webnovel

01 Prolog: The Beginning Of Story

Brak!

Atin lanjut makan. Tak peduli dengan suara ribut seolah itu adalah hal biasa yang tak harus disikapi heboh. Bagi Atin, siara ribut selayaknya makanan. Atin bersikap acuh. Terserah mau bagaimana, Atin hanya perlu abai.

Bahkan saat bekal Atin tergeletak di lantai, Atin tetap abai. Selalu begitu, tukang bully tak pernah bosan sebelum mendapatkan kesenangan dari korban yang dibully.

Atin tak paham, ia tak salah. Penampilan normal, Atin tidak culun.

Atin tak pernah protes. Yang Atin lakukan halayalh diam. Atin beranggapan, setelah pengaman yang ia lakukan, percuma melawan. Kalau sudah lelah, toh nanti si pembully itu akan berhenti sendiri.

"Kau berani main-main denganku!?"

Siswa lain sontak menunduk. Kalau ingin aman harus diam. Hal tak kalah penting adalah, tak boleh ikut campur.

Bugh!

Sakit. Oke, Atin menyerah untuk diam. Atin manusia bukan binatang.

"Aku permisi."

Si pembully, Alex menyeringai. Tak mudah pergi darinya. Seumur hidup Alex, ia tak kan berhenti sebelum puas. Persetan soal sang korban mati sekalipun. Ah tidak, Alex membully tak sampai bermain-main dengan nyawa.

***

Alex adalah anak presdir terkaya di kota, tak ada yang berani padanya. Selain punya kuasa, fisik Alex juga kuat.

Taph.

Alex mengikuti tangan seseorang yang mengusik kesenangannya. Pahlawan, bagi Alex itu lucu. Tak ada yang berani dengan Alex kecuali orang berkedudukan tinggi di kampus. Saat Alex lihat ternyata benar, si pahlawan adalah Darkos, anak ketua yayasan kampus.

Alex dan Darkos cukup 'dekat.' Lebih tepatnya orang tua mereka yang dekat.

Alex tersenyum lohat Darkos menatap datar kemudian berubah tegang. Tak perlu repot-repot berpikir, alex tahu kalau Darkos ingin marah.

"Apa yang kau lihat, ingin menghajarku?"

Atin merasa ia harus pergi. Sebagai korban bully, Atin tak mau terlibat jauh.

"Ini yang terakhir kalinya Alex, jangan menganggu mahasiswi."

Alis Alex terangkat. tatapan khas orang bertanya-tanya, why?

Alex terkekeh sinis. Pelan-pelan Alex lepas pegangan tangan Darkos. Sayang sekali lelaki itu keras kepala tak mau lepas pegangan itu.

"Kau ingin berkelahi? Aku muak Darkos. Percuma aku suruh tidak ikut campur, nyatanya kamu mengangguku terus. so." Alex menatap Darkos tepat di matanya. "Let's done."

Napas Darkos saling bersahutan. Bukan pertama kalinya mereka membahas perkara membully. Berkelahi pun juga tak terhitung berapa kali. Terus bersabar, lama-lama Darkos muak. Gantian Darkos yang terkekeh sinis.

"Kalau bukan berpikir mengenai keluarga kita, aku pun sangat ingin memukul kepalamu." Darkos mendekati Alex, namun masih di jarak aman. "Bertemanlah denganku."

Si lawan bicara berdecih, seolah-olah hal yang ia dengar adalah stand up komedi Alex tertawa cukup nyaring. Alex tak suka jenis tontonan stand up, ketimbang itu, Alex lebih suka mengenai psikopat. Lebih menantang.

"Mangsaku pergi karenamu."

Bugh!

Alex memukul Darkos dengan tangannya yang tak dipegang. Sebelum Darkos sempat membalas, Alex sudah lebih dulu ngacir. Langkah Alex besar-besar. Alex berlari. Seringai muncul di sudut bibir Alex saat lihat Atin tepat berada depan matanya.

Sekali bergerak Alex berhasil meraih tangan Atin. Membalik perempuan itu sehingga mereka saling berhadapan.

"Kau milikku Sweetie, jangan harap kau bisa pergi. Ayo ikut. Kau harus mau, kalau tidak aku akan mengulitimu."

Otak Atin berputar, di keadaan terdesak itu ia harus melakukan sesuatu. beberapa detik berselang, Alex harsu menerima bagian privasi ditendang Atin. Tak juah beda dengan tingkah Alex, Atin langsung ngacir menjauh. Sayangnya Alex sudah membaca niat Atin, mengabaikan rasa sakit di bagian intinya, Alex menahan Atin.

"Alex stop. Kau bergerak, aku adukan sikapmu ini ke Paman dan Bibi."

"Kau menyukai Atin? Jawab!?"

***

Tepat setelah bilang begitu Alex senyum lebar sampai deretan gigi terlihat. Membayangkan Darkos menyukai Atin adalah hal paing lucu yang pernah Alex lihat. Urat leher Darkos mencuat dengan sikap Alex. Sementara itu sebelah alis Alex terangkat. "Why, kau marah?"

Terlintas sebuah ide di otak Alex. Oke, biar Alex selesaikan.

Tiba-tiba Alex menarik Atin. Mata Atin membulat. Tak pernah terbayangkan olehnya akan dicium. Atin tidak mengkhayal fisrt kiss romatis, namun setidaknya ciuman tersebut untuk suami, bukan sembarang orang.

Terutama, bukan orang seperti Alex!

Di otak Atin langsung terpikir soal pelecehan seksual. Sekedar dibully Atin masih bisa menerima, lebih tepatnya tak bisa berbuat banyak.

Tiba-tiba Alex ditarik Darkos. Oke, soal itupun Alex sudah menduganya. Alex menatap Atin tepat di mata. sembari melakukan itu Alex memainkan lidah dalam mulut. Mata Alex menunjukkan, bahwa semua yang orang itu lakukan baru permulaan.

"Pergi, Atin!"

Tangan Atin mengepal. Alex keterlaluan. Agaknya sentakan di selangkangan orang itu tak berarti apa-apa. atin mengeha napas kemudian beralih ke Darkos. Aileen bingung, banyak pikiran buruk berkecambuk di otaknya.

Atin menghela napas panjang. Oke, biar atin lakukan. Walau bagaimanapun masalah itu hanya antara ia dan Alex.

"Tidak apa-apa, Darkos, biar aku yang selesaikan. Ini antara aku dan Alex. Maaf Darkos, kau orang luar, biar aku selesaikan sendiri.

Terlintas pikiran Atin ia tak bersyukur. Namun tak mengapa, Atin tahu hal yang ia pikirkan. Atin tak ingin berlarut-larut. Atas ucapan Atin, Alex menggeleng tegas. Ia tidak setuju.

"Tidak, aku tetap di sini kalau kau belum pergi."

Tepat setelh ucapan Darkos, Alex bermirk. Sifat Alex yang begitulah yang Atin sukuai. Alex tahu, Darkos sama keras kepala sepertinya. Sengaja juga Alex pancing Darkos untuk ikut lebih jauh dengan hal yang ia alami. Agar lebih menantang, Alex suka Darkos terlibat dengan urusannya.

Darkos menatap nyalang Alex. Ia tak habis pikir dengan sikap Alex pada Atin. "Ku pastikan kau dikirim ke luar negeri, Alex. Kau harus pergi."

Emosi Alex menggebu-gebu. Sembari tersenyum remeh ia menatap Darkos tepat di matanya.

Bugh!

Satu pukulan done. Alex tersenyum bangga. Memukul adalah hal termudah Alex lakukan. atin tentu kaget, dapat dipastikan perkelahian terjadi.

Bugh!

Satu sama. Bukan hal sulit Darkos memukul. Cukup sudah, sikap Alex keterlaluan. Harus segera Darkos tuntaskan saat itu juga.

"Stop."

Atin ambil ancang-ancang tahan Darkos. Satu tangan Atin yang lain ia pakai untuk menjauhkan Alex.

Salah, Atin rasa yang ia perbuat salah. Muncul sebuah pertanyaan, kenapa Atin terlibat!?

Perlahan pandangan Atin menggelap. Tak ada cahaya di penglitan, smeuanya kelam. Tubuh Atin seringan bulu, sakit yanng Atin rasakan perlahan menghilang. Lenyap. Hal terakhir yang Atin tahu adalah suara teriakan seseorang yang Atin tidak tahu siapa. Setelah itu hanya gelap.

Tanpa buang waktu Darkos bawa Atin ke ruang kesehatan. Perempuan itu pingsan setelah tak sengaja dipukul Alek. Niat Atin sebagai pengenah memabwanya ke jurang kesakitan. Kepala Atin tepat terkena pukulan.

Tersisa Alex terlihat seperti orang dungu. Sejenak, Alex menatap nanar Atin. Orang yang selalu ia bully dibawa Darkos. Dalam hati Alex bertanya-tanya.

Apakah yang ia lakukan termasuk respek?

*****

Next chapter