1 KEMATIAN PARTIK

" Oa oa oa... "

" Oa oa oa...."

Malam yang hening itu pecah dengan tangisan seorang bayi. Partik terbangun dari tidurnya, memandang arlojinya, jarum jam menunjukan pukul 00.01 waktu setempat. Anak siapa yang menangis malam-malam begini? ujar Partik dalam Hati. Untuk seorang Janda yang tinggal sendiri di ujung kampung Partik tergolong pemberani. Ia hidup sendirian di rumah yang lebih pantas dibilang gubuk.

" Krek… " terdengar pintu depan terbuka.

Partik mendengus kesal, pasti angin kencang, pikirnya. Ia berjalan keluar kamar. Tangisan bayi itu semakin terdengar kuat di sela-sela ringkikan jangkrik malam.

"Siapa didepan?" Tanya Partik setengah teriak. Bulu kuduknya mulai berdesir, Merinding.

DEG! Partik ingat bahwa dia tak pernah lupa mengunci pintu.

Tak mungkin angin dapat membuka pintu yang terkunci, kalau bukan angin pasti seseorang yang membawa bayinya, mungkin tersesat. tapi bagaimana bisa? beberapa kemungkinan terlintas dipikiran Partik. Ia tetap memberanikan diri.

"Oa oa oa oa…."

Partik mendekat ke Pintu depan, langkahnya terlalu pelan, tangisan bayi masih terdengar di luar

"Siapa disitu?"

" Halo…. Ada yang butuh bantuan?"

Tidak ada jawaban. tidak ada siapapun. Hanya ada cahaya bulan yang masuk melalui pintu depannya yang terbuka. Dan tangisan bayi yang terdengar semakin dekat. Partik tiba di lawang pintu depan rumahnya itu dengan lampu teplok ditangan kanannya, Sepi. Tangisan bayi itu menghilang, Angin malam menyapu wajahnya membuatnya bergidik merinding.

" Siapa? Ada yang butuh bantuan? "

Partik memberanikan diri keluar rumah, matanya menyapu sekeliling halaman rumah, tidak ada siapa-siapa. Ini bukan bayi asli, pikir Partik Tak ada bayi yang menangis kencang tiba-tiba terdiam begitu saja, bahkan sesenggukannya pun tak terdengar, pikir Partik lagi. Keadaan begitu sunyi, sampai Partik dapat mendengarkan Nafasnya yang memburu, mulai muncul keringat dingin, Partik mulai merasa takut. lalu ia memutuskan untuk masuk kedalam rumah, begitu sampai di depan pintu rumahnya, Partik kembali mendengar suara tangisan itu, kini menjadi lebih dekat, sangat dekat seakan-akan bayi itu menangis di telinganya. Tubuh Partik gemetaran, rasa takutnya menjadi berlipat ganda setelah merasakan sesuatu di kakinya_Cengkraman kecil. Cengkraman itu terasa sangat dingin dan lama semakin lama semakin kuat mencengkram, Cairan merah mengalir dari kakinya. Partik yang bahkan tak sanggup menoleh ke bawah hanya meringis kesakitan. Apa ini? Bisiknya dalam hati. Setelah cengkraman itu terasa sangat kuat, dengan wajah kesakitan Partik menghentakan kaki kirinya ke kaki kanan untuk melepaskan cengkraman tangan dingin itu tanpa menoleh ke bawah.

BRAK!! Partik terjerembab kehilangan keseimbangan,

PRANG!! lampu teplok kaca yang dipegangnya pecah berantakan.

Meski begitu, Ia berhasil melepaskan cengkraman itu. Tubuhnya terbalik menghadap belakang. Partik semakin ketakutan, dilihatnya sosok hitam yang menyeringai,

" TOLONG....."

" SIAPA KAMU..!! " dalam keadaan terduduk, Partik berusaha menjauh.

JREB!! sesuatu menusuk sisi kanan leher Partik. Mata partik melotot seketika. Mulutnya menyemburkan darah segar.

JREB!! leher Partik sebelah kanan juga ditusuk dengan benda yang sama. Partik mengerang keras, namun tak bersuara, urat urat lehernya tampak timbul. Ia mengejang. Nafasnya terhenti. Partik tewas malam itu.

____________

Dini hari, Desa mayang mayangan gempar. Partik ditemukan tewas mengenaskan di rumahnya Matanya melotot, Kedua telinganya hilang seperti digigit sesuatu, pergelangan kakinya sebelah kanan berdarah seperti bekas cengkraman, juga kedua sisi lehernya terdapat 3 lubang tusukan yang sama. Hendri Yang ingin pergi ke hutan, Menemukan mayat si Partik di dalam rumahnya dengan posisi pintu terbuka terlihat begitu syok dan ketakutan. Warga desa berkumpul di depan rumah Partik dan tidak berani mendekat sebelum datang polisi. Beberapa nampak melongok ke dalam melihat Mayat partik yang darahnya hampir mengering. Irwan, Seorang pemuda yang baru saja datang, masuk kedalam rumah Partik menerobos kerumunan orang-orang yang hanya melihat.

" Irwan! Mau apa kau??" Tanya seorang Bapak-bapak.

" Kalian tanya aku mau apa?? Dimana letak kemanusiaan kalian? melihat mayat tetangga kalian berlumuran darah sedangkan kalian hanya menonton saja menunggu polisi yang entah kapan sampainya!!!" Irwan membentak, Orang-orang yang berkumpul disana diam. Dua orang pemuda dengan ragu mengikuti Irwan masuk kedalam, mereka meletakkan selembar kain batik di atas mayat Partik, untuk menutupi tubuhnya.

" Ini pembunuhan yang kejam " Gumam Irwan

" Ini bukan pembunuhan yang dilakukan manusia, kang, " Ujar Gunawan, Pemuda yang ikut meletakan Kain di atas Mayat Partik. " Maksud kamu Gun? " Irwan mengernyitkan dahi nya.

"Kayaknya… ini kelakuan Cah Wengi,kang " Yuda menanggapi kebingungan Irwan.

"Cah wengi??"

Keduanya mengangguk.

" Hantu mitos itu..?" Tanya Irwan sedikit keras, beberapa orang menoleh

" HUSH!! jangan bilang gitu, kang " Ujar Yuda menampol lengan kirinya Irwan.

Irwan memandang orang orang yang melihatnya. Cerita Cah Wengi memang termasuk sesuatu yang sensitif di desa mayang mayangan, mengingat masa lalu yang begitu membekas bagi penduduk desa itu. Tak selang beberapa lama, Dua orang Polisi membelah kerumunan, menyelamatkan kecanggungan Irwan terhadap orang-orang disekitarnya. Dua orang polisi itu membuka kain yang dipasangkan Irwan dan 2 pemuda itu, seorang polisi yang hanya melihat temannya membuka kain itu sedikit bergidik. Polisi yang bergidik itu mulai mengambil gambar mayat Partik dari berbagai sudut.

"Apa yang terjadi? " Tanya polisi yang lain kepada kerumunan, namun lebih menjurus kepada tiga orang yang masih berada di dalam rumah Partik itu. Irwan, Yuda dan Gunawan menggeleng Kami tidak tahu. Pak Herman selaku Kepala Desa maju ke depan sambil menggandeng Hendri, Orang yang pertama kali menemukan mayat Partik dengan tangan kirinya, sebab Nampak balutan perban di tangan kanan pak Herman. Luka ringan. seperti itulah kira-kira jawabannya ketika orang-orang melihat tangan kanannya.

" Ini Hendri Pak, Yang menemukan Mayat itu pertama kali " Ujar Pak Herman kepada Polisi. Hendri yang masih gemetaran menceritakan kejadian.

" Saya ingin pergi ke hutan diujung desa untuk membuka lahan, saya mendapati pintu rumah mbak Partik terbuka, karena melihat bercak darah saya melongok ke dalam rumah, lalu itu yang saya dapati " UJar Hendri sambil menunjuk ke arah mayat. Polisi itu mengangguk-angguk. Pembunuhan. ujar Polisi itu dalam hati. Tapi siapa yang tega menyiksa Wanita paruh baya seperti Partik sampai meninggal?

" Baik Saya akan membawa Hendri dan kalian bertiga ke kantor sebagai saksi, sisanya kami serahkan kepada keluarga korban untuk mengurus jenazahnya" ujar polisi itu.

" eh, " Gunawan ber-eh terkejut melihat dirinya juga ikut ditunjuk, Irwan dan Yuda hanya mengangguk.

" Pak.. Apapun itu, kau tidak akan menemukan siapa pembunuhnya, " Ujar seorang wanita tua kepada polisi yang lewat di depannya. Polisi itu menghentikan langkahnya, menaikan satu alisnya. " Maksud ibuk? "

"Ini bukan pembunuhan yang dilakukan manusia" Ujar wanita itu dengan wajah serius.

"jadi Hewan, Maksud ibu?" Tanya polisi itu, Polisi yang satu lagi menyenggol bahu temannya, sambil berbisik "Disini ada mitos tentang setan kecil yang bisa membunuh orang". Polisi itu sedikit tersentak, kaget. Lalu menggeleng.

" Jadi maksud ibuk, disini ada setan yang bunuh orang??" Tanya Polisi itu dengan nada mengejek.

"Terserah kalau bapak tidak percaya, bisa jadi bapaklah korban berikutnya.. karena ini barang kiriman manusia, setan ini peliharaan manusia," Jawab Wanita itu ketus

"Ibuk mengancam saya? Atau jangan-jangan ibuk yang pelihara?" Ujar Polisi itu. orang-orang yang berkumpul menyimak dengan serius.

" JAGA MULUT KAMU YA!!! JANGAN MENTANG MENTANG ANDA PO… "

" Mak udah mak.. " Intan menahan wanita itu, Polisi itu berlalu, sambil mulutnya ber-Cih. Ada ada saja.

avataravatar
Next chapter