21 MEMASTIKAN HATI (2)

"Apa sebaiknya kita berpisah lebih dulu Nin? agar kamu bisa tahu bagaimana perasaanmu padaku?" tanya Hasta menatap penuh wajah Hanin.

Hanin menatap Hasta dengan tatapan rumit.

"Bagaimana dengan sakitnya pak Hasta? siapa yang menjaga nanti?" tanya Hanin yang tidak tega melihat sakitnya Hasta.

"Kamu jangan kuatir, aku akan menjaga kesehatanku. Aku tidak akan membuatmu kecewa." ucap Hasta dengan tersenyum.

"Apa pak Hasta yakin, satu bulan itu sangat lama pak?" tanya Hanin yang ingin tahu sebenarnya perasaannya tertuju pada siapa.

"Tidak akan lama jika itu menunggu dirimu Nin." jawab Hasta dengan tenang.

"Baiklah pak, kalau begitu aku akan memilih ujian yang berada di desa selama satu bulan, jadi aku tidak akan bertemu dengan Rafka ataupun pak Hasta." ucap Hanin dengan nafas berat.

"Ya Nin, kapan kamu berangkat ke desa?" tanya Hasta dengan tatapan teduh.

"Besok pagi pak." jawab Hanin membalas tatapan Hasta yang begitu teduh.

"Aku antar ya Nin?" ucap Hasta penuh harap.

"Tidak perlu pak, pak Hasta lagi sakit...pak Hasta di rumah saja jaga kesehatan ya." ucap Hanin tak ingin merepotkan Hasta.

Hasta terdiam, merasa bingung harus bicara apalagi pada Hanin.

"Hanin, bisakah malam ini kamu tidur di sini saja? kamu bisa tidur ranjang biar aku di sofa." ucap Hasta yang sebenarnya sangat berat jika harus berpisah lagi dari Hanin. Tapi bagaimana lagi, dia ingin sekali tahu bagaimana perasaan Hanin kepadanya, rasa sayang itu berdasarkan cinta atau hanya rasa kasihan saja.

"Jangan pak, pak Hasta tetap tidur di ranjang saja, biar aku yang tidur di sofa." ucap Hanin dengan wajah sedikit memerah.

Hati Hasta berbunga-bunga saat Hanin tidak menolak keinginannya, walau tanpa menjawabnya.

"Terimakasih Nin,. setidaknya aku bisa tidur dengan tenang saat melihatmu ada di sini." ucap Hasta sambil membungkus dirinya dengan selimut.

"Ya pak, selamat malam pak." ucap Hanin menatap sekilas wajah Hasta, kemudian beranjak ke sofa dengan membawa satu bantal.

"Malam Nin." sahut Hasta mulai memejamkan matanya.

Melihat Hasta susah memejamkan matanya dan terlihat sangat tenang. Hanin berusaha memejamkan matanya yang tidak bisa lepas dari dua bayangan yang melekat erat di pelupuk matanya.

"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? selalu ada dua bayangan yang ada di pikiranku Rafka dan pak Hasta, siapa di antara mereka berdua yang terbaik untukku? aku tidak tahu dengan hatiku, Aku mohon berikan petunjukmu ya Tuhan agar aku bisa memilih siapa yang terbaik untukku." ucap Hanin dalam hati kemudian memejamkan matanya dalam kesunyian malam.

Saat menjelang pagi, sayup-sayup Hanin mendengar suara batuk Hasta yang selalu datang di setiap pagi.

Sambil mengusap kedua matanya, Hanin menghampiri Hasta yang terbatuk-batuk dengan kedua matanya yang terpejam.

Dengan penuh perhatian Hanin mengambil selimut lagi dan di selimutkan di tubuh Hasta sampai pada batas leher Hasta agar tertutup dengan selimut tebal.

Sambil mengamati wajah Hasta yang tidur dengan keadaan tersiksa karena batuknya membuat hati Hanin semakin iba dan ingin menangis.

Karena batuk Hasta tidak kunjung berhenti, entah dorongan apa yang membuat Hanin naik ke atas ranjang dan berbaring di samping Hasta seraya memeluk leher Hasta seolah-olah melindungi Hasta dari rasa sakitnya. Hanin memejamkan matanya seraya mengusap dada Hasta agar sedikit berkurang batuknya.

Perlahan Hasta membuka matanya perlahan saat merasakan usapan lembut tangan Hanin. Hati Hasta sedikit terkejut dan kembali berdebar-debar saat melihat Hanin sedang memeluk lehernya dengan erat.

Tanpa menganggu lamunan Hanin, Hasta memejamkan matanya kembali dan semakin menenggelamkan kepalanya ke dalam pelukan Hanin.

Hanin membuka matanya saat merasakan kepala Hasta menyusup pelan ke dalam ceruk lehernya.

Dengan penuh perasaan dibelainya rambut hitam Hasta sambil mengecup pelan puncak kepala Hasta.

Hasta kembali tidur dengan sangat tenangnya dalam dekapan Hanin, hingga tidak terasa Haninpun tertidur dalam keadaan memeluk Hasta. Suara ayam berkokok membangunkan Hanin dalam tidurnya.

Tanpa menimbulkan suara, Hanin melepas pelukannya dengan sangat pelan, kemudian turun dari ranjang secara pelan dan hati-hati.

Sambil menahan kantuk, Hanin pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya, dan melanjutkan dengan shalat subuh.

Setelah selesai menjalankan kewajibannya, Hanin kembali ke kamar Hasta berniat membangunkannya untuk shalat subuh.

Ternyata saat dia kembali di lihatnya Hasta sedang menjalankan shalat subuh di kamarnya.

Hanin pun keluar dari kamar untuk mengepak bawaannya yang akan di bawanya ke desa di mana dia akan menjalankan ujiannya selama satu bulan.

"Non Hanin." panggil Minah seraya masuk ke dalam kamarnya.

"Ya mbok, ada apa?" tanya Hanin melihat Minah sekilas kemudian melanjutkan mengepak pakaiannya.

"Kalau bisa Non Hanin jangan lama-lama perginya, Den Hasta itu sebenarnya sudah sakit parah hanya di depan Non Hanin saja terlihat sehat." ucap Minah yang tidak rela jika Hanin meninggalkan Hasta.

"Ya mbok, aku usahakan untuk menyelesaikan tugasku dengan cepat agar bisa secepatnya pulang." ucap Hanin sambil menutup kopernya.

"Oh ya Non, ini ada sesuatu dari den Hasta sebelum berangkat kerja." ucap Minah sambil memberikan amplop coklat.

"Apa ini mbok?" tanya Hanin seraya menerima amplop itu dan membukanya. Ada sejumlah uang di dalamnya.

"Kata den Hasta untuk keperluan saat di Desa nanti, siapa tahu di sana tidak ada ATM." jelas mbok Minah sesuai dengan ucapan Hasta.

"Pak Hasta pagi benar berangkatnya mbok?" tanya Hanin lagi sedikit terkejut saat mendengar kalau Hasta sudah berangkat kerja tanpa bilang padanya.

"Mungkin pak Hasta tidak ingin sedih Non, karena Non Hanin akan pergi." ucap Minah dengan sebuah senyuman.

"Ya mungkin mbok, biar aku meneleponnya sebelum aku berangkat." ucap Hanin yang sebenarnya juga merasa berat meninggalkan Hasta.

"Non, pak Rahmat sudah di depan menunggu Non Hanin." ucap Minah lagi sebelum keluar dari kamar Hanin.

"Ya mbok bilang untuk menunggu sebentar." ucap Hanin seraya menekan tombol panggilan pada Hasta.

"Hallo pak Hasta." panggil Hanin saat Hasta menerima panggilannya.

"Kamu belum berangkat Nin?" tanya Hasta dengan suara berat.

"Sebentar lagi pak, kenapa pak Hasta tidak menungguku agar kita bisa berangkat bersama?" tanya Hanin dengan sedih.

"Aku tidak akan membiarkan kamu pergi Nin, jika aku ada bersamamu sekarang." jawab Hasta berusaha untuk tenang.

"Ya pak, aku mengerti." sahut Hanin dengan bibir yang terasa keluh.

"Hati-hati di sana nanti, semoga dengan jarak di antara kita yang jauh bisa memastikan hatimu untuk siapa." ucap Hasta yang putus asa karena Hanin pasti lebih memilih Rafka.

"Ya pak, pak Hasta juga jaga selalu kesehatan ya.. kalau pagi pak Hasta pakai syalku, aku akan menaruhnya di kamar pak Hasta nanti." ucap Hanin dengan suara tertahan.

"Terimakasih Nin." ucap Hasta menutup panggilan Hanin karena sudah tidak tahan lagi dengan perhatian Hanin yang semakin menenggelamkan cintanya pada kerinduan yang sangat panjang.

avataravatar
Next chapter