1 Prolog

Ireumeun alkkayo naneun Cameo

Bitnaneun neol bol ttae neomu apayo

Gadis berambut sebahu itu merapatkan earphone di telinganya. Bibirnya sesekali bergerak mengikuti lirik lagu yang dia dengarkan.

"Lagunya sangat menyedihkan, tetapi mereka terdengar bahagia nyanyinya," gumamnya sembari meletakkan makanan ringan di keranjang belanjaannya yang hampir penuh.

Gadis itu memeriksa kembali keranjang belanja, memastikan semua kebutuhannya sudah dibeli. Setelah yakin bahwa tidak ada lagi yang ketinggalan, dia mulai berjalan ke kasir. Lalu, cokelat yang disusun bertingkat di ujung rak makanan ringan menarik perhatiannya.

"Sebentar lagi valentine, ternyata."

Setiap kali mendekati hari perayaan valentine, beberapa minimarket akan menata cokelat-cokelat mereka seindah mungkin. Membuat buket cokelat yang digabung dengan beberapa tangkai mawar plastik, juga menata cokelat warna-warni dalam bingkisan berbentuk love.

"Kamu mau beli?" Seseorang menegurnya.

Dia menoleh, menatap gadis berseragam putih abu-abu yang berdiri tepat di sampingnya. Dia menyadari bahwa dirinya juga sedang memakai seragam putih abu-abu, sisi kiri seragamnya terpasang name tag bertuliskan Keira dan gadis tinggi semampai yang berdiri di sampingnya adalah sahabatnya, Reva.

"Besok, kan valentine Liam mungkin ngasih kamu cokelat," lanjut Reva.

Gadis itu menggeleng. "Liam bilang valentine berarti cewek yang ngasih cokelat ke cowok, kalau white day baru cowok ngasih cokelat ke cewek."

"Jadi, kamu mau ngasih ke Liam?"

"Sekalian, aku mau jawab pertanyaannya."

"Emang kamu yakin kalau dia nunggu kamu?"

"Dia bilang, dia bakal nunggu aku. Aku percaya sama dia."

Gadis itu mengambil bingkisan cokelat berbentuk love, segera ke kasir untuk membayarnya. Lalu minimarket berubah menjadi ruang kelas. Dia sedang duduk di ruang kelas, di bangku kedua dari depan dan Reva duduk di sampingnya.

Sepertinya kelas sedang kosong, dan membuat beberapa siswa asyik bergosip di belakangnya. Dia melirik ke arah dua bangku di samping kirinya. Seorang pria jangkung sedang asyik dengan psp-nya. Keira sudah mengagumi mata sipit di balik kacamata pria itu sejak masa orientasi penerimaan siswa baru dan membuatnya mendapatkan gelar perusak hubungan orang ketika Liam putus dengan kekasihnya karena mereka terlalu dekat saat itu.

Namun, itu hanya apa yang dilihat orang-orang, karena pada akhirnya Liam justru menjauh darinya setelah putus dengan kekasihnya. Hubungan mereka menjadi renggang, sampai saat mereka kelas dua dan berada di kelas yang sama mereka kembali dekat. Hingga kelas tiga akhirnya Liam menyatakan perasaannya pada Keira, tetapi gadis itu terlalu takut untuk menjalani sebuah hubungan dan meminta Liam untuk menunggu hingga dia siap.

Hari ini, Keira sudah memutuskan jawabannya. Dia tidak mau kehilangan Liam yang sudah dia kagumi selama hampir tiga tahun.

Keira tersenyum, kemudian mengambil bingkisan berbentuk love dari ranselnya.

"Eh, kalian udah dengar, Liam jadian sama Oktav, kemarin mereka pulang bareng loh." Pembicaraan di belakangnya membuat Keira menghentikan gerakannya untuk berdiri.

"Iya, aku tahu kok. Oktav sendiri yang bilang."

"Aku juga lihat mereka kemarin, di rumahnya oktav."

"Sstt... jangan berisik, nanti Keira dengar, dia kan lagi deket sama Liam."

Suara-suara itu membuat Keira menyimpan kenbali bingkisan cokelatnya di dalam tas.

"Kamu tahu?" Keira menyikut lengan Reva yang sedang asyik mengerjakan tugas.

Pulpen Reva berhenti bergerak, lalu kepalanya menoleh ke arah Keira. "Tahu apa?"

"Tentang Liam sama Oktav," bisik Keira.

"Hem, aku cuman dengar-dengar sih, bisa aja gosip."

"Kemarin aku tanyain dia ke mana habis pulang sekolah, tapi dia bilang dia ada di rumah padahal aku ada di depan rumahnya dan dia enggak ada di sana."

"Kenapa kamu enggak nanya Liam sendiri, kenapa kemarin dia bohong."

"Yaudah."

Keira beranjak dari kursinya, menghampiri Liam yang masih sibuk dengan psp di tangannya. Keira mengetuk meja Liam dan pria jangkuk itu mendongak sebentar.

"Kita perlu bicara."

Liam mengangguk, meletakkan pspnya, kemudian mengekor Keira keluar kelas. Mereka duduk di kursi taman yang terletak di halaman depan kelas mereka.

"Kamu nggak mau cerita sesuatu ke aku?" Keira memulai percakapan.

Liam menatap Keira, tersenyum lalu memcubit pipi tembam Keira. Itu sudah menjadi kebiasaan Liam ketika gemas terhadap gadis di depannya itu.

"Soal apa?" tanya Liam kemudian.

"Kamu sama Oktav, yang anak-anak ceritain cuman gosip, kan?"

Liam tidak menjawab dan hanya menatap mata Keira. Beberapa detik kemudian dia menghela napas. "Aku emang enggak bisa bohong sama kamu. Kamu ingat waktu aku tanya gimana kalau ada cewek yang nembak aku?"

"Kalau kamu milih dia, berarti kamu enggak perlu nungguin aku jawab pertanyaanmu."

"Keira, kamu tahu kan, aku enggak punya banyak teman, dan oktav sahabat aku, aku sering curhat sama dia, dia juga begitu, dia enggak punya banyak teman."

"Jadi, kamu nerima dia karena rasa bersalah, kamuenggak mau ninggalin dia sendiri?"

"Aku cuman senang-senang."

"Senang-senang." Keira mengulang kalimat Liam. "Well, jadi selama ini kamu enggak bahagia. Sorry, karena ternyata aku enggak bisa jadi orang spesial yang bisa bikin kamu senang," lanjutnya kemudian berdiri.

"Keira, maksud aku bukan begitu."

"Aku tahu. Makasih untuk dua bulan ini." Keira meninggalkan Liam dan kembali ke kelas.

Reva terlihat masih sibuk dengan buku tugasnya sehingga tidak memperhatikan kehadiran Keira di sampingnya.

Ponsel yang diletakkan Keira di laci meja bergetar, dia segera meraihnya dan membaca pesan masuk.

Mama:

Hari ini, kalau pulang langsung ke tempat les.

Jangan keluyuran kayak kemarin, ujian sebentar lagi.

Kamu harus lulus di universitas favorit.

Keira menghela napas. Seharusnya dia tidak pernah mencari tahu bagaimana perasaan Liam kepadanya dan terus fokus belajar. Liam anak yang populer, cowok itu hampir tidak pernah berlama-lama sendiri, setelah putus Liam akan menemukan cewek baru dan Keira harusnya tahu kalau Liam tidak akan menunggunya.

Keira akhirnya kehilangan kesempatan karena terlalu percaya bahwa cowok itu memiliki perasaan yang sama besarnya dengan perasaannya. Ternyata, Keira hanyalah seorang cameo dalam kehidupan Liam.

Keira tersenyum mengingat masa lalunya. Masa lalu yang menjadi salah satu alasan Keira tidak lagi ingin menjadi gadis berpipi tembam.

Even though I'm timid

I want to receive your spotlight

Next episode, next episode

I see the end, what do I do?

Lovelyz_Cameo

avataravatar