya Liu Yu menelisik.

"Baca saja," Daijun terus meminta Liu Yu mencari kebenaran dalam surat itu.

Mata Liu Yu terpaku pada logo rumah sakit dan tanda tangan dokter di bawah data dalam surat itu.

"Ini palsu," gumam Liu Yu lirih.

"Bagaimana, sayang?" tanya Daijun terlihat tenang. Panggilannya pada Liu Yu membuat wanita bernama Jena itu terbelalak. Wanita cantik yang dia temui adalah pacar Daijun sekarang.

"Pak Direktur, tolong jaga sikap anda," Liu Yu tersenyum.

"Maafkan saya, nyonya Jena, sepertinya anda tidak ahli dalam membuat dokumen. Isi surat ini palsu, saya mengenal bentuk logo rumah sakit ini, dan juga saya sangat mengenal tanda tangan dokter yang ada di bawah sini. Bahwa tanda tangannya berbeda dengan tanda tangan aslinya," Liu Yu menjelaskan dengan panjang dan lebar membuat wanita bernama Jena terpojok.

"Jena Yang, tolonglah jangan berbohong seperti ini. Pergilah, aku tahu anak yang ada di kandunganmu itu adalah anak dari laki-laki yang kau kencani tempo hari, dan itu tidak ada hubungannya denganku. Hubungan kita sudah berakhir 3 bulan yang lalu, dan sekarang aku akan menikah dengan wanita di sebelahku," ucap Daijun pada wanita itu.

"Bisa-bisanya kau mengucapkan seperti itu. Kau kejam Daijun," wanita itu berlari keluar ruangan Direktur meninggalkan Daijun dan Liu Yu.

Liu Yu terduduk lemas di sofa ruangan itu, perasaannya yang campur aduk sudah terjawab. Bahwa itu hanya akal-akalan wanita itu untuk mendapatkan Daijun kembali.

"Hei, minumlah, Liu Yu," Daijun mengambilkan segelas cappucino latte untuk Liu Yu.

"Kau, kenapa bodoh sekali sih? Kenapa menungguku datang untuk mencari kebenaran surat itu? Kenapa kau tak langsung mengatakannya dengan tegas? Kau ingin membuatku serangan jantung mendengar itu semua? Kau.." racauan Liu Yu terhenti saat bibir lembut mengecup bibirnya.

"Diamlah," Daijun meraih pinggang Liu Yu.

"Maaf, jika aku membuatmu terkejut bahkan kesal. Tapi jika kau tak segera kembali mungkin aku bisa saja percaya dengan ucapan wanita tadi," ucap Daijun sambil menengguk cappucino lattenya.

"Beraninya kau, ku buang kau di tong sampah jika sampai percaya," ancam Liu Yu pada Daijun membuat Daijun gemas.

"Aku tak akan melakukannya," Daijun mendaratkan ciuman di bibir lembut Liu Yu lagi.

avataravatar
Next chapter