20 MEMASTIKAN HATI (1)

"Kita akan melakukannya, di saat kita berdua sama-sama menginginkannya ya Nin." ucap Hasta berusaha tenang agar hatinya tidak kembali berdebar-debar.

"Sekarang istirahatlah pak Hasta, aku akan ke kamar sebentar." ucap Hanin dengan perasaan canggung setelah kejadian hal itu.

Hanin keluar kamar meninggalkan Hasta yang berbaring dengan pikiran yang sedikit rumit.

"Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan? aku tidak tahu kenapa hal ini bisa terjadi tanpa aku bisa menahannya. Dan Hanin sendiri, apakah Hanin melakukannya karena benar-benar mencintaiku atau tidak? karena aku sangat tahu Hanin sangat mencintai Rafka sudah sejak lama. Dan tidak mungkin Hanin begitu cepat berpaling padaku. Sepertinya aku telah terjatuh pada lubang kesedihan yang paling dalam." ucap Hasta dalam hati dengan kedua matanya yang terpejam.

Di dalam kamarnya Hanin duduk termenung menatap pada ponsel yang di pegangnya dengan tangan gemetar.

"Apa yang aku lakukan tadi? sungguh sangat memalukan! tapi kenapa ciuman itu membuat hatiku berdebar-debar kencang? apakah aku mencintainya?" tanya Hanin dalam hati sambil membuka ponselnya menatap foto Rafka yang di jadikan wallpaper di layar ponselnya.

"Rafka, maafkan aku..aku tidak bisa menjaga kepercayaanmu dengan baik. Aku telah mengkhianati cintamu." ucap Hanin dengan suara tangis kecilnya.

Dengan tangan sedikit gemetar Hanin mengirim pesan pada Rafka dan meminta waktu pada Rafka selama sebulan untuk tidak menghubunginya dengan alasan karena ujian.

Tidak berapa lama setelah Hanin mengirim pesan, tiba-tiba suara ponselnya berbunyi dan yang meneleponnya adalah Rafka.

"Hallo Hanin, kamu baik-baik saja bukan?" tanya Rafka di sana yang tidak mengerti dengan maksud Hanin.

"Aku baik-baik saja Rafka, kamu sudah membaca pesanku bukan?" tanya Hanin dengan perasaan yang sangat bersalah.

"Sudah, tapi aku tidak mengerti dengan maksudmu Hanin? hubungannya apa dengan kamu ujian sama hubungan kita? apakah selama ini hubungan kita mengganggumu dalam belajar? tidak pernah bukan? malah kita lebih bersemangat untuk belajar." ucap Rafka dengan suara yang berat.

"Ujianku kali ini berupa praktek di pedesaan yang tidak ada sinyal Rafka, tepatnya di pedesaan dekat pegunungan." ucap Hanin dengan suara bergetar karena merasa bersalah telah berbohong pada Rafka.

"Oh, begitu.. kenapa tidak bilang dari tadi Hanin. Ya sudah aku mau lanjutkan praktek dulu ya, kamu tahu.. kamu membuat hatiku shock setelah membaca pesanmu itu." ucap Rafka yang memang sangat mencintai Hanin sejak pertama melihat Hanin di kelas barunya.

"Maaf ya Raf..aku tidak tahu harus bagaimana memberitahumu." ucap Hanin dengan airmata yang mengalir.

"Tidak apa-apa Han, yang penting bukan kamu ingin menghindar dariku saja. Aku akan tetap setia di sini, walau kita tidak ada komunikasi dalam satu bulan yang penting kamu tetap setia padaku." ucap Rafka dengan serius.

"Rafka, nanti telepon lagi ya..aku mau lihat pak Hasta dulu." ucap Hanin yang sudah tidak sanggup lagi berbohong pada Rafka.

"Akhir-akhir ini, kamu begitu perhatian sama pak Hasta Han? kamu tidak akan jatuh cinta pada pak Hasta kan?" tanya Rafka seolah-olah mempunyai perasaan yang tidak nyaman saat Hanin menyebut nama Hasta dengan sedikit gugup.

"Rafka, nanti lagi ya...jaga diri kamu baik-baik." ucap Hanin mengakhiri panggilannya dengan tergesa-gesa karena tidak mampu lagi menahan airmata dari rasa bersalahnya.

"Rafka.. Rafka, maafkan aku.. maafkan aku dengan kebohonganku ini. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi, di salah satu sisi pak Hasta sangat membutuhkan aku dan aku tidak bisa meninggalkannya. Dan di salah satu sisi yang lain ada kamu yang selalu ada untukku sejak dulu hingga sekarang. Aku harus bagaimana? aku harus memilih siapa? pak Hasta atau kamu Rafka?" tanya Hanin dengan kedua matanya yang sudah mengalir deras.

"Non, Non Hanin." panggil Minah dari luar pintu.

"Ya mbok." sahut Hanin sambil mengusap sisa airmatanya, membuka pintu kamarnya.

"Den Hasta batuk-batuk lagi Non, di mana obat untuk den Hasta ya Non?" tanya Minah dengan wajah cemas.

"Mbok Minah masakkan air panas saja ya, biar aku ke sana sekarang." ucap Hanin yang mulai was-was jika terjadi sesuatu pada Hasta.

Di dalam kamar, di lihatnya Hasta dalam keadaan batuk sambil menutup mulutnya dengan sebuah sapu tangan handuk.

Dengan hati cemas, Hanin menghampiri Hasta dan duduk di sampingnya sambil mengambil alih handuk di tangan Hasta.

"Apa sangat sakit pak?" tanya Hanin dengan suara tercekat saat melihat handuk kecil yang di ambilnya ada banyak bercak darah.

"Sakit di dada kalau pas batuk Nin." jawab Hasta dengan wajahnya yang pucat.

"Kita sebaiknya ke rumah sakit ya pak? pak Hasta harus mengikuti terapi lagi seperti dulu." ucap Hanin sambil membersihkan sudut bibir Hasta yang masih ada sisa darah.

"Aku di rumah saja Nin, aku sudah bosan di rumah sakit karena sakitku ini." ucap Hasta sambil menekan dadanya yang terasa sakit jika di buat batuk.

"Dengarkan aku pak, sekali ini saja..aku tidak ingin pak Hasta kenapa-kenapa, aku ingin pak Hasta sehat agar bisa menemaniku sampai aku tua." ucap Hanin sambil menggenggam tangan Hasta yang sangat lemah.

"Aku tidak yakin bisa menemanimu Nin, hidupku sudah tidak akan lama lagi. Kamu sendiri sudah tahu kan? apa kata Husin? penyakitku tidak akan bisa sembuh, aku hanya bisa bertahan entah sampai kapan." ucap Hasta dengan tatapan teduh.

"Aku yakin, pak Hasta bisa sembuh asal pak Hasta menuruti apa kata dokter dan untuk itu kita harus ke rumah sakit." ucap Hanin mengusap wajah Hasta sedang penuh kasih sayang.

"Aku sudah tidak sanggup lagi untuk tinggal di rumah sakit Nin, sangat sakit saat menjalani terapi sendirian." ucap Hasta yang merasa kesepian di dalam hidupnya selama ini.

"Jika aku ada di sana, menemani pak Hasta setiap hari... apakah pak Hasta mau ke rumah sakit?" tanya Hanin dengan serius.

Hasta menatap wajah Hanin dengan tatapan tak percaya.

"Kuliahmu bagaimana?" tanya Hasta dengan suara lemah.

"Aku akan tetap masuk kuliah, setelah itu aku langsung ke rumah sakit menjaga pak Hasta dan aku akan tidur di sana, bagaimana?" tanya Hanin menatap lembut wajah Hasta.

"Hanin, aku tidak ingin membuatmu repot dan terbebani dengan penyakitku ini." ucap Hasta dengan wajah tertunduk.

"Dengarkan aku pak, aku tidak pernah repot jika itu untuk pak Hasta. Aku rela melakukan apa saja asalkan pak Hasta kembali sehat." ucap Hanin menangkup wajah Hasta.

"Hanin, jangan membuat hatiku melambung tinggi, aku tahu kamu melakukannya hanya karena kasihan padaku, ya kan Nin?" tanya Hasta dengan menatap penuh wajah Hanin.

Hanin terdiam menggenggam kedua tangan Hasta.

"Percayalah padaku pak Hasta, aku bersungguh-sungguh dengan apa yang aku lakukan, Aku akan berusaha sepenuhnya untuk memastikan perasaanku ini, baik pada pak Hasta juga pada Rafka dalam satu bulan ini." jawab Hanin dengan bersungguh-sungguh.

avataravatar
Next chapter