6 HATI SEORANG HASTA NARENDRA

Di Hotel....

"Pak Rahmat, ini sudah malam. Kenapa Tuan Hasta belum datang?" tanya Hanin merasa takut sendirian di kamar tanpa adanya Hasta.

"Mungkin Den Hasta masih dalam perjalanan Non. Apa Non Hanin telepon saja Den Hasta?" ucap Rahmat ikut merasakan kegelisahan Hanin.

"Eem...aku tidak tahu bagaimana cara menggunakan ponsel ini Pak," ucap Hanin sambil menggigit bibir bawahnya.

"Permisi Non, akan saya tunjukkan cara memakainya," ucap Rahmat menunjukkan cara bagaimana menggunakan ponsel Hanin.

Karena otak Hanin sangat cerdas dan ingatannya yang sangat kuat, dalam waktu sebentar saja Hanin sudah bisa menggunakan ponselnya.

"Terima kasih Pak, aku coba telepon Tuan Hasta ya Pak?" ucap Hanin pada Rahmat.

"Silahkan saja Non," ucap Rahmat dengan hati sangat lega karena Hanin perhatian juga pada Hasta.

"Hallo, Tuan Hasta ini Hanin," ucap Hanin dengan suara gugup karena pertama kalinya memakai ponsel dan menghubungi Hasta.

Cukup lama Hanin menunggu suara jawaban dari Hasta.

"Ya Hanin, ada apa?" jawab Hasta di sana yang sebenarnya sedang menjalani terapi yang masih belum selesai.

"Tuan Hasta, apa anda masih lama?" tanya Hanin dengan perasaan yang masih canggung.

"Sebentar lagi juga selesai, kamu tidur saja dulu Nin," jawab Hasta sambil menatap Husin yang memberikan suntikan terakhirnya.

"Memangnya, Tuan Hasta ada di mana?" tanya Hanin memberanikan diri bertanya tentang keberadaan Hasta.

"Ada di rumah teman. Ada sedikit pekerjaan yang harus aku selesaikan. Kamu tidur saja dulu Nin," ucap Hasta terpaksa berbohong karena tidak ingin Hanin tahu tentang sakitnya.

"Baiklah Tuan, jangan lama-lama ya Tuan? aku takut sendirian di sini," ucap Hanin dengan jujur akan ketakutannya.

"Hem, ya sudah, aku kembali sekarang." ucap Hasta tidak tega mendengar Hanin ketakutan.

Setelah selesai menelepon Hasta, Hanin duduk di sofa panjang. Matanya tidak bisa terpejam, tatapannya mengarah pada pintu yang masih tertutup rapat.

Hampir tiga puluh menit Hanin menunggu kedatangan Hasta. Saat mendengar suara pintu terbuka segera Hanin menegakkan pinggir. Tampak Hasta berdiri dengan wajah yang terlihat pucat. Segera Hanin berdiri dari duduknya dan berlari memeluk Hasta.

"Tuan Hasta!! aku takut!" ucap Hanin memeluk erat pinggang Hasta. Tubuh Hasta sedikit terhuyung ke belakang mendapat pelukan Hanin yang sangat erat dan tiba-tiba.

"Kamu belum tidur Hanin?" tanya Hasta masih dalam pelukan Hanin.

"Aku sudah berusaha tidur Tuan, tapi aku tidak bisa tidur. Aku merasa takut," ucap Hanin yang merasa nyaman dan terlindungi dalam pelukan Hasta.

"Hem, tidurlah sekarang, jangan takut lagi. Ada aku di sini yang akan menjaga kamu," ucap Hasta sambil menuntun Hanin ke tempat tidur.

Hanin menurut saja saat Hasta menyuruhnya naik ke atas tempat tidur.

"Sekarang tidurlah Nin, ini sudah malam," ucap Hasta seraya duduk di samping Hanin.

Hanin mencoba memejamkan matanya, salah satu tangannya menggenggam tangan Hasta dengan sangat erat.

Saat ini hanya Hasta yang di miliki Hanin, yang sangat perduli sama Hanin. Dan Hanin sangat percaya pada Hasta.

Dengan belaian Hasta di keningnya, Hanin merasa nyaman dan tenang hingga terlelap dalam tidurnya.

"Tok...Tok...Tok"

"Den Hasta, ini air hangat untuk minum obatnya Aden," ucap Rahmat yang sudah mengetuk pintu tanpa di sadari oleh Hasta yang sedang melamun.

"Terima kasih Rahmat." ucap Hasta dengan tersenyum.

"Den, kenapa Den Hasta tidak cerita saja pada Non Hanin kalau Pak Usman telah membuat surat untuk Non Hanin agar menikah dengan Aden?" ucap Rahmat sangat mengetahui betul kalau Ayahnya Hanin memberi surat wasiat pada Hasta agar Hanin menikah dengan Hasta, baru perusahaannya yang ada di bawah naungan Hasta bisa menjadi milik Hanin.

"Hanin sudah menolakku Rahmat, aku tidak mau memaksanya," ucap Hasta yang sudah lama tidak merasakan lagi bagaimana rasanya di cintai seorang wanita sejak istrinya meninggal dunia.

"Tapi Den, bagaimana perusahaan itu bisa menjadi milik Non Hanin kalau Non Hanin tidak menikah dengan Aden?" tanya Rahmat merasa iba dengan jalan hidupnya Hasta yang sangat menyedihkan.

"Aku juga belum tahu Rahmat, kita pikirkan sambil jalan saja, sampai nanti Hanin sudah dewasa," ucap Hasta sambil berniat melepas genggaman tangan Hanin, namun tangan Hanin tidak melepaskannya.

"Rahmat, bisa minta tolong ambilkan obatnya. Aku tidak bisa menggerakkan tanganku," ucap Hasta terpaksa minum obatnya di tempat tidur.

Dengan segera Rahmat memberikan segelas air putih dan beberapa obat yang harus di minum Hasta.

"Bagaimana dengan hasil pemeriksaan terakhir sakitnya Den Hasta? apa menjadi lebih baik?" tanya Rahmat selalu menguatirkan kesehatan Hasta.

"Tidak bagus, paru-paruku tidak bisa di sembuhkan lagi selain dengan transplantasi paru-paru. Dan saat ini aku hanya bisa melakukan terapi agar lubang paru-paruku tidak semakin melebar," ucap Hasta dengan tatapan putus asa.

Mendengar jawaban Hasta, Rahmat tiba-tiba saja menangis, ikut merasakan kesedihan dan kesakitan Hasta.

"Rahmat, kenapa menangis? sudah, jangan menangis. Kalau Hanin tahu tentang hal ini, aku merasa tidak enak. Seolah-olah aku memanfaatkan Hanin dengan penyakitku ini," ucap Hasta sambil mengusap punggung Rahmat yang usianya sudah cukup tua tapi tenaganya masih sangat kuat.

"Bagaimana saya tidak sedih Den, orang sebaik Aden mendapat ujian yang berat seperti ini," ucap Rahmat seraya mengusap airmatanya.

"Kita harus bersabar Rahmat, semoga umurku panjang untuk bisa menjaga Hanin sampai dewasa nanti," ucap Hasta berusaha untuk ikhlas dan sabar hati.

"Ya sudah Den, sekarang sudah malam. Sebaiknya Den Hasta istirahat, saya pamit dulu," ucap Rahmat seraya bangun dari duduknya dan keluar kamar.

Hasta mengambil nafas panjang menatap Hanin yang tidur dengan lelapnya.

Salah satu tangan Hanin masih menggenggam erat tangannya.

"Aku harap suatu saat kamu bisa mencintaiku Nin, agar surat Ayah kamu bisa segera kamu baca," ucap Hasta berusaha tenang dengan perasaan cinta yang ada di dalam hatinya.

****

Pagi hari....

Perlahan kedua mata Hanin terbuka saat dia merasakan sedang memeluk sesuatu. Dan memang benar Hanin melihat Hasta duduk bersandar dengan kedua matanya yang terpejam. Dan tangannya, sedang memeluk paha Hasta.

Seketika itu juga Hanin menarik tangannya dari paha Hasta. Hanin mulai ingat, semalam dia ketakutan dan menggenggam tangan Hasta dan sekarang justru memeluk paha Hasta.

"Ya Tuhan! apa yang telah aku lakukan? aku melakukannya pasti karena aku merindukan Ayah yang sudah tidak pernah aku rasakan lagi," gumam Hanin meyakinkan hatinya kalau dia hanya menyukai Rafka dan tidak menyukai Hasta yang pantas menjadi Ayahnya.

Dengan perasaan hati yang sedikit malu, Hanin bangun dari tidurnya. Namun pandangannya mengamati Hasta yang masih tertidur dengan duduk bersandar.

"Pasti Tuan Hasta menjagaku dari semalam," ucap Hanin melihat wajah Hasta yang terlihat sangat lelah.

Tanpa menimbulkan suara Hanin mengambil selimutnya kemudian menyelimuti tubuh Hasta.

avataravatar
Next chapter