1 Bunga

Entah sejak kapan suara bising terdengar mengganggu pertapaan yang Bunga lakukan. Setelah sekian lama menutup mata, akhirnya Bunga kembali bergerak dan membuka matanya. Ia semakin mendengar dengan jelas suara bising bergemuruh itu. Seperti sesuatu sedang mencoba menembus pohon tempatnya bertapa.

Bunga akhirnya memilih keluar dari pohon itu untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi di luar. Ia dengan cepat membuat dirinya sendiri menjadi burung dan terbang hinggap di atas dahan pohon itu.

Bunga melihat dua orang pria sedang membawa alat aneh yang sepertinya digunakan untuk memotong batang besar pohon itu.

Salah seorang dari pria itu berbicara dengan temannya yang lain, "Pohon ini sudah sangat tua dan keras. Sulit sekali untuk menebangnya."

"Kau benar. Tapi kita ditugaskan untuk menebang pohon ini," ucap pria lainnya.

"Katanya sebelum ditebang, pohon ini telah diberikan beberapa sesaji, agar penghuninya tidak marah..."

"Benarkah? Aku tidak kaget, tapi di tahun dua ribu dua puluh dua ini, siapa sih yang masih percaya mitos semacam itu?"

"Aku tidak tahu, yang kita lakukan hanya menjalankan tugas dari Perhutani saja."

Bunga yang mendengar ucapan itu terkejut. Ia tidak menyangka kalau ia telah bertapa selama lebih dari tiga ratus tahun. Ini mustahil. Kata gurunya, ia hanya perlu bertapa tiga tahun untuk mengumpulkan tenaga sihirnya. Ia berencana untuk menggunakan tenaga itu membantu Kerajaan Mataram berperang melawan orang kulit putih.

"Apakah aku benar-benar bertapa selama itu?" Bisik Bunga lirih kepada dirinya sendiri.

Bunga kemudian segera terbang meninggalkan tempat itu dan turun menyusuri gunung dalam rupa seekor burung. Sampai di ujung hutan, ia kembali menjadi manusia kemudian melukan perjalanan menuju rumahnya.

Dulu, hutan yang ia gunakan untuk bertapa sangatlah luas. Ia harus menempuh waktu dua hari untuk mencari tempat pertapaannya itu. Sekarang terbang satu jam saja ia sudah keluar dari area hutan.

Bunga disambut dengan pemandangan terasering ladang yang indah. Ada berbagai macam tanaman yang ia temui, beberapa diantaranya membuat Bunga heran. Singkong dahulu dapat ditemukan dengan mudah tanpa perlu ditanam. Kini singkong pun harus ditanam di kebun.

Selebihnya, apa yang ia lihat masihlah sama seperti dahulu. Para pria yang mengolah ladang hanya dengan bercelana hitam dan topi camping. Apakah benar sudah tahun dua ribu dua puluh dua?

Sebenarnya ia sendiri masih tidak percaya bahwa ia telah bertapa lebih dari tiga ratus tahun. Bunga melawati pematang sawah tanpa ragu. Ia sangat yakin rumahnya tidak jauh darisana.

'Kalau memang aku bertapa selama itu, berarti apa yang semua kuusahakan dalam pertapaanku sia-sia', ucap hati Bunga nelangsa. Ia tidak menginginkan hal ini terjadi.

avataravatar
Next chapter