1 1. Perpisahan

Gadis itu tetap memeluk erat laki-laki di hadapannya walaupun tahu pengumuman bahwa penumpang pesawat tujuan Inggris diharapkan cepat masuk karena pesawat akan lepas landas sebentar lagi.

Dia memeluknya erat. Seolah tak ada hari esok yang dapat mempertemukan mereka kembali, membuat laki-laki yang tengah di peluknya itu terkekeh geli.

"Cas, udah dong. Nanti aku ketinggalan pesawat, lho," kata laki-laki itu. Berbanding terbalik dengan tangannya yang melingkar dipinggang Cassie makin membalas erat. Dagunya ia letakkan dipundak Cassie, mendekap sambil mengelus rambut gadis itu pelan-pelan. Mengingat setiap detail pelukan yang tak akan ia dapatkan selama kurang lebih dua tahun ke depan, Arion memejamkan mata lalu menghela napas pelan.

Cassie cemberut sambil menghapus air matanya yang tumpah. Gadis itu mendongak menatap Arion, membuat Arion mundur selangkah untuk mengendurkan pelukan mereka.

"Jaga diri baik-baik. Aku gak mau kalau kamu sakit, nanti gak ada yang jagain. Jangan nakal-nakal, awas kamu, ya!" kata Cassie. Menatap dengan mata memicing ke arah Arion, sehingga matanya yang sudah sembab karena menangis bertambah sipit karena memicing.

Arion terkekeh sembari mengangguk. Laki-laki itu kembali menarik Cassie ke dalam dekapannya, mengecup pucuk kepala Cassie berkali-kali. Lalu berkata, "Kamu juga disini baik-baik. Jangan kegatelan liat yang lain. Sering-sering main ke rumahku. Walaupun aku gak ada, tapi ada Mama. Dia selalu pingin anak cewek, tapi sayangnya aku anak tunggal."

Dia tertawa. Membuat Cassie mau tak mau tersenyum dalam pelukannya.

Mereka saling melepaskan tatkala pengumuman bahwa pesawat akan lepas landas beberapa menit lagi. Arion menarik kopernya, melambaikan tangan ke arah Cassie sambil menyerahkan tiket serta paspornya kepada petugas. Saat petugas itu mengangguk dan mengembalikan paspornya, Arion melangkah ke dalam garis pembatas. Ketika beberapa langkah menjauh, laki-laki itu kembali berhenti. Menoleh ke belakang dan tersenyum ke arah Cassie.

Cassie melambaikan tangannya, tersenyum sambil berteriak, "NANTI KALAU UDAH LANDING JANGAN LUPA KABARIN AKU, YA!"

Arion mengangguk. Membalas lambaian tangan Cassie, tersenyum lalu membalikkan badan. Menarik koper serta langkahnya menjauh. Menghilang dibalik kerumunan orang-orang yang berlalu lalang. Meninggalkan Cassie yang menundukkan kepala di tempatnya.

Cassie menghapus air matanya. Menghela napas dalam-dalam lalu membalikkan badan. Lantas melangkah keluar dari bandara.

Gadis itu tersenyum ketika mendapati orang tua Arion yang masih menunggunya di parkiran Bandara. Padahal Cassie membawa mobil sendiri, tetapi kedua orang dewasa itu memilih menunggu dirinya.

"Ma!" sapanya saat sudah berdiri di depan seorang wanita yang sedari tadi melambaikan tangan kepadanya.

Wanita itu tersenyum. Merentangkan tangannya untuk memeluk Cassie. "Gimana? Arionnya udah masuk?" tanyanya lembut.

Cassie mengangguk sambil memaksakan senyumnya. "Udah, Ma."

Rani –Mama Arion– melepaskan pelukannya pada Cassie. Mengelus lembut rambut gadis itu, lalu menghela napas. "Yaudah. Mau ke rumah Mama dulu?" tanyanya, yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Cassie.

"Nggak usah, Ma. Cassie udah ada janji sama Relly, mau ketemu dikafe biasanya," tolak Cassie. Memberikan cengiran tidak enaknya kepada Rani, membuat Rani tersenyum lalu menganggukkan kepala mengerti.

"Yaudah. Mama sama Papa pulang dulu. Kamu hati-hati nyetirnya, oke?"

Cassie mengangguk. "Oke."

Rani tersenyum, kemudian berjalan ke arah mobil Mercedes Benz yang terparkir tidak jauh dari mereka. Ketika mobil itu melewati Cassie, dan kaca bagian kemudinya bergerak turun. Cassie tersenyum mendapati Papa Arion menatapnya sambil tersenyum.

"Yakin gak mau ikut sama kami?" tanya Papa Arion.

Cassie kembali menggeleng. "Gak usah, Pa. Lagian Cassie ada janji sama Relly."

Papa Arion menganggukkan kepala. Dia tersenyum hingga menampilkan barisan gigi-giginya, lalu kembali menutup kaca mobil, dan mobil melaju melewati Cassie yang masih berdiri di parkiran.

Cassie menghela napas setelah mobil kedua orang tua Arion menghilang dari pandangannya.

Gadis itu melangkah pelan. Mengeluarkan kunci mobilnya, lantas memencet tombol kunci. Setelah kunci terbuka dan Cassie masuk ke kursi kemudi. Mobil itu mulai dinyalakan.

Cassie menatap lurus ke depan selama beberapa menit, kemudian mulai memundurkan mobilnya. Menuruti arahan tukang parkir, dan keluar dari parkiran Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Menuju kafe tempat janjiannya dengan temannya, Relly.

****

"Cassie!"

Cassie yang baru saja memasuki pintu cafe langsung menoleh begitu mendengar namanya dipanggil.

Dia tersenyum tatkala mendapati orang yang memanggilnya adalah Relly.

Cassie berjalan ke arah meja gadis itu, duduk dikursi yang berhadapan dengan Relly dan langsung menjatuhkan kepalanya diatas meja. Membuat Relly mengernyit melihatnya.

"Kenapa lo? Kayak gak ada gairah hidup gitu," kata Relly seraya menyeruput minuman di hadapannya.

Cassie menghela napas. "Menurut lo gitu, ya?" tanyanya sambil menatap Relly dari atas meja.

Relly mengangguk. "Kenapa sih, lo? Diputusin Arion?"

Cassie menggeleng lesu. Gadis itu menenggelamkan kepalanya diantara lipatan tangan tanpa menjawab pertanyaan Relly. Membuat Relly semakin mengernyit kebingungan.

"Terus?"

Cassie menghela napas berat. "Arion udah berangkat ke luar negeri, Ly," katanya dengan kepala masih ditenggelamkan diatas meja.

"Oh, bagus dong. Dia 'kan lanjutin study, bukannya cari cewek lain," balas Relly sambil menganggukkan kepala berulang kali.

"Ih, Relly," rengek Cassie sebal.

Relly tersenyum geli. Lalu kembali menatap Cassie tidak mengerti. "Dia cuma lanjut studi, Cas. Kenapa lo jadi uring-uringan gitu?"

Cassie menghela napas berat. Menegakkan punggungnya, kemudian melambaikan tangan kepada pelayan cafe untuk memesan minuman.

"Oreo Smoothies satu, ya, Mbak."

Setelah pelayan itu mencatat pesanannya dan melangkah menjauh, Cassie kembali menatap Relly yang masih menunggu jawabannya.

"Gue gak yakin ini berhasil, Ly. Maksud gue, hubungan jarak jauh? Ah, mikirnya aja udah bikin kepala gue mau pecah, gimana nanti jalaninnya. Oke, kalau Arion bisa jaga hatinya, lah kalau enggak?" Cassie menggelengkan kepala berkali-kali, menolak pikirannya yang malah bercabang kemana-mana.

Relly mengernyit. "Kalau lo overthinking mulu, ya pecah tuh kepala. Positif thinking aja. Jalanin semampu kalian. Kalau udah capek baru sama-sama nyerah. Arion gak bilang mau putusin lo, kan?"

Cassie menggeleng.

"Nah. Itu tandanya dia mau berjuang sekali lagi sama lo. Dia sayang kok sama lo. Percaya aja, deh. Emang lo mau putus sampe sini? Disaat keluarga lo berdua udah sama-sama kasih lampu ijo?"

"Nggak sih ...."

"Yaudah percaya aja. Jangan suka mikir macem-macem. Positif thinking. Lagian, lo berdua 'kan bisa saling komunikasi. Gak masalah itu," kata Relly lagi.

Cassie menghela napas pelan.

Benar. Mereka masih bisa saling komunikasi. Cassie seharusnya tidak berpikir macam-macam. Arion tidak mungkin mengkhianatinya. Bukankah Cassie percaya kepada Arion?

"Ini, Kak." Lamunan Cassie buyar saat pelayan memberikan pesanannya. Cassie mengucapkan terima kasih, lantas pelayan itu berjalan pergi.

Cassie menyeruput minumannya pelan. Sambil menatap Relly yang sekarang sibuk dengan handphonenya, Cassie bertanya, "Lo kemarin jadian, ya, sama Viko?"

Relly tersentak kaget. Gadis itu menatap Cassie dengan mata terbelalak. Membuat Cassie mau tak mau tertawa menggoda. "Ciee, Tom and Jerry udah official sekarang, cieee. Jangan lupa PJ, ye."

"Apaan, sih, lo!" sentak Relly dengan wajah bersemu.

Cassie tertawa keras melihat itu. "Ciee. Jan lupa traktirannya ya, Ly," katanya, menggoda Relly yang sekarang memalingkan wajah salah tingkah.

"Yaudah, iya. Minuman lo gue yang bayar. Udah, ah. Jan diejek mulu, hangus nih pipi gue," balas Relly seraya memegang pipinya yang terasa panas. Membuat Cassie tergelak sambil menganggukan kepala.

"Yaudah, deh."

"Lo ikut reuni angkatan nggak besok?" tanya Relly. Mengalihkan pembicaraan mereka yang menurutnya sangat memalukan. Gadis itu memperlihatkan room chat grup angkatan kepada Cassie supaya Cassie membacanya.

Cassie mengernyit setelah membaca pesan-pesan di handphone Relly. Dia menghela napas, kemudian menggelengkan kepala. "Nggak tau. Liat aja nanti, kalau nggak sibuk," katanya sambil mendorong handphone Relly kembali ke tangan sang empu.

"Ikut dong, Cas. Ayolah. Ikut dong, ya. Masa gue gak ada temennya," pinta Relly sembari cemberut. Membuat Cassie bergidik geli ke arahnya.

"Nanti, ih. Kalau gue gak sibuk."

"Yah!"

"Tapi, gue usahain kok," lanjut Cassie tersenyum.

"Gitu, dong."

avataravatar
Next chapter